Aksi Pendukung Trump di Republik 'Banana' Amerika

Tiga mantan Presiden Amerika mengecam tindakan pendukung Trump.

X90205
Pendukung Presiden Donald Trump berkumpul di depan gedung Capitol di Washington DC, Rabu (6/1) waktu AS. Mereka meyakini Trump, bukan Joe Biden, adalah pemenang pemilu AS.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lintar Satria, Indira Rezkisari

Serbuan pendukung Donald Trump ke Gedung Capitol Hill dinilai sebagai momen kelam dalam sejarah perpolitikan bangsa Amerika. Tiga mantan Presiden Amerika Serikat (AS), termasuk salah satu di antaranya presiden dari Partai Republik yang mengusung Trump menyatakan kecamannya terhadap aksi yang mencoreng demokrasi Amerika.

Mantan Presiden George W Bush mengatakan, apa yang terjadi di Capitol Hill adalah bentuk kecerobohan pemimpin politik saat pemilihan umum. Dalam keterangan resminya, Bush mengatakan, penyerbuan gedung kongres akibat sengketa hasil pemilu adalah sesuatu yang seharusnya hanya terjadi di Republik Banana. "Bukan di republik demokratis kami," katanya, Kamis (7/1).

Ia mengatakan, kekerasan di Capitol Hill dilakukan oleh orang yang hasratnya dibakar oleh kepalsuan dan harapan palsu. "Pemberontakan ini dapat menyebabkan kerusakan parah bagi bangsa dan reputasi kami," tambahnya.

Bush berpesan kepada mereka yang kecewa dengan hasil pemilu, harusnya mereka paham bahwa negara lebih penting daripada politik saat ini. "Biarkan sosok yang dipilih rakyat menjalani tugasnya dan mewakili suara kita semua dalam damai dan selamat."

Kecaman juga muncul dari mantan Presiden Barack Obama. Ia mengatakan, sejarah akan mengingat kekerasan di Capitol Hill sebagai momen memalukan bagi AS. Obama mengatakan, kekerasan 'dipicu presiden berkuasa' yang berbohong tanpa dasar mengenai hasil pemilihan presiden.

Obama mengatakan, ia seharusnya tidak terkejut dengan kerusuhan ini. Tanpa menyebutkan Partai Republik, Obama mengatakan, dua bulan terakhir sebuah partai politik menolak untuk menyampaikan kebenaran pada pendukungnya.   

"Selama dua bulan terakhir sebuah partai politik dan ekosistem media yang menyertainya telah terlalu sering tidak bersedia memberitahu kebenaran pada pendukungnya," kata Obama. "Narasi fantasi mereka telah semakin menjauh dari kenyataan yang sebenarnya dan hal itu dibangun dari kebencian selama bertahun-tahun, sekarang kami melihat konsekuensinya, menjadi kekerasan yang semakin keras," tambahnya, dilansir dari Reuters.

Mantan Presiden Bill Clinton juga buka suara atas serangan pendukung Trump ke gedung kongres. Ia mengatakan, aksi tersebut dipicu oleh racun politik selama empat tahun terakhir yang disulut oleh Presiden Trump.

Dalam pernyataan resminya, Clinton mengatakan kerusuhan di Capitol Hill hasil dari disinformasi yang sengaja dibuat untuk menciptakan ketidakpercayaan sistem. Ia mengatakan disinformasi kemudian mengakibatkan masyarakat Amerika saling tidak percaya satu sama lain, dikutip dari laman PBS.

"Api itu disulut oleh Donald Trump dan pihak lain, termasuk yang di Kongres, untuk membalikkan fakta kalau ia kalah dalam pemilihan."

Aksi diduga bermula karena Donald Trump menyakinkan pendukungnya kekalahannya dari Presiden terpilih Joe Biden karena Partai Demokrat curang. Pendukung Trump yang marah menyerbu Gedung Kongres dalam unjuk rasa yang bertujuan mencegah perpindahan kekuasaan yang damai.

Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan anggota Kongres akan melanjutkan rapat untuk menghitung suara elektoral pemilihan bulan November lalu. Ketika pendukung Presiden AS Donald Trump yang menerobos masuk ke Gedung Kongres sudah dikeluarkan.

Pendukung Trump tidak terima hasil pemilihan presiden yang dimenangkan Joe Biden dan Kamala Harris. Pelosi mengatakan keputusan ini diambil setelah berbicara dengan pemimpin Kongres lainnya dan menelepon Pentagon, Departemen Kehakiman dan Wakil Presiden Mike Pence.

Saat ini berita ini diturunkan, Kongres sudah memulai kembali proses penghitungan suara elektoral.


Pendukung Trump menyerbu gedung Capitol di tengah penghitungan resmi hasil pemilihan Presiden AS di Kongres, Washington DC, Rabu (6/1). REUTERS/Shannon Stapleton




Serangan ke Capitol Hill telah mengakibatkan tiga orang meninggal akibat kedaruratan medis. Kepala Kepolisian Washington DC, Chief Robert Contee, namun tidak bisa menjelaskan apakah tiga orang yang meningal terkait dengan upaya menduduki gedung Capitol.

"Satu pria dewasa dan dua wanita dewasa meninggal akibat masalah medis darurat, secara terpisah," katanya. Petugas pemadam kebakaran dan petugas medis memang tampak membawa orang-orang ke rumah sakit dengan beragam masalah kesehatan. Mulai dari serangan jantung, ke patah tulang setelah jatuh dari sisi barat gedung Capitol.

Pengamat gerakan ekstrem kanan AS mengatakan penyerbuan pendukung Donald Trump ke Capitol Hill sesuatu yang mengerikan. Aksi tersebut dipandang sebagai hasil alami dari retorika kebencian dan kekerasan yang dipicu informasi palsu serta teori-teori konspirasi.

"Bila Anda terkejut, Anda tidak memberi perhatian, kami semua harus ngeri dengan hal ini, tapi seharusnya tidak ada yang terkejut hal ini terjadi," kata direktur eksekutif Integrity First for America, Amy Spitalnick.

Organisasi hak sipil yang Spitalnick pimpin mendukung gugatan federal yang dilayangkan korban kekerasan nasionalis kulit putih di Charlottesville, Virginia tahun 2017 lalu. Salah satu tokoh sayap kanan yang ikut berbicara di Charlottesville, menayangkan siaran langsung video kerusuhan di Capitol Hill.

Tim Gionet mengunggah video yang memperlihatkan para pendukung Trump yang memakai topi 'Make America Great Again' dan 'God Bless Trump' berkeliling di Capitol Hill dan mengambil swafoto dengan petugas yang dengan tenang meminta mereka meninggalkan gedung itu. Para pendukung Trump mengobrol, tertawa dan memberitahu petugas 'ini baru awalnya'.  

Kelompok-kelompok sayap kanan AS termasuk Proud Boys bergabung dengan pendukung-pendukung Trump itu. Para pengunjuk rasa menolak hasil pemilihan 3 November yang dimenangkan Presiden terpilih Joe Biden.

Terlihat anggota kelompok supremasi kulit putih dan neo-Nazi di antara pengunjuk rasa. Sebuah foto menunjukkan polisi menghentikan seorang pria yang diidentifikasi promoter teori konspirasi QAnon untuk menerobos masuk ke ruang Senat.

CEO organisasi hak sipil, Anti-Defamation League (ADL), Jonathan Greenblatt mengatakan aksi pendukung Trump jelas sesuai dengan retorika QAnon. Teori konspirasi tanpa dasar yang yakin Trump diam-diam memerangi musuh negara dan pemuja setan pemakan manusia yang menjalankan operasi perdagangan anak di dalam pemerintahan.

"QAnon sudah menyerukan kegilaan semacam ini selama bertahun-tahun," kata Greenblatt.

Wakil Presiden Pusat Ekstremisme ADL, Oren Segal mengatakan ia melihat anggota supremasi kulit putih dan neo-Nazi di antara pengunjuk rasa yang menerobos masuk Gedung Kongres. Segal mengatakan ia melihat anggota New Jersey European Heritage Association dan Nationalist Social Club.

Segal mengatakan penyerbuan ke Capitol Hill, kesimpulan logis terhadap ekstremisme dan kebencian yang tak teruji selama kepresidenan Trump. "Kami memiliki teori konspirasi yang mendorong orang bertindak di lapangan, narasi arus utama dan ekstrem kami saling berbaur," katanya, dikutip dari AP.

Sementara itu akun media sosial Trump telah diblokir untuk waktu yang tidak ditentukan setelah Trump menyampaikan pesan ke pendukungnya. Ïa mengatakan, mencintai pendukungnya sebelum menyuruh mereka pulang dari Capitol Hill. Ia juga berulang kali menyampaikan pesan yang salah tentang kecurangan pemilu.

Pemblokiran akun Twitter Trump disebut perusahaan Twitter sebagai akibat pelanggaran serius dari kebijakan integritas sipil. Cicitan Trump bisa dikunci selamanya jika ia tidak menghapus komennya yang dianggap pelanggaran.

Sementara itu, Facebook memblokir Trump selama 24 jam. YouTube juga menghapus video Trump.

Facebook mengatakan, langkah tersebut diambil karena pesan Trump diyakini berkontribusi pada aksi kekerasan di gedung Capitol. Bukan sebaliknya, dilansir dari BBC.

Infografis Biden Depak Trump dari Gedung Putih - (Republika)

 
Berita Terpopuler