Mengapa Para Elite Arab Jahiliyah Kerap Hina Rasulullah SAW?

Elite Arab jahiliyah kerap menghina Rasulullah SAW

Republika/Kurnia Fakhrini
Elite Arab jahiliyah kerap menghina Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. Ilustrasi
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Apa alasan sebenarnya para pembesar Makkah dan Madinah menghina Rasulullah SAW? Bila dicermati dengan baik, rasa benci bukan satu-satunya alasan mereka menghina beliau. 

Baca Juga

Tapi di balik semua itu, alasan paling mendasar sebenarnya adalah 'ketakutan'. Quraisy takut terhadap sosok Muhammad SAW dan Islam akan meruntuhkan tatanan jahiliyah yang selama ini menguntungkan mereka.

Tokoh-tokoh Musyrik Quraisy tahu betul pesona kepribadian Rasulullah SAW yang sangat luar biasa. Mereka sendiri mengakuinya jauh sebelum beliau menjadi rasul. 

Sejak sebelum usia 25 tahun, mereka telah menjulukinya "al-Amin". Ibn Sayyid an-Nas (w. 734 H) menuturkan dalam 'Uyun al-Atsar 1/115, di usia tersebut julukan al-Amin sudah begitu melekat pada dirinya.

Bagaimana Quraisy memandang Islam sebagai ancaman? Sederhananya, Makkah ada lah kota dagang. 

Ekonomi Makkah sepenuhnya bergantung pada dagang. Dari sudut ini pula, haji merupakan perhelatan yang bernilai ekonomi sangat tinggi karena menghimpun manusia dari segala penjuru selama dua bulan suci, Dzulqaidah dan Dzulhijjah. Tiga pasar musiman terbesar ada di sekitar Makkah, yaitu 'Ukazh, Ma jannah, dan Dzul Majaz.

Keberadaan 360 patung di sekeliling Ka'bah memiliki makna tersendiri. Itu merupakan bukti kelihaian Quraisy meng eksploitasi 'agama' untuk kepentingan ekonomi. Alhasil, kemusyrikan dengan segala ritualnya merupakan fundamental value bagi ekonomi Makkah yang tidak mungkin ditawar. Dakwah tauhid yang diajarkan Rasulullah SAW jelas-jelas menjadi ancaman yang sangat serius.

Dengan begitu, tokoh-tokoh Quraisy sangat berkepentingan untuk memastikan dua hal. Pertama, memberi kesan kepada investor atau para pedagang dari luar bahwa Makkah tetap konsisten dengan napas jahiliyahnya.  

 

Kedua, menghambat penyebaran Islam dan menjauhkan orang luar dari pengaruhnya. Karena itu, menghina pribadi Rasulullah SAW menjadi satu cara ampuh untuk menimbulkan antipati masyarakat luar terhadap Islam dan sosok Rasulullah SAW sekaligus.

Berbeda dengan ajaran Islam, yang mana keyakinan agama menjadi landasan penting semua persoalan hidup. Bagi kaum Musyrik, keyakinan agama hanya men jadi kulit permukaan. 

Substansi pe nolakan mereka terhadap dakwah Islam adalah fak tor ekonomi. Hal ini terungkap dengan jelas dalam negosiasi al-Walid bin al-Mughirah dan 'Utbah bin Rabi'ah, dalam kesempatan yang berbeda, dengan Rasulullah SAW dan dalam kandungan surat al-Kafirun.

Bukan suatu kebetulan, tokoh-tokoh yang menghina dan memusuhi Rasulullah SAW adalah orang kaya atau pengusaha. Abu Lahab, al-Walid bin alMughirah, 'Utbah bin Rabi'ah, Abu Jahl bin Hisyam, 'Uqbah bin Abu Mu'aith, Sa'id bin al-'Ash, Umayyah bin Khalaf, dan seterusnya, adalah pengusaha-peng usaha besar. Kafilah-kafilah dagang mereka malang melintang di pasar Aylah, Gaza, Bushra, Hirah, Musyaqqar, al-Jand, Hubasyah dengan nilai puluhan ribu dinar.  

 

Di Madinah, alasan ketakutan juga menyelimuti musuh-musuh Is lam. Ca tat an para ahli Sirah bahwa kasus-kasus penghinaan terhadap Rasulullah SAW meningkat setelah perang Badar, menarik untuk dicermati.

Dengan kemenangan kaum Muslim di Badar, pemuka-pemuka Yahudi dan Munafiqun 'kehilangan' harapan Islam hancur di tangan musuhnya. Sementara di dalam Madinah, mereka menyaksikan Islam bertambah kuat dan solid. Hubungan Muhajirin dan Anshar semakin akrab, Aus dan Khazraj semakin rukun, pasar Qainuqa' semakin tergerus oleh pasar baru Manakhah, dan lain sebagainya.

Tindakan membabi buta Ka'ab bin alAsy raf merusak pasar kaum Muslimin. Kepergiannya bersama Huyay bin Akh thab ke Makkah setelah Badar untuk ber be lasungkawa dan mengobarkan semangat balas dendam.

Syair-syair Ka'ab, Ibn 'Afak, dan 'Ashma' binti Marwan menghina Rasulullah SAW menodai kehormatan kaum Muslim, dan memprovokasi musuh untuk menyerang Madinah, menjadi bukti sikap kalang kabut dan frustrasi mereka dalam menghadapi kemajuan kaum Muslim, yang tidak mungkin lagi dibendung.

Penghinaan terhadap Rasulullah SAW dilakukan musuh-musuh 'cerdas' yang ketakutan. Mereka membaca dengan baik kekuatan Islam dalam peta percaturan regional dan global yang tidak bisa di bendung. Di sisi lain, mereka menyadari Islam adalah ancaman paling serius yang dapat meruntuhkan hegemoni politik dan ekonomi mereka. Islam tampil dengan menawarkan formula kehidupan baru yang mereka sadari akan meruntuhkan tatanan jahiliyah, yang menguntungkan mereka selama ini. 

Naskah ini bagian dari artikel Dr Asep Sobari, Direktur Eksekutif INSIST yang tayang di Harian Republika, 2020.   

 
Berita Terpopuler