Menyewakan Kembali Barang Sewaan ke Orang Lain, Bolehkah?

Ada beberapa ketentuan tentang menyewakan barang sewaan

Republika/Aditya Pradana Putra
Ada beberapa ketentuan tentang menyewakan barang sewaan .Mencari atau sewa kost dan kontrakan (ilustrasi).
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ada sebagian praktik transaksi sewa menyewa masyarakat yang kerap dilakukan sejumlah orang. Yaitu menyewakan barang sewaan.  

Baca Juga

Misalnya, rumah si A dikontrakkan kepada si B selama satu tahun. Ketika bulan kelima, si B mengontrakkan lagi rumah itu kepada si C. Apakah hal itu melanggar akad? 

Apakah harus ada izin dari pihak pertama (pemilik kontrakan) sebelum si penyewa menyewakan ke pihak lain?  Jawaban pertanyaan ini disampaikan Ustadz Dr Oni Sahroni, anggota Dewan Syariah Nasional MUI sebagai berikut: 

Penyewa boleh menyewakan kepada pihak lain selama diizinkan oleh si pemilik. Jika belum diketahui izin atau persetujuan tersebut, penyewa harus mengonfirmasi kepada pemilik agar sewa tersebut atas dasar lapang dada dan keridhaan semua pihak. Kesimpulan ini bisa dijelaskan dalam poin berikut.

Pertama, penyewa hanya memiliki manfaat rumah, bukan rumah (almanfa'ah duna ar-raqabah). Transaksi yang berlaku dalam pertanyaan tersebut adalah ijarah (jual beli manfaat) rumah yang disepakati antara penyewa dan pemilik rumah. 

Penyewa memiliki hak untuk menempati rumah (manfaat rumah) sesuai dengan akad ijarah yang disepakati, begitu pula pemilik mendapatkan fee sebagai kompensasi atas sewa rumah tersebut.

Kedua, harus ada izin atau persetujuan pemilik. Oleh karena itu, saat tidak ada ketentuan khusus dalam kontrak yang disepakati yang melarang pihak penyewa untuk menyewakan ulang, pihak penyewa harus mengonfirmasi untuk memastikan pemilik mengizinkan penyewaan ulang itu.

 

Ketiga, jika pihak penyewa menyewakan rumah tersebut kepada pihak lain tanpa izin atau persetujuan pihak pemilik dan tidak ada perjanjian atau kesepakatan penyewa boleh menyewakan kepada pihak lain, pihak penyewa tidak dibolehkan menyewakan kepada pihak lain. Jika terjadi, hal ini termasuk dalam penyimpangan atau penyalahgunaan atau wanprestasi.

Sebagaimana standar syariah internasional AAOIFI Nomor 9 tentang al-Ijarah wa al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik, "Pihak yang menyewa sesuatu boleh menyewakannya kepada pihak lain (selain pemilik) dengan upah yang sama atau lebih kecil atau lebih besar, baik dibayar tunai maupun tempo (atau dikenal dengan istilah at-ta'jir min al-bathin) selama tidak ada larangan dari pemilik untuk menyewakan kepada pihak lain atau mendapatkan kesepakatan/izin dari pemilik."

Selain itu, sebagaimana dijelaskan dalam ad-Dalil asy-Syar'i lil Ijarah, "Penyewa boleh menyewakan manfaat yang disewanya kepada pihak lain dengan upah yang disepakati, baik sama nominalnya maupun lebih besar atau lebih kecil selama diizinkan oleh pemilik atau penyewa pertama atau tradisi (al-ijarah min al-bathin)." Begitu pula ia bisa meminjamkannya sesuai dengan cara ia memilikinya. 

Masalah ini pernah diba has pada pertemuan Barakah dalam bentuk pertanyaan, apakah boleh menyewakan sesuatu dengan upah ter tentu, kemudian disewakan kembali kepada pihak lain dengan upah lebih besar? 

Kemudian, jawaban Nadwah Baraka adalah sebagai berikut: "Boleh menyewa sesuatu dengan upah tertentu dan menyewa kannya kepada pihak lain dengan upah sejenis atau lebih besar atau lebih kecil selama penyewa perta ma tidak melarangnya atau tradisi memper kenankannya." (Ad-Dalil asy-Syar'i lil Ijarah, 'Izzudin Muhammad Khujah).

Keempat, jika dalam akad atau kontrak telah disebutkan bahwa manfaat rumah itu tidak diperkenankan untuk disewakan kepada pihak lain, pihak penyewa meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik rumah untuk dise wakan.

Sebagaimana tuntunan umum terkait dengan komitmen terhadap perjan jian, di antaranya hadits Rasulullah SAW:

 المسلمونَ على شروطِهم إلَّا صُلْحًا أحَلَّ حرامًا، أو حرَّمَ حلالًا ".... Kaum Muslimin terikat dengan sya rat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau meng halalkan yang haram." (HR Tirmidzi).

Kelima, berdasarkan penjelasan tersebut, saat seseorang menyewa suatu rumah untuk masa tertentu dan ingin menyewakannya untuk pihak lain, jika pemilik mengizinkan dalam perjanjian sewa untuk menyewakan kepada pihak lain, ia boleh menyewakannya kepada pihak lain atau izin tersebut dalam bentuk lisan atau tulisan atau lainnya yang disampaikan pemilik kepadanya.

Namun, jika tidak diizinkan, baik dituangkan dalam perjanjian maupun disampaikan oleh pemilik, hal tersebut tidak boleh disewakan kepada pihak lain.

 

Pada saat tidak ada klausul dalam perjanjian yang mengizinkan untuk disewakan, penyewa mengonfirmasi dan meminta izin kepada si pemilik. Semuanya dilakukan agar penyewaan tersebut berdasarkan kerelaan semua pihak dan lapang yang menjadi salah satu inti dari setiap transaksi, yaitu ridha, kerelaan, dan lapang, agar penyewaan dan transaksi tersebut berbuah keberkahan.

 
Berita Terpopuler