Perilaku Barbar Oknum Turis Israel di UEA: Curi Barang Hotel

Oknum turis Israel di UEA mencuri barang hotel handuk hingga wadah es

Oknum turis Israel di UEA mencuri barang hotel handuk hingga wadah es. Gedung-gedung bertingkat di jantung kota Dubai, ilustrasi
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

IHRAM.CO.ID, ANKARA – Normalisasi hubungan antara Uni Emira Arab dengan Israel, memberikan konsekuensi yang tak sederhana. 

Tepat setelah kesepakatan normalisasi UEA-Bahrain awal dengan Israel pada September, beberapa warga UEA mengambil foto dengan mengunjungi Israel setelah mencairnya hubungan. 

Begitu juga sebaliknya, kunjungan warga Israel ke negara petro dolar itu pun meningkat tajam. Hanya saja, sejumlah pengusaha hotel menyayangkan sikap memalukan oknum wisatawan Israel. 

Banyak kekecewaan dari manajemen beberapa hotel Emirat, beberapa orang Israel telah menggunakan kesempatan itu untuk mencuri berbagai barang dari hotel seperti handuk, lampu, gantungan baju, dan wadah es. 

Pencurian itu cukup meluas sehingga media Israel memberitakannya. Beberapa bahkan menyarankan bahwa demi hubungan cinta UEA dengan Israel, warga Emirat perlu mempersiapkan diri untuk lebih banyak pencurian.

"Mereka harus tahu bahwa normalisasi dengan Israel berarti harus menyerahkan benda-benda ruangan untuk saat ini, dan mungkin mendarat nanti," kata Dr Abdalaziz Alkhazraj al Nasari, seorang presenter Qatar

Sebelum pendudukan Palestina, Zionis membeli sejumlah besar tanah dari pemilik tanah Palestina untuk menciptakan persepsi bahwa lebih banyak orang Yahudi tinggal di Tanah Suci daripada orang asli Palestina.

Setelah Israel berdiri pada 1948, mereka mulai menduduki tanah Palestina. Rumah-rumah Palestina dihancurkan secara sistematis di Yerusalem dan kota-kota lain, membangun pemukiman ilegal di wilayah pendudukan. 

Orang Palestina dan sekutunya sering menggambarkan pendudukan Israel sebagai tindakan mencuri tanah Palestina. Baru-baru ini, sebuah kelompok hak asasi manusia Israel, B’Tselem, menyebut Israel sebagai 'rezim supremasi Yahudi' dan menjalankan sistem pemerintahan 'apartheid'.

Sami al Arian, seorang profesor Palestina-Amerika, menyebut Kesepakatan Abad Ini, yang meletakkan dasar politik untuk kesepakatan normalisasi UEA-Israel baru-baru ini, dengan sebutan "Pencurian Abad Ini".

 

 

 

Muslim wajib visa 

Sementara itu, persoalan lain pun muncul. Selain anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dan beberapa negara lain, mayoritas Muslim di seluruh dunia membutuhkan visa untuk masuk ke UEA.

Tepat setelah kesepakatan normalisasi UEA-Bahrain awal dengan Israel pada September, beberapa warga UEA mengambil foto dengan mengunjungi Israel setelah mencairnya hubungan.

Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, kedua negara kini telah dibebaskan dari kewajiban visa ketika ingin mengunjungi negara lain. Tetapi kemurahan hati yang sama tidak ada dalam hal peraturan visa dan banyak negara mayoritas Muslim lainnya, seperti dilansir dari TRT World, Jumat (15/1).

Dengan pengecualian hanya negara GCC dan Kazakhstan, Malaysia, Brunei, dan Maladewa, tidak ada warga negara Muslim lain yang dapat memasuki Emirates tanpa visa. Faktanya, ada semacam 'larangan Muslim diam-diam' di UEA akhir-akhir ini.

Negara-negara Uni Eropa juga dibebaskan dari peraturan visa, sementara warga negara seperti Inggris, Amerika Serikat dan Australia memenuhi syarat untuk mendapatkan visa setibanya di UEA. Orang China, Jepang, dan Rusia juga dapat masuk tanpa memerlukan dokumentasi.

Tetapi jika Anda orang Turki, Maroko, Pakistan, atau Iran, Anda harus mengantri di depan salah satu kedutaan atau konsulat UEA di negara Anda masing-masing. Warga beberapa negara seperti Afghanistan, Irak, Iran, dan Pakistan juga perlu menunjukkan dokumen tambahan untuk masuk.      

 

Sumber: https://www.trtworld.com/magazine/visa-free-entry-to-the-uae-for-israelis-but-what-about-muslims-43260

 
Berita Terpopuler