Skandal Daging Halal Palsu, Malaysia Desak Perbaikan Sistem

Masyarakat sipil menyerukan perbaikan sistem di tengah skandal daging halal palsu

Straits Times
Daging halal
Rep: Mabruroh Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia tengah diguncang oleh skandal penipuan daging berlabel halal palsu. Karenanya, Asosiasi konsumen Malaysia, kelompok masyarakat sipil menyerukan perbaikan sistem di tengah skandal daging halal palsu itu.

Sistem halal di Malaysia mungkin tidak rusak, tetapi masih perlu diperbaiki. Itulah perasaan di antara beberapa kelompok masyarakat sipil saat mereka menguraikan cara bagi Malaysia untuk keluar dari skandal disebut.

Kasus bermula saat kantor berita lokal menemukan kartel yang diduga menyuap pejabat pemerintah dan memasok daging halal impor yang tidak bersertifikat, kemudian dipalsukan dengan menempelkan label halal. Temuan pada 21 Desember itu telah mengguncang kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara.

Aktivis Utama Asosiasi Konsumen Muslim Malaysia, Nidzam Johan mengatakan, kegiatan kartel tersebut dapat ditelusuri kembali ke tahun 1981, ketika sebuah perusahaan daging beku didakwa di Pengadilan Petaling Jaya karena melabeli ekor kanguru sebagai daging halal.

“Menurut saya kartel adalah manifestasi dari kegagalan di banyak bidang. Ini dimulai dengan kegagalan manusia pada awalnya sebelum berlanjut ke kegagalan sistem yang meluas," kata Nidzam Johan dilansir Salaam Gateway, Kamis (7/12).

Nidzam mengatakan dia dan staf asosiasi serta anggotanya mengetahui rahasia informasi yang menunjukkan sindikat dan kartel berada pada tingkat di mana mereka dapat mempengaruhi pembuat kebijakan.

“lni adalah sesuatu yang sekarang kita kumpulkan. Kita akan mengadakan konferensi pers untuk menyoroti tantangan yang kita hadapi," kata Nidzam.

Untuk mencegah skandal besar ini terjadi lagi, Nidzam berpendapat Undang-undang Halal yang mencakup semua, yang telah diperdebatkan selama dua dekade terakhir tetapi tidak pernah diselesaikan, akhirnya harus diberlakukan untuk membawa semua aspek undang-undang halal di bawah satu undang-undang.

Hal ini ungkapnya, akan membutuhkan kesabaran dan kerja sama antara departemen pemerintah untuk memantau dan menegakkan hukum. Meskipun Departemen Pembangunan Islam Malaysia, atau yang dikenal sebagai JAKIM, memiliki peran besar atas masalah tersebut.

Menurut Direktur Divisi Penelitian JAKIM, Dr Sirajuddin Suhaimee sebanyak 300 lembaga terlibat dalam proses perolehan dan verifikasi sertifikasi halal.

“Jika saya 'Menteri Halal', saya tidak bisa menerapkan undang-undang, karena saya harus bergantung pada menteri lain untuk menjalankan bidang tanggung jawab mereka sendiri. Masalahnya banyak dan banyak undang-undang yang mengatur halal yang tidak jelas," kata Nidzam.


JAKIM sendiri telah dikritik selama masalah ini, juga ada seruan agar departemen raksasa itu direstrukturisasi. Misalnya pada 29 Desember, Dewan Permusyawaratan Melayu, sebuah badan yang dibentuk untuk membela Islam dan hak-hak Melayu, menyerukan dugaan kelalaian dilakukan oleh JAKIM dan agar petinggi-petingginya dirombak.

Sekretaris Jenderal Dewan Ekonomi Halal dan Kewirausahaan Umat Malaysia, Dr Helmi Ibrahim, percaya bahwa divisi halal JAKIM harus dipisahkan dari departemen urusan Islam lainnya. Dia menyerukan sistem baru yang akan dikembangkan di bawah Kebijakan Halal Nasional untuk menjadi sumber dari semua kekuatan dan referensi tentang masalah yang berkaitan dengan Islam, termasuk masalah halal.

“Kita tahu JAKIM itu lembaga penegak agama, jadi harus dipisahkan,” ujarnya.

“Kita harus memahami bahwa masalah halal tidak hanya mencakup produk pangan tetapi juga ekosistem halal secara keseluruhan. Jika kita memiliki kebijakan pendidikan dan kebijakan bahasa nasional, mengapa kita tidak memiliki kebijakan halal padahal itu adalah hal yang mendasar dalam agama kita? Itu akan menjadi sumber dari semua kekuatan dan referensi tentang masalah yang berkaitan dengan Islam, termasuk masalah halal," jelas Ibrahim.

Meski demikian, JAKIM masih memiliki pembela, yang menekankan bahwa mereka tidak memiliki ruang untuk memberantas korupsi dalam kasus-kasus seperti skandal daging saat ini. "JAKIM hanyalah salah satu badan yang terlibat dalam sistem, dan itu hanya bagian dari proses audit. Untuk menegakkan dan menghentikan daging ini masuk ke dalam negeri, JAKIM tidak dilibatkan,” kata Mohd Amri Abdullah atau yang lebih dikenal dengan Ustaz Amri Halal.

Peneliti halal di Pusat Penelitian Halal Universitas Malaya telah terlibat dalam industri halal selama 17 tahun dan merupakan bagian dari kelompok yang menyusun Undang-Undang Deskripsi Dagang yang mendefinisikan penggunaan istilah halal. Dia tidak percaya sistem perlu diubah atau bahwa Undang-Undang Halal yang diduga harus menjadi prioritas, meskipun itu akan disetujui.

“Kami sudah lama membicarakan tentang Undang-Undang Halal, tetapi tidak mudah untuk mengembangkan dan menerapkan sesuatu seperti itu karena akan bertentangan dengan konstitusi federal. Kementerian mana yang harus menegakkannya, karena JAKIM bukan badan penegakan hukum? Itu masalah utamanya," terangnya.

Menurut Amri, jika membentuk lembaga baru seperti Departemen Halal atau Komisi Halal, barulah dimungkinkan untuk mengembangkan Undang-Undang Halal.

 
Berita Terpopuler