Menilik Tiga Tahun Hubungan Qatar dan Negara Arab Teluk

Keretakan Qatar dengan negara Arab Teluk dimulai lebih dari tiga tahun lalu

EPA
Kota Doha, Qatar.
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, RIYADH – Arab Saudi telah setuju untuk mencabut blokade darat dan udaranya di Qatar sebagai langkah besar untuk mengakhiri keretakan dengan negara Teluk. Ini dimulai lebih dari tiga tahun lalu, ketika Riyadh dan sekutunya melakukan pengepungan di Doha.

Menteri Luar Negeri Kuwait Ahmad Nasser al-Mohammed al-Sabah mengumumkan terobosan tersebut pada Senin, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerjasama Teluk (GCC) yang sangat dinantikan di mana resolusi untuk krisis diharapkan akan tercapai. Al-Sabah tidak merinci apakah perjanjian awal antara Qatar dan Arab Saudi meluas ke negara-negara pemblokiran lainnya, yaitu Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir.

Namun, dia menyampaikan rasa terima kasih emir Kuwait kepada para pemimpin negara Teluk dan Mesir. Dia mengatakan mereka semua bekerja untuk KTT GCC pada Selasa untuk mencerminkan persatuan dan semua urusan kembali normal yang memastikan kerja sama dan solidaritas.

"Ini telah berlangsung selama tiga setengah tahun dan tidak ada yang mendapat manfaat darinya," kata Direktur dan Analisis Arab Center Washington DC, Imad Harb.

Dia menyebut Arab Saudi kehilangan supremasi GCC sebagian karena krisis dengan Qatar yang memisahkan diri sepenuhnya. Sementara itu, Kuwait bersikap netral dan UEA membuka salurannya dengan Barat serta menormalkan hubungan dengan Israel.

Menyatukan kembali GCC
Harb mengatakan kepada Middle East Eye, pengumuman pada Senin tampaknya seperti perjanjian bilateral antara Riyadh dan Doha. Selain itu masih harus dilihat apakah anggota GCC dan Mesir lainnya akan bergabung dalam upaya rekonsiliasi.

Qatar mengonfirmasi pada Senin, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Tsani, akan memimpin delegasi negara itu ke KTT di Al-Ula, Arab Saudi. Sedangkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menyambut baik terobosan pada Senin. Dia mengatakan pendekatan Saudi didasarkan pada peningkatan kepentingan utama negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dan negara-negara Arab.

“Putra mahkota menegaskan kembali bahwa KTT GCC yang akan datang akan menjadi pertemuan puncak untuk menutup barisan dan menyatukan sikap dan untuk meningkatkan pawai kebaikan dan kemakmuran," kata Kantor Berita Resmi Arab Saudi, SPA dalam sebuah pernyataan.


Permusuhan Negara Teluk
Dilansir Middle East Eye, Selasa (5/1), keretakan antara negara Teluk telah berubah  tidak hanya di tingkat politik dan sosial. Selama tiga tahun terakhir, artis populer Saudi dan Emirat telah merilis lagu-lagu yang menghina Qatar dan menuduh para pemimpinnya melakukan pengkhianatan. Bahkan ada seruan untuk menggali kanal untuk memutuskan Qatar dari Arab Saudi.

Tetapi pada Senin, komentator Saudi tampak melunakkan nada mereka terhadap Doha. "Dalam politik, ada kepentingan yang muncul tentang perselisihan apa pun, dan selama pemimpin kami menemukan kepentingan strategis dalam kembalinya hubungan normal dengan Qatar, kami mendengarkan dan mematuhinya," tulis Kolumnis Saudi Ibrahim al-Sulaiman di Twitter pada Senin.

Pada 2017, Human Rights Watch merilis sebuah laporan yang merinci bagaimana blokade itu melanggar hak-hak warga negara dan penduduk di Teluk. Selain itu, juga penderitaan dan perpisahan keluarga.

"Ini melanggar hak atas kebebasan berekspresi, memisahkan keluarga, mengganggu perawatan medis, mengganggu pendidikan, dan menelantarkan pekerja migran tanpa makanan atau air," kata kelompok hak asasi saat itu.

Qatar adalah semenanjung yang satu-satunya berbatasan darat dengan Arab Saudi. Negara-negara pemblokir meningkatkan tindakan keras terhadap kebebasan berbicara selama krisis dan sering menuduh para pembangkang berkonspirasi dengan Qatar.

Misal, pada 2017, Mesir memenjarakan putri Imam Yousef al-Qaradawi yang berbasis di Doha dan suaminya pada 2017 tanpa mengajukan tuntutan resmi terhadap mereka. Pasangan itu tetap di penjara sampai hari ini. Di Arab Saudi, Cendekiawan Islam terkenal Salman al-Ouda ditangkap pada 2017 setelah mengirimkan cuitan yang mendoakan persatuan antara para pemimpin Teluk untuk kebaikan rakyat mereka.

 
Berita Terpopuler