Isi Putusan Hakim Tunggal PN Jaksel Soal Praperadilan HRS

Hakim Tunggal PN Jaksel menolak seluruh materi permohonan praperadilan HRS.

Antara/Galih Pradipta
Suasana sidang praperadilan penetapan tersangka Muhammad Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/1/2021). Majelis Hakim menolak gugatan praperadilan yang diajukan Rizieq Shihab terkait penetapan tersangka penghasutan dalam kasus kerumunan.
Rep: Bambang Noroyono Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak seluruh materi permohonan praperadilan ajuan tim advokasi Habib Rizieq Shihab (HRS) terkait penetapan tersangka penghasutan, dalam kerumunan, dan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Hakim tunggal Akhmad Sayuthi dalam putusan praperadilan menegaskan, pihak termohon yakni Polda Metro Jaya dan Mabes Polri mampu membuktikan rangkaian proses penyelidikan dan penyidikan terkait kasus yang menjerat HRS telah sesuai aturan.

Baca Juga

Bahkan sebagian dalil hukum permohonan, sudah memasuki materi perkara. "Menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya," kata hakim Sayuthi, saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (12/1). 

Seperti diketahui, tim advokasi HRS mengahukan tujuh permohonan praperadilan terkait penyangkaan Pasal 160 dan 216 KUH Pidana. Mulai dari permintaan agar hakim menyatakan, proses penyelidikan, dan penyidikan yang dilakukan Ditreskrimum Polda Metro Jaya terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut, tak sah, dan cacat hukum.

Para pengaju praperadilan, juga meminta hakim tunggal agar menyatakan, penetapan tersangka terhadap HRS tak sah, dan memerintahkan kepolisian mencabut status hukum tersebut. Juga memohon agar hakim tunggal Sayuthi, menyatakan penahanan yang dilakukan terhadap HRS tak sah, serta memerintahkan kepolisian agar membebaskannya. Terakhir, meminta hakim praperadilan agar memerintahkan Polda Metro Jaya menerbitkan surat penghentian penyidikan, dan penuntutan (SP3).

 

Akan tetapi, dalam pertimbangan hakim dalam putusannya, menilai materi permohonan pemohon tak dapat diterima. Karena dikatakan hakim Sayuthi, para termohon, dari Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri mampu membuktikan rangkaian proses penyelidikan, dan penyidikan yang sudah sesuai dengan aturan. 

"Menimbang, bahwa dari alat bukti saksi, dan para ahli yang diajukan para termohon, hakim berpendapat penetapan tersangka telah didukung adanya dua alat bukti, dan keterangan ahli-ahli yang menyatakan, bahwa penetapan tersangka terahadap pemohon (HRS), sah tak tidak melanggar hukum," kata Sayuthi.

Dengan dalil termohon atas adanya bukti-bukti yang sah, dan keterangan ahli tersebut, hakim Sayuthi berpendapat permohonan pemohon agar penetapan tersangka terhadap HRS, dinyatakan tak sah, tak dapat diterima. 

"Maka permohonan dari pemohon untuk menyatakan penetapan tersangka tidak sah, dan tidak beralasan, tidak dapat diterima, dan harus ditolak," kata Sayuthi. 

Penolakan hakim terkait status tersangka tersebut, membuat putusan terhadap permohonan lain yang diajukan HRS, pun menjadi tak relevan, dan tak dapat diterima.

Bahkan hakim menilai, sejumlah dalil permohonan ajuan pemohon tak dapat diterima karena bukan menjadi ranah pemeriksaan hakim praperadilan. Yaitu, menyangkut tentang pembuktian pemohon, terkait penerapan sangkaan Pasal 160 dan 216 KUH Pidana. 

Sangkaan tersebut, menurut pemohon, kata hakim Sayuthi, terkait penghasutan HRS, yang pada 13 November 2020 mengundang para jemaahnya untuk menghadiri gelaran Maulid Nabi Muhammad, dan pernikahan putrinya, di Petamburan, pada 14 November.

 

Gelaran tersebut, yang menurut pihak kepolisian, adalah hasutan agar orang-orang berbondong-bondong membuat kerumunan yang dilarang di masa pandemi Covid-19. Sehingga ditetapkan Pasal 160 KUH Pidana. Dua gelaran tersebut, pun dikatakan penyidik sebagai tindak pidana melawan kewenangan penguasa umum tentang pelarangan kerumunan di masa pandemi. Sehingga diterapkan sangkaan Pasal 216 KUH Pidana. 

Kata hakim, dalil pemohon yang menyatakan undangan HRS kepada jamaahnya agar menghadiri Maulid Nabi, dan pernikahan bukanlah bentuk hasutan. Dan dua gelaran tersebut, bukanlah tindak pidana yang menjadi pelengkap adanya hasutan, tak dapat disimpulkan dalam praperadilan. Menurut hakim Sayuthi, keterangan tiga saksi fakta, dan tiga pakar yang diajukan pemohon, dalam menjelaskan penerapan sangkaan delik materil Pasal 160 dan Pasal 216 KUH Pidana terhadap HRS, juga tak dapat diterima.

"Hakim mempertimbangkan, untuk mengesampingkan saksi-saksi fakta, dan ahli-ahli yang telah diajukan pemohon, karena sudah masuk ke dalam perkara pokok," kata hakim Sayuthi. 

Dalam putusan selanjutnya, hakim praperadilan, juga menyatakan penahanan yang dilakukan kepolisian terhadap HRS, dapat diterima oleh hukum karena sudah sesuai dengan prosedur. Hakim Sayuthi, mengacu alasan penyidik yang menjadikan penerapan sangkaan pasal dengan ancaman di atas lima tahun penjara, sebagai dasar perlunya penahanan. Termasuk menolak permohonan untuk menerbitkan SP3. 

 

"Sehingga permohonan pemohon, tidak dapat diterima," kata hakim Sayuthi.

 
Berita Terpopuler