KNKT: Mesin Pesawat Masih Berfungsi Sebelum Membentur Air

Tercatat, pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki.

Edwin Dwi Putranto/Republika
Tim investigasi KNKT melakukan pemeriksaan bagian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Dermaga JICT 2, Jakarta, Selasa (12/1). KNKT menerima sejumlah komponen pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Komponen pesawat yang sudah bisa diidentifikasi mulai dari ekor pesawat, beberapa instrumen pesawat seperti GPWS dan radio altimeter, hingga peluncur darurat. Foto : Edwin Putranto/Republika
Rep: Rahayu Subekti Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengumpulkan data radar (ADS-B) dari Airnav Indonesia. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, dari terekamnya data hingga pesawat berada di ketinggian 250 kaki, mengindikasikan sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data.

Baca Juga

"Dari data ini, kami menduga bahwa mesin masih dalam kondisi hidup sebelum pesawat membentur air," kata Soerjanto dalam pernyataan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (12/1).

Dia merinci, dari data Airnav Indonesia, tercatat pesawat mengudara pada pukul 14.36 WIB. Selanjutnya pesawat terbang menuju arah barat laut pada pukul 14.40 WIB hingga mencapai ketinggian 10.900 kaki.

"Tercatat pesawat mulai turun dan data terakhir pesawat pada ketinggian 250 kaki," ujat Soerjanto.

Pesawat Sriwijaya Air nomor registrasi PK-CLC yang jatuh setelah hilang kontak dalam perjalanan Jakarta-Pontianak pada 9 Januari 2020 masuk dalam data pengawasan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pesawat tersebut sebelumnya sempat tidak beroperasi, namun kembali aktif membawa penumpang pada Desember 2020.

“Pada 19 Desember 2020, pesawat mulai beroperasi kembali tanpa penumpang dan pada 22 Desember 2020, pesawat beroperasi kembali dengan penumpang,” kata Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto, Senin (11/1) malam.

 

Berdasarkan data yang ada, lanjut Novie, sebelumnya pesawat tersebut masuk hanggar pada 23 Maret 2020. Semenjak masuk hanggar, Novie mengatakan, pesawat tersebut tidak beroperasi sampai Desember 2020.

Sebelum beroperasi kembali, Novie memastikan Kemenhub memeriksa kelaikan udaranya. “Kemudian, Ditjen Perhubungan Udara melakukan inspeksi pada 14 Desember 2020,” tutur Novie.

Novie menambahkan, Kemenhub menindaklanjuti perintah kelaikudaraan atau airworthiness directive yang diterbitkan Federal Aviation Administration (FAA). Dia mengatakan, Kemenhub sudah menerbitkan perintah kelaikudaraan pada 24 Juli 2020. “Perintah Kelaikudaraan tersebut mewajibkan operator yang mengoperasikan pesawat jenis Boeing 737-300/400/500 dan B737-800/900 untuk melakukan pemeriksaan engine sebelum dapat diterbangkan,” jelas Novie.

Selanjutnya, Novie menegaskan, Kemenhub juga memastikan pelaksanaan perintah kelaikudaraan tersebut telah dilakukan. Khususnya, juga dilakukan pada semua pesawat sebelum dioperasikan kembali.

Sebelum terbang kembali, lanjut Novie, Kemenhub juga telah melaksanakan pemeriksaan korosi pada kompresor tingkat lima pada 2 Desember 2020. “Pemeriksaan ini dilakukan oleh inspektur kelaikudaraan Ditjen Perhubungan Udara,” tutur Novie.

 
Berita Terpopuler