Nakes tak Hadiri Vaksinasi, tak Berarti Tolak Vaksin Sinovac

Vaksin Sinovac dipastikan aman bagi kesehatan dan tidak mengandung chip.

ANTARA/Dhemas Reviyanto
Tenaga kesehatan (nakes) menunjukkan kartu vaksinasi usai mengikuti vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta, Senin (18/1/2021).Kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap program vaksinasi COVID-19 yang pada tahap awal dikhususkan bagi nakes dimana selama masa pandemi berjuang menjadi garda terdepan.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Muhammad Fauzi Ridwan, Binti Sholikah, Nawir Arsyad Akbar, Muhammad Nursyamsi

Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 masih bergulir untuk para tenaga kesehatan. Namun tidak semua tenaga kesehatan (nakes) yang telah dijadwalkan divaksin menerima vaksinasi.

Setidaknya ratusan orang tidak hadir saat vaksinasi. Ikatan Dokter Indonesia (ID) tidak mau berspekulasi mengenai ketidakhadiran nakes yang akan divaksin.

IDI memilih bersikap bijak dan menilai tidak semua ketidakhadiran dilandasi penolakan untuk divaksin. "Mengenai nakes yang tidak hadir saat vaksinasi, saya pikir ada banyak kemungkinan yang harus diteliti satu persatu," kata Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Selasa (19/1).

Ia menyebutkan kemungkinan ada beberapa penyebab absennya para tenaga medis saat penyuntikan vaksin. Pertama, bisa jadi ada kesulitan saat melakukan registrasi di aplikasi Pedulilindungi. Kemudian kemungkinan kedua karena kesibukan nakes.

Zubairi menjelaskan, jam kerja tenaga kesehatan lumayan berat apalagi saat pandemi seperti sekarang yang sangat ketat jadwalnya. Oleh karena itu, ia meminta vaksinasi untuk para tenaga medis termasuk dokter yang belum mendapatkannya bisa dijadwal ulang.

Penyebab ketiga, dia melanjutkan, mungkin memang ada satu dua tenaga kesehatan yang belum begitu yakin mengenai keamanan dan efektivitas dari vaksin. Tetapi, Zubairi meyakini kemungkinan persoalan ini sangat kecil.

"Jadi, memang harus dilihat dari kasus per kasus," ujarnya.

Organisasi profesi IDI bersedia menjelaskan bagi nakes atau pihak yang masih meragukan efektivitas dan keamanan vaksin ini. Zubairi menambahkan, pertanyaan atau informasi yang diinginkan bisa langsung ditanyakan ke akun media sosial Twitternya.

"Nanti akan saya jelaskan sekali lagi. Yang jelas bisa disimpulkan vaksin ini aman dan efektif," katanya.

Kesimpulan ini, dia melanjutkan, berdasarkan penelitian dan pertimbangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengapa mengeluarkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA). Ia menambahkan, BPOM tidak sembarangan mengeluarkan izin EUA karena sebelumnya telah membandingkannya dengan uji klinis vaksin negara lain seperti China dan Rusia.

Sementara Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) belum menerima laporan mengenai penolakan. Vaksinasi justru terkendala karena sistem pendaftaran yang dianggap menyulitkan.

"Sebelumnya memang ada yang buat meme di UGD rumah sakit menolak vaksin, tetapi setelah kami telusuri ternyata itu hanya bergurau dan untuk hiburan. Kenapa banyak nakes yang belum divaksinasi karena hambatan pendaftaran," kata Ketua Umum PPNI, Harif Fadhillah.

Ia menyebutkan beberapa laporan keluhan yang masuk adalah ada nakes yang telah terdaftar dan mendapatkan pesan singkat atau SMS blast tetapi kemudian statusnya berubah menjadi tidak terdaftar. Ada juga ketika nakes akan mendaftar ulang terkendala nomor induk KTP (NIK) yang terus dinyatakan salah padahal nomor dokumen kelendudukan ini sudah digunakan untuk berbagai hal.

Pihaknya juga mendapatkan laporan nakes yang awalnya menjadi prioritas pertama divaksin ternyata tiba-tiba diganti dengan vaksin periode yang akan datang. Bahkan, ada juga nakes yang telah berhasil daftar ulang tetapi tidak mendapatkan notifikasi jadwal vaksinasi. Kata nakes tersebut, kode registrasi akan dikirimkan lewat SMS tetapi tidak pernah muncul.

Kemungkinan terakhir, PPNI tidak menutup kemungkinan para nakes ini tidak menyebutkan profesinya sebagai perawat. Misalnya perawat berstatus pegawai pemerintah namun hanya ditulis PNS, kemudian perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan swasta hanya disebut karyawan swasta.

"Jadi, kalaupun tidak datang saat vaksinasi, kendala ada di sistem aplikasi Pedulilindungi," ujarnya.

PPNI mengaku telah menginformasikan permasalahan-prrmadlsalahan ini ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui aplikasi pesan instan Whatsapp. "Tetapi kami belum mendapatkan perkembangannya lebih lanjut karena kan baru sehari. Yang jelas, dengan adanya pendaftaran ini maka kami berharap registrasi ulang jadi lebih mudah," ujarnya.

"Akhirnya tidak jadi divaksin karena tidak terdaftar," katanya.




Baca Juga

Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki S Hadinegoro mengatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan Sinovac menggunakan virus Covid-19 yang sudah mati. Sehingga, vaksinnya tak akan menimbulkan penyakit dari virus tersebut.

"Vaksin Sinovac itu adalah inactivated vaksin artinya vaksin ini dari virus mati. Jadi kalau virus mati tidak akan menimbulkan penyakit, itu konsepnya," ujar Sri dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (19/1).

Namun, hal itu menyebabkan vaksin perlu ditambahkan zat kimia untuk merangsang antibodi. Biasanya, zat kimia itu adalah aluminium hidroksida (aluminium hydroxide). Senyawa ini berfungsi sebagai ajuvan untuk meningkatkan kemampuan atau efektivitas vaksin.

"Ini (zat kimia) yang sering sekali menimbulkan KIPI tadi. Jadi bukan virusnya tetapi namanya ajuvan, ajuvan inilah jadi bengkak di tempat suntikan," ujar Sri.

Vaksin dari virus yang sudah mati harus disuntikkan langsung ke dalam otot. Sehingga penyutikkan terhadap Presiden Joko Widodo adalah benar, mengingat tubuhnya yang cenderung kurus.

"Untuk yang lemaknya tebal itu jarumnya harus panjang, kalau tidak, (tidak) masuk ke dalam otot. Tadi itu yang bikin bengkak, itu yang bikin sakit," ujar Sri.

Adapun pembentukan antibodi seseorang pascavaksinasi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Agar antibodi dapat terbentuk dengan maksimal setelah proses penyuntikkan kedua.

"Kalau cuma disuntik sekali itu tidak ada artinya, jadi memang harus betul-betul dua kali suntikan dan kadar antibodi maksimal itu baru dicapai sekitar 10-14 hari," ujar Sri.

Menteri BUMN Erick Thohir juga memastikan produk vaksin Covid-19 bebas dari chip. "Ada isinya dan tidak ada chip," ujar Erick.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut kabar adanya chip dalam produk vaksin Covid-19 adalah hoaks. Arya mengatakan pihak tak bertangung jawab juga membuat disinformasi dengan memelintir pemasangan barcode pada setiap produk vaksin dan disamakan dengan penanaman chip pada vaksin tersebut.

"Yang dimaksud Pak Erick Thohir bahwa yang namanya barcode vaksin itu terdata, supaya jangan sampai ada barcode yang palsu," ujar Arya.

Arya menjelaskan pemasangan barcode pada setiap produk vaksin, wadah penyimpanan vaksin, hingga kendaraan pembawa vaksin merupakan bagian dari sistem satu data yang terintegrasi dalam memantau pelaksanaan vaksinasi berjalan optimal.

"Mana mungkin ada chipnya, itu kan cairan, ini pasti orang-orang yang sengaja bikin hoaks untuk membuat banyak korban rakyat Indonesia kalau tidak divaksinasi," ungkap Arya









Sebelumnya sebanyak 166 nakes di Kota Semarang, Jawa Tengah, tidak hadir dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap pertama. Pelaksanaan vaksinasi bagi para nakes itu akan dijadwalkan ulang. Lalu, sebanyak 44 nakes di Kota Bandung tidak mengikuti kegiatan vaksinasi vaksin Covid-19 yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung.
Penyebab para nakes tersebut tidak ikut vaksinasi belum diketahui padahal mereka sudah terdaftar yang mendapatkan vaksinasi. "Iya (44 orang nakes tak ikut vaksinasi)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani Raksanagara saat dikonfirmasi, Selasa (19/1).

Ia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab mereka tidak hadir dalam kegiatan vaksinasi yang sudah terjadwal. Proses kegiatan vaksinasi tahap satu untuk sumber daya kesehatan sendiri akan berlangsung hingga April mendatang. "Tidak tahu, mungkin alasan tugas pribadi atau sakit," ungkapnya.

Ahyani mengungkapkan jumlah terakhir yang sudah divaksinasi mencapai 1.730 orang. Ia menyebut dalam proses kegiatan vaksinasi berjalan lancar. Namun, terdapat kendala di sistem yang dikelola pemerintah pusat salah satunya terkait pendaftaran.

Ia mengatakan, tenaga kesehatan yang tidak melakukan vaksinasi dapat mengubah jadwal vaksinasi. Namun, pihaknya menunggu arahan dari pemerintah pusat yang menjalankan sistem.

"Bisa (dijadwal ulang) karena yang ada masalah medis kan juga bisa ditunda," katanya. Namun, Ahyani mengaku belum mendapat arahan teknis jika didapati tenaga kesehatan yang menolak untuk divaksinasi Covid-19.

Sebanyak 35 nakes di Kota Solo juga tidak datang ke fasilitas kesehatan (faskes) sesuai jadwal yang telah ditetapkan pada empat hari pertama pelaksanaan vaksinasi. Padahal 35 nakes tersebut sudah melakukan registrasi sehingga sudah terdata di Primary Care BPJS Kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Siti Wahyuningsih, menyatakan belum mengetahui alasan 35 nakes tersebut tidak hadir. "Kami belum tahu alasan tidak hadir apakah repot atau karena lupa, sekarang mau kami hubungi. Kan dia sudah masuk Primary Care artinya kan sudah registrasi, mendaftar kembali, menentukan faskes dan menentukan jam, kenapa tidak datang," kata Siti kepada wartawan.

Siti menambahkan, pada hari pertama pelaksanaan vaksinasi, semua nakes yang registrasi datang semua sesuai jadwal. Kemudian selama tiga hari berikutnya totalnya 35 nakes yang tidak hadir. "Padahal kalau sudah terdaftar hari itu kalau geser jam tidak apa-apa, tapi tidak bisa serta merta diganti besoknya," imbuhnya.

Proses Registrasi dan Verifikasi Penerima Vaksin Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler