Pendapatan Negara Kontraksi, Ekonom: Capaian Cuku Bagus

Capaian cukup baik di masa sulit, tetapi pemerintah perlu melakukan evaluasi insentif

Foto : MgRol_92
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, anjloknya kinerja penerimaan negara sepanjang 2020 bukan dikarenakan upaya pemerintah melalui tax collection tidak optimal. Realisasi lebih dikarenakan penurunan potensi penerimaan pajak seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi.
Rep: Adinda Pryanka Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, anjloknya kinerja penerimaan negara sepanjang 2020 bukan dikarenakan upaya pemerintah melalui tax collection tidak optimal. Realisasi lebih dikarenakan penurunan potensi penerimaan pajak seiring dengan perlambatan aktivitas ekonomi akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi.

Pengamat dari CITA Fajry Akbar menambahkan, tekanan penerimaan semakin terasa mengingat pembatasan kontak fisik membatasi upaya pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi. "Begitu pula dengan berbagai insentif pajak yang diberikan pemerintah, turut membebani kinerja penerimaan pajak," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (7/1).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi sementara pendapatan negara sepanjang 2020 sebesar Rp 1.633,6 triliun atau terkontraksi 16,7 persen apabila dibandingkan tahun sebelumnya.

Fajry mengatakan, penurunan itu disebabkan penerimaan pajak yang selama ini menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara justru menjadi yang paling terpukul pada 2020. Penerimaan pajak tercatat mengalami kontraksi sangat dalam hingga 19,7 persen (year on year/yoy) menjadi Rp 1.070 triliun.

Apabila merujuk pada target di postur APBN 2020 terbaru, penerimaan pajak mencapai 89,3 persen atau terjadi shortfall sekitar Rp 128,8 triliun. "Ini capaian yang cukup bagus di situasi sulit," ucap Fajry.

Sementara itu, PNBP juga tumbuh negatif 17,2 persen (yoy), meskipun realisasinya sudah melebihi target Perpres 72/2020, yakni 115,1 persen. Kepabeanan dan cukai juga tertekan hingga menurun 0,3 persen (yoy) namun realisasinya melebihi target yakni 103,5 persen.

 

Fajry memberikan beberapa catatan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengejar penerimaan negara pada tahun ini. Di antaranya, kelanjutan pemberian relaksasi perpajakan agar ekonomi dapat bangkit dengan cepat pada masa pemulihan.

Tapi, Fajry menekankan, pemerintah harus melakukan evaluasi dari insentif yang diberikan, terutama dari sisi sektoral. Pemerintah perlu memastikan, sektor yang diberikan insentif adalah sektor paling terdampak.

Insentif fiskal harus lebih tepat sasaran dengan terus memperbaiki validitas data serta harus fokus untuk ekonomi rakyat (UMKM). Selain itu, insentif juga perlu diarahkan untuk mendukung ekonomi ramah lingkungan.

 

Fajry mengatakan, pajak tidak hanya dimanfaatkan sebagai instrumen penerimaan. Pada waktu yang tepat, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. "Justru, dalam kondisi sulit seperti ini pajak lebih tepat digunakan sebagai alat untuk membantu ekonomi masyarakat bukan instrumen penerimaan," katanya.

 
Berita Terpopuler