Peneliti China: Obat Kemoterapi Bisa Hambat Replikasi Corona

Ada empat obat yang sudah ada yang tampak potensial untuk Covid-19.

www.freepik.com
Penelitian obat untuk mengatasi infeksi virus corona (ilustrasi). Obat kemoterapi yang biasa dipakai untuk perawatan limfoma fase terminal tampak mengungguli remdesivir yang populer melawan virus Covid-19.
Rep: Haura Hafizhah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti dari Shenzhen Institutes of Advanced Technology di China mengatakan, obat kemoterapi yang biasa dipakai untuk perawatan limfoma fase terminal tampak mengungguli remdesivir yang populer melawan virus Covid-19. Hal itu terungkap dari hasil simulasi komputer dan penelitian laboratorium.

"Obat kemoterapi yang awalnya dikembangkan untuk mengobati kanker berpotensi dialihgunakan sebagai obat untuk menghambat replikasi virus Covid-19," kata peneliti dari Shenzhen Institutes of Advanced Technology, Haiping Zhang, dikutip dari Times Now News, Selasa (5/1).

Zhang menjelaskan, dengan menggunakan pendekatan hibrida, para peneliti menyaring 1.906 obat yang ada untuk mengetahui kemampuan potensial mereka untuk menghambat replikasi virus Covid-19 dengan menargetkan protein virus yang disebut RNA-dependent RNA polymerase (RdRP). Dalam penelitian yang dimuat di jurnal PLOS Computational Biology, para peneliti menyebut mereka mengidentifikasi empat obat yang menjanjikan, yang kemudian diuji terhadap virus SARS-CoV-2 dalam percobaan laboratorium.

Baca Juga

Mereka mengatakan, ada dua obat, yaitu pralatrexate dan azithromycin berhasil menghambat replikasi virus dan percobaan laboratorium lebih lanjut. Hal ini menunjukkan kalau pralatrexate lebih kuat menghambat replikasi virus daripada remdesivir obat yang saat ini digunakan untuk mengobati beberapa pasien Covid-19.

Hanya saja, Zheng mengungkapkan, obat kemoterapi dapat menimbulkan efek samping yang signifikan. Dengan begitu, penggunaan segera untuk pasien Covid-19 belum bisa dijamin.

"Kami telah mendemonstrasikan nilai pendekatan hibrida baru kami yang menggabungkan teknologi pembelajaran mendalam dengan simulasi dinamika molekuler yang lebih tradisional," kata dia.

Maka dari itu, saat ini para peneliti mengembangkan metode komputasi tambahan untuk menghasilkan struktur molekul baru yang dapat dikembangkan menjadi obat baru untuk mengobati Covid-19.

 
Berita Terpopuler