4 Cara Pengelolaan Keuangan Keluarga Menurut Fiqih Islam

Terdapat 4 cara pengelolaan keuangan keluarga menurut Islam

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Terdapat 4 cara pengelolaan keuangan keluarga menurut Islam. Ilustrasi uang
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap orang memiliki tanggung jawab keuangan, terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Tanggung jawab keuangan untuk suami, istri, dan anak, untuk tahun ini dan tahun depan, maupun saat anak kuliah. 

Baca Juga

Seperti apakah tuntunan pengelolaan keuangan menurut Islam?  Jawaban atas pertanyaan ini disampaikan anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Dr Oni Syahroni, sebagai berikut: 

Pertama-tama yang harus dijelaskan bahwa mengelola keuangan keluarga dengan perencanaan itu adalah tuntunan Rasulullah SAW sebagaimana dalam salah satu sabdanya: 

"Allah akan memberi rahmat bagi hambanya yang mencari rezeki yang halal dan menyedekahkan dengan kesengajaan, mendahulukan kebutuhan yang lebih penting, pada hari di mana ia dalam keadaan fakir dan memiliki hajat."

Penjelasan tentang tuntunan dalam bekerja, menyalurkannya, serta tuntunan lain bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut ini. 

Pertama, dengan memastikan bahwa pekerjaannya halal dan legal. Hal itu di antaranya aktivitas usaha perusahaan tempat bekerja atau pekerjaan pribadi yang digelutinya itu halal dan legal serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.  

Selain pertimbangan aspek halal dan legalitas dalam setiap pekerjaan dan transaksi bisnis yang dikelola, maka harus memastikan terhindar dari pekerjaan dan transaksi syubhat. 

Di antara contoh pekerjaan, transaksi, dan investasi yang halal yaitu bekerja di lembaga pendidikan, institusi kesehatan, lembaga keuangan syariah, dan aktivitas usaha lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 

Sebaliknya, di antara pekerjaan, tran saksi, atau investasi yang tidak se suai syariah di antaranya bekerja di per usahaan dengan aktivitas yang tidak ha lal, seperti judi dan sejenisnya, atau in ves tasi di saham nonsyariah, obligasi, rek sa dana konvensional, dan sejenisnya. 

 

 

Kedua, menyalurkan setiap pendapatan atau aset yang diterima itu sesuai dengan peruntukannya dan skala prioritas. Hal itu antara lain menyalurkannya untuk kebutuhankebutuhan mendasar (primer) atau sekunder, seperti kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga. 

Ketiga, berikhtiar untuk memiliki dana darurat serta investasi yang sesuai syariah. Dana darurat maksudnya memiliki cadangan dana untuk mengantisipasi kebutuhan dana di masa-masa sulit. 

Di antara rumusnya adalah al-idkhar setara dengan alkasbu al-thayyib dikurangi al-infaq almuqtashad atau menabung sama dengan pendapatan halal dikurangi pengeluaran standar. Hal ini seperti dijelaskan Prof Dr Husein Syahatah dalam buku Iqtishad al-Bait al-Muslim. 

Oleh karena itu, menjadi penting untuk mengasuransikan anggota keluarga, baik asuransi kesehatan, asuransi jiwa maupun asuransi pendidikan, sesuai dengan pertimbangan risiko dan perencanaan yang menempatkannya di asuransiasuransi syariah. Sebagaimana firman Allah SWT: 

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ "Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati." (QS Luqman: 34).

Begitu pula memiliki investasi yang sesuai syariah, seperti investasi di saham syariah, reksa dana syariah, atau investasi di sektor riil yang halal dan dengan risiko yang terkendali.

Di antara contoh dana likuid untuk darurat tersebut adalah membeli atau menabung emas sehingga bisa dijual atau dicairkan saat keluarga membutuhkannya. Sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW: 

"Sungguh kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada orang lain."

Keempat, menunaikan hak setiap pendapatan yang diterima atau aset yang dimiliki saat memenuhi kriteria wajibnya. Misalnya, seseorang yang mengelola usaha atau memiliki deposito di bank syariah atau investasi saham atau reksa dana syariah maka menjadi wajib zakat saat total penda patan yang dihasilkannya mencapai 85 gram emas. 

 

Jika 1 gram emas itu bernilai Rp 1 juta, saat pendapatannya mencapai Rp 85 juta perlu ditunaikan zakat per tahun sebesar 2,5 persen agar setiap pendapatan dan aset yang diterima itu berkah untuk pemiliknya dan keluarga karena bermanfaat untuk para dhuafa pada khususnya. Sebagaimana tuntutan Rasulullah SAW, "Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak." Wallahu a'lam.  

 
Berita Terpopuler