Kasus Terus Naik, Rumah Sakit di Jakarta Berubah Fungsi

Rumah sakit jiwa di Duren Sawit sudah diubah menjadi layanan bagi pasien Covid-19.

Republika/Thoudy Badai
Petugas medis melakukan pendataan saat mengantarkan pasien covid-19 ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta, Sabtu (9/1). Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria fasilitas ruang isolasi di 101 rumah sakit rujukan Covid-19 di DKI Jakarta terus menipis hingga 85 persen akibat terjadi lonjakan kasus positif covid-19 sepanjang bulan Desember hingga Januari 2021. Republika/Thoudy Badai
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Antara

Idealnya angka keterisian rumah sakit ada di angka 60 persen. Di DKI Jakarta, pandemi Covid-19 membuat angka keterisian yang ideal sudah lama tidak terjadi.

Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat kapasitas tempat tidur di ruang isolasi maupun ruang Intensive Care Unit (ICU) bagi perawatan pasien Covid-19 di Ibu Kota telah menembus 80 persen. Berdasarkan data hingga per 12 Januari 2021, tercatat tingkat keterisian tempat tidur di ruang ICU sebesar 83 persen dan di ruang isolasi mencapai 88 persen.

"Jadi tempat tidurnya (isolasi) 7.546 per 12 Januari, kemudian ICU ada 1.012. Keterpakaiannya untuk isolasi 88 persen, dan ICU 83 persen," kata Kepala Dinkes DKI Jakarta, Widyastuti saat dikonfirmasi, Rabu (13/1).

Widyastuti menjelaskan, berdasarkan jumlah tersebut sebanyak 28 persen tempat tidur di ruang isolasi diisi oleh para pasien Covid-19 dari luar Jakarta. Sebab, jelas dia, Dinkes DKI memang tetap melayani bagi warga dari mana pun, bahkan dari luar kota yang membutuhkan perawatan.

"DKI Jakarta itu 28 persen terisi oleh warga luar DKI, tentu kami berbagi dengan siapapun yang membutuhkan," ujarnya.

Meski demikian, Widyastuti memastikan pihaknya akan tetap menjaga keseimbangan penggunaan rumah sakit yang ada di seluruh wilayah Ibu Kota. Sebab rumah sakit tidak hanya diperlukan bagi penanganan pasien Covid-19. Ada pula pasien yang mengidap penyakit lainnya dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

"Kami harus juga menjaga keseimbangan bahwa di DKI ini bukan hanya Covid ya, ada masalah lain, sehingga itu kami jaga sehingga tetap terisi," jelas Widyastuti.

Pemprov melakukan sejumlah upaya untuk mengantisipasi keterisian tempat tidur di isolasi dan ruang ICU yang hampir penuh. Caranya dengan refungsi rumah sakit. Dia menjelaskan, rumah sakit khusus daerah yang awalnya hanya memberi perawatan terhadap kesehatan jiwa diubah menjadi rumah sakit yang mampu memberi pelayanan Covid-19.

Salah satu contoh refungsi rumah sakit itu adalah rumah sakit khusus Duren Sawit Jakarta Timur. "Itu adalah rumah sakit kita yang memiliki kapasitas tempat tidur untuk Covid-19 lebih dari 200. Padahal tadinya itu rumah sakit khusus untuk kesehatan jiwa, bukan rumah sakit umum. Tapi kami telah merefungsi," papar dia.

Upaya lainnya, sambung Widyastuti, adalah melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Mulai dari pihak swasta, rumah sakit milik BUMN, TNI, Polri untuk menambah jumlah kapasitas tempat tidur dalam menangani pasien Covid-19.

Contohnya, jelas dia, yakni Rumah Sakit Universitas Kristen Krida Wacana (RS Ukrida0 Jakarta Barat yang baru saja diresmikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin (11/1) lalu. Widyastuti menyebut, RS Ukrida merupakan hasil kolaborasi tiga pihak, yaitu rumah sakit swasta, rumah sakit BUMN, dan pemerintah dalam hal ini Dinkes DKI yang didukung oleh Kemenkes.

"Kami ada rumah sakit baru, RS Ukrida dimana sarananya disiapkan swasta dari pihak RS Ukridanya, tapi dari manajerial, SDM disiapkan oleh BUMN, Pertamedika," tuturnya.

"Nah, peran Dinkes memberi regulasi, memfasilitasi, dan menyiapkan tempat dan akomodasi bagi tenaga kesehatannya. Jadi, ini bentuk pertama mungkin di Indonesia bagaimana kami bersinergi dalam satu rumah sakit dikuatkan oleh tiga pihak," sambung dia menjelaskan.

Widyastuti mengatakan, kolaborasi seperti ini masih akan terus dilakukan untuk membantu penanganan Covid-19 di Jakarta. "Strategi ini belum selesai. Kalau ini sukses, kami akan replikasi seandainya ada rumah sakit-rumah sakit swasta atau rumah sakit lain yang bisa kita terapkan dengan pola kolaborasi tadi," imbuhnya.








Baca Juga

Upaya lain mengurangi angka keterisian rumah sakit adalah lewat vaksinasi. Penerima vaksin diharapkan memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik terhadap Covid-19, sehingga seandainya penerima vaskin terinfeksi kadar penyakitnya bisa tidak terlalu parah.

Besok, Jakarta rencananya akan memulai pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pada tahap pertama ini, sebanyak 60 ribu tenaga kesehatan (nakes) di Ibu Kota menjadi prioritas penerima vaksin.

"Kami menyiapkan dulu 60 ribu nakes yang kita berikan suntikan di tahap awal ini," kata Widyastuti.

Widyastuti menjelaskan, jumlah total tenaga kesehatan di Jakarta saat ini sekitar 131 ribu orang. Namun, untuk tahap awal ini, vaksin Sinovac yang diterima adalah sebanyak 120.040 dosis dan akan disuntikan dua kali kepada masing-masing orang. Rentang waktu penyuntikan vaksin pertama dan kedua, yakni dua pekan.

"(Tahap awal vaksinasi) karena kami menerima dosisnya 120.040 dosis, dengan catatan harus dipastikan satu orang aman mendapatkan dua dosis," ujarnya.

Selain tenaga kesehatan, Widyastuti menyebut, akan ada 20 tokoh masyarakat yang juga menjadi penerima dalam vaksinasi tahap awal ini. Namun, dia belum menjelaskan secara rinci siapa saja tokoh-tokoh yang akan menerima vaksin tersebut.

"Kami masih memastikan dulu untuk pencanangan nanti," ucapnya. Ia mengungkapkan, jatah dosis untuk tokoh masyarakat itu tidak masuk dalam vaksin yang diberikan untuk nakes. Dia menuturkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan kuota khusus untuk tokoh-tokoh tersebut.

"Yang utamakan tenaga kesehatan, tetapi pada saat pencanangan sesuai dengan arahan tim pusat, ada keterwakilan berbagai unsur termasuk tokoh masyarakatyang menjadi panutan," ungkap dia.

Pakar Imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Deshinta Putri Mulya, meminta masyarakat tidak ragu terhadap keamanan vaksin Sinovac yang akan diberikan pemerintah secara gratis sebab keamanan vaksin telah dipastikan. "Jadi selayakanya masyarakat tidak memiliki keraguan pada vaksinasi yang akan diberikan," kata Deshinta dalam talkshow kesehatan terkait Vaksin Covid-19 yang digelar oleh RSA UGM secara virtual.

Deshinta menuturkan program vaksinasi Covid-19 akan sukses apabila dilandasi kerja sama yang baik oleh semua pihak, baik pemerintah, fasilitas pelayanan vaksin, maupun masyarakat. Hal tersebut sangat penting dilakukan agar dapat mencapai herd immunity atau kekebalan populasi supaya pandemi Covid-19 di Tanah Air segera berakhir. "Masyarakat diharapkan mengikuti dan memahami informasi dari sumber yang kompeten sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman akan vaksinasi," kata dia.

Lebih lanjut, Kepala Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini menjelaskan bahwa pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan oleh dokter, perawat, atau bidan yang telah memiliki kompetensi.

Sebelum pemberian vaksin dilakukan, katanya, akan didahului skrining status kesehatan, baik terkait penyakit penyerta maupun status infeksi Covid-19. Dalam pelaksanaannya juga tetap memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan.

Dokter Spesialis Paru RSA UGM dr. Siswanto mengatakan jika saat ini kasus Covid-19 memasuki titik kritis karena kasus terkonfirmasi terus meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu kapasitas perawatan di rumah sakit terbatas. Untuk itu, kehadiran vaksin menjadi salah satu solusi dalam mencegah penyebaran Covid-19.

"Meski sudah ada vaksin, tapi kita tidak boleh lengah hanya mengandalkan vaksin saja. Gerakan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan harus tetap dilakukan," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DIY Dr. dr. Darwito juga meminta masyarakat tidak khawatir dengan keamanan vaksin Covid-19. "Ya tidak usah khawatir selama vaksin itu sudah masuk di Indonesia dan punya surat izin edar, berarti sudah di-approve (disetujui) oleh yang berkompeten, yaitu BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan)," kata Darwito.

Mantan Direktur Utama RSUP Dr Sardjito Yogyakarta ini menegaskan bahwa apabila vaksin telah disetujui oleh BPOM, maka tidak perlu lagi dikhawatirkan dari sisi keamanan. "Yang namanya di-approveitu ya sudah yang paling baik, yang paling minim efek sampingnya," kata dia.

Proses Registrasi dan Verifikasi Penerima Vaksin Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler