Alasan Jokowi Enggan Pilih Lockdown

Jokowi memilih kerja keras menegakkan 3T dan 3M di lapangan.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan strategi pemerintah dalam menangani pandemi masih tetap sama yakni mengutamakan penanganan kesehatan, diikuti penanganan masalah perlindungan sosial dan juga pemulihan ekonomi.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rizky Suryarandika, Sapto Andika Candra, Antara

Pandemi Covid-19 yang melanda ratusan negara di dunia masih belum juga berakhir. Kenaikan kasus virus corona jenis baru bahkan memaksa sejumlah wilayah kembali menerapkan lockdown, seperti di London atau Bangkok. Sedangkan, bagian lain dunia menyebut keadaan darurat berlaku akibat pandemi Covid-19 yang kembali naik.

Di Indonesia, kurva pun belum melandai. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih enggan menerapkan karantina wilayah. Ia justru menekankan agar pemerintah dan masyarakat bekerja keras dan disiplin dalam menjalankan 3T (testing, tracing, dan treatment) serta 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan).

“Oleh sebab itu, kita betul-betul bekerja keras, kerja mati-matian agar 3T 3M itu betul-betul bisa kita lakukan di lapangan. Sekali lagi di lapangan,” ujar Jokowi saat membuka ratas penanganan pandemi Covid-19 dan rencana pelaksanaan vaksinasi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1).

Jokowi mengatakan, dari hasil survei yang dilakukan menunjukkan motivasi kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan semakin menurun. Karena itu, ia menekankan para pemimpin daerah agar menggencarkan kembali kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan.

“Karena tadi surveinya memang disiplin terhadap protokol kesehatan ini menurun,” ungkapnya.

Lebih lanjut, di tahun baru ini, Presiden menyampaikan strategi pemerintah dalam menangani pandemi masih tetap sama, yakni mengutamakan penanganan kesehatan, diikuti penanganan masalah perlindungan sosial dan juga pemulihan ekonomi. “Kunci bagi pemulihan ekonomi, kuncinya adalah bagaimana kita bisa berusaha keras, bekerja keras dalam rangka bisa menghentikan dan mengendalikan Covid-19,” ujar Jokowi.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, masih banyak daerah yang tak patuh dalam menjalankan protokol kesehatan selama sepekan terakhir. Sebanyak 21,77 persen atau 108 dari 496 kabupaten kota tercatat tak patuh dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, mayoritas daerah yang tak patuh dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan tersebut berada di Pulau Sumatra dan juga Papua. “Provinsi dengan kabupaten kota terbanyak yang tidak patuh adalah Papua dan Sumatra Barat masing-masing 10 kabupaten kota. Dan Sulawesi Tenggara delapan kabupaten kota, Sumatra Selatan dan Sumatra Utara tujuh kabupaten kota, Bengkulu enam kabupaten kota,” ujar Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (5/1).

Sedangkan, daerah yang tak patuh dalam memakai masker yakni sebanyak 19,35 persen atau 96 dari 496 kabupaten kota. Mayoritas daerah yang tak patuh ini juga berada di Sumatra dan Papua.

Menurunnya kepatuhan menaati protokol kesehatan dibarengi dengan terjadinya tren kenaikan jumlah kasus positif. Pada pekan ini, kasus positif tercatat mengalami kenaikan hingga 7,3 persen dibandingkan pekan sebelumnya.

Sedangkan jumlah kasus aktif menembus angka 110.693 atau sebesar 14,2 persen. Untuk jumlah kasus sembuh 645.746 atau 82,8 persen. Dan kasus meninggal kumulatif yaitu 23.109 atau 3 persen.

“Di mana pada minggu ini 3 dari 5 provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi ini berada di Pulau Jawa. Yaitu Jawa Barat naik 2.250 kasus, DKI Jakarta naik 502 kasus, Jawa Tengah naik 457 kasus, Sulawesi Tengah naik 391, dan Sulawesi Selatan naik 295 kasus,” kata Wiku.

Satgas pun menyoroti Provinsi Jawa Barat yang menduduki ranking pertama kenaikan kasus tertinggi pada pekan ini. Padahal pada pekan sebelumnya, Jawa Barat tak masuk dalam lima besar provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi.

Wiku melanjutkan, pada tren laporan pekanan, daerah-daerah di Pulau Jawa selalu berkontribusi dalam peningkatan kasus yang cukup tinggi di tingkat nasional. Karena itu, Satgas meminta pemerintah daerah khususnya di Pulau Jawa untuk serius menangani pandemi dan menekan kasus baru.

“Walau begitu, beberapa daerah lain di Pulau Jawa yang penduduknya relatif tidak sepadat daerah di Pulau Jawa ternyata juga masuk ke dalam lima besar peningkatan kasus tertinggi seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,” jelas dia.

Hal ini menunjukkan daerah-daerah tersebut lengah dalam mengantisipasi penularan Covid-19. Sehingga kasus positif baru terus bertambah.

Kenaikan kasus yang belum berhenti ditegaskan Ketua Umum IDI, Daeng M Faqih. Ia mengingatkan pentingnya proses testing dan tracing guna memetakan penularan Covid-19 secara lebih baik. Kedua proses itu diperlukan agar penderita Covid-19 bisa lebih cepat ditangani sebelum penularannya meluas.

Kemudian Faqih juga menyayangkan masih rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes) mencakup rajin cuci tangan, hindari kerumunan dan memakai masker. Selain itu, Faqih memberi masukan pada pengelolaan penanganan penderita Covid-19 di rumah sakit. Ia menekankan agar rumah sakit selalu memberi pelayanan terbaik yang tersedia bagi para pasien agar dapat segera pulih.

"Perlu perencanaan yang terukur penambahan fasilitas rumah sakit dan penerapan standar pelayanan pasien Covid-19 yang baik," ujar Faqih.

Baca Juga




Sementara itu, Presiden Jokowi memastikan pemerintah telah mengamankan pengadaan vaksin Covid-19 sebanyak 329,5 juta dosis vaksin untuk program vaksinasi di Indonesia. Dari pengadaan vaksin yang sudah dipastikan pembeliannya yakni dari Sinovac sebanyak 3 juta dosis plus 122,5 juta, vaksin Novavax sebanyak 50 juta dosis, Covax sebanyak 54 juta dosis, AstraZeneca sebanyak 50 juta dosis, dan Pfizer sebanyak 50 juta vaksin.

“Artinya jumlah totalnya yang telah firm order itu 329,5 juta dosis vaksin. Hanya pengaturannya nanti akan dilakukan oleh Menkes,” ujar Jokowi, Rabu (6/1).

Program vaksinasi ini akan mulai dilaksanakan pada pekan depan. Pada tahap pertama, distribusi vaksin ke berbagai daerah telah dilakukan sejak Ahad (3/1) hingga Selasa (5/1) kemarin.

Jokowi pun menargetkan, vaksin yang didistribusikan ke daerah pada Januari ini sebanyak 5,8 juta dosis. Kemudian pada Februari, distribusi vaksin ke daerah ditargetkan sebanyak 10,45 juta dosis dan pada Maret sebanyak 13,3 juta dosis vaksin.

Karena itu, Presiden juga meminta kesiapan pemimpin daerah untuk mengawasi distribusi vaksin Covid-19 hingga ke daerahnya masing-masing. Program vaksinasi untuk seluruh masyarakat Indonesia ini akan dilakukan dalam dua tahap selama 15 bulan. Tahap pertama yakni akan dilaksanakan pada Januari hingga April 2021 kepada 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas publik di seluruh daerah. Kemudian tahap kedua akan digelar dari April 2021 hingga Maret 2022 kepada masyarakat lainnya.

Pemerintah menjelaskan alasan di balik proses distribusi vaksin Covid-19 sudah berjalan kendati izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum kunjung terbit. Kondisi geografis Indonesia yang menyulitkan proses distribusi dan prinsip pemerataan menjadi alasan di baliknya.

Distribusi lebih awal dilakukan agar seluruh pasokan vaksin Sinovac bisa tiba di daerah tepat waktu sesuai jadwal vaksinasi yang ditetapkan. Sehingga saat izin BPOM terbit nantinya, program vaksinasi untuk kelompok prioritas bisa serentak dilakukan di seluruh daerah.

BPOM telah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pengadaan vaksin secara berkala dari mulai tahap preklinik, sampai tahap uji klinik fase ketiga. Selanjutnya, jika uji klinis 3 telah selesai, maka barulah diterbitkan EUA.

Pemerintah juga menjamin distribusi vaksin Covid-19 ke berbagai daerah di Indonesia secara efektif tanpa merusak kualitas vaksin. Pada saat penerimaan vaksin di Bandara Soekarno-Hatta misalnya, BPOM memberi lot release sebagai bentuk upaya dalam mengawal mutu vaksin yang masuk di Indonesia pada 6 Desember 2020.

Saat ini sebanyak 3 juta dosis vaksin Covid-19 buatan pabrikan China Sinovac telah tiba di Indonesia. Vaksin tersebut tiba dalam 2 kloter yaitu sebanyak 1,2 juta dosis pada 6 Desember 2020 dan 1,8 juta dosis pada 31 Desember 2020 dan telah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia.

Sedangkan Novavax adalah pabrikan vaksin dari Amerika Serikat-Kanada, selanjutnya AstraZeneca merupakan produsen dari Inggris. Pfizer adalah vaksin dari perusahaan farmasi gabungan Jerman dan Amerika Serikat.

Sementara Covax GAVI adalah kerja sama multilateral antara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Aliansi Vaksin Dunia (GAVI) yang terdiri dari 171 negara dengan targetnya menyediakan 2 miliar vaksin hingga akhir 2021. Di dalam negeri Indonesia juga mengupayakan pengadaan vaksin sendiri, yakni Vaksin Merah Putih. Vaksin ini ditargetkan bisa digunakan pada tahun depan.

Indonesia mengimpor vaksin Covid-19 dari berbagai produsen vaksin dunia. - (Tim Infografis Republika.co.id)







 
Berita Terpopuler