Republika Bertekad Jadi Rumah Penjernih Hoaks

Republika melakukan pengecekan informasi berlapis sebelum disajikan ke pembaca.

Prayogi/Republika.
Republika Bertekad Jadi Rumah Penjernih Hoaks. Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi menjadi narasuber dalam acara diskusi webinar di Jakarta, Senin (4/1). Diskusi dalam rangka memperingati ulang tahun Republika ke-28 tersebut mengangkat tema
Rep: Fauziah Mursid Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi mengatakan Republika bertekad menjadi media massa yang turut menangkal isu atau informasi hoaks yang beredar di masyarakat. Irfan mengatakan, Republika membekali sumber daya manusia (SDM) wartawannya dengan kompetensi memadai, diikuti pengecekan berlapis dari informasi diterima hingga berita ditayangkan dengan standar operasional prosedur (SOP).

Baca Juga

"Mudah-mudahan dengan ikhtiar dalam menekan berita-berita keliru ini bisa bantu masyarakat menemukan referensi informasi yamg diterimanya. Kami sediakan tempat berpulang atau rumah tempat mencuci hoaks yang beredar," ujar Irfan dalam Webinar Ultah Republika ke-28 bertajuk 'Menguatkan Jurnalisme, Menguatkan Bangsa', Senin (4/1).

Irfan menjelaskan, selain telah teruji secara kompetensi, wartawan dan SDM di Republika selalu dibekali pelatihan pelatihan. Mulai dari penjudulan, penyusunan lead, menata logika dalam berita hingga pengecekan berlapis dan SOP yang harus diikuti jurnalis.

Untuk platform media cetak, Republika mengenal pengecekan berlapis yang prosesnya dimulai dari berita diterima dari reporter, lalu akan diverifikasi oleh redaktur. Selanjutnya, oleh redaktur berita akan dikompilasi, dilengkapi, disiapkan halamannya, lalu didesain dan sebelum dicetak dibuat print out untuk diperiksa terlebih dahulu.

"Dicek satu persatu, fakta, saltik, kalau fiks ditandatangani dan dicetak. Diharapkan dengan berlapis ini, kesalahan bisa kami meminimalkan, menekan sekecil mungkin terjadi kekeliruan," ujarnya.

Berbeda dengan koran, untuk platform Republika.co.id lebih sederhana. Berita yang berasal dari reporter masuk ke bank atau gudang berita, lalu diambil oleh redaktur untuk dikompilasi dan diedit sebelum diunggah.

 

 

Irfan tak memungkiri mekanisme sederhana di platform online ini memungkinkan terjadinya kekeliruan. Namun, ia kembali memastikan pembekalan SDM dan upaya cek silang antara reporter dan redaktur demi meminimalisasi risiko kekeliruan dalam penyajian berita.

Karena itu, Irfan memastikan, kecil kemungkinan berita hoaks muncul di platform Republika.

"Bisa kita tekan walau kadang kadang, semaksimal mungkin, paling tidak media massa, ada mekanisme kerja agar berita yang disampaikan berita benar bukan hoaks," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengajak media massa konvensional untuk mengambil peran dalam mengatasi hoaks atau disinformasi. Wenseslaus berharap media menjadi rumah penjernih (clearing house) dari hoaks yang beredar ramai di media sosial.

"Misal kita melirik tren media sosial, (hoaks) apa yang ramai diperbincangkan, apa yang diragukan, itu harus tersedia di media konvensional," ujar Wenseslaus dalam Webinar Ultah Republika ke-28.

 

Ia mengatakan, media konvensional sebagai tempat orang mencari kepastian, harus memberi jawaban atau rujukan bagi masyarakat di media sosial. Khususnya, hoaks atau isu yang belum pasti kebenarannya. "Media tempat orang mencari kepastian, menemukan suatu yang menjadi rujukan buat dia , harus ambil posisi itu," ujar Wen.

 
Berita Terpopuler