AS Kirim Pesawat Bomber untuk Peringatkan Iran

AS khawatir Iran akan aksi militer balasan atas pembunuhan komandan Garda Revolusi

Reuters
Pesawat pengebom atau bomber AS supersonic B-1B Lancer.
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pesawat bomber strategis Amerika Serikat (AS) terbang di atas Teluk untuk kedua kalinya pada bulan ini. Washington mengatakan langkah Rabu (30/12) itu untuk mencegah Iran menyerang warga atau sekutu AS di Timur Tengah.

Baca Juga

Aljazirah melaporkan perwira senior AS mengatakan dua bomber Air Force B-52 itu diterbangkan untuk merespons tanda-tanda yang menunjukkan Iran mungkin merencanakan serangan terhadap sekutu-sekutu AS di Irak atau negara lain dalam beberapa hari ke depan saat Presiden terpilih Joe Biden mengambil alih kekuasaan. Perwira tersebut tidak memiliki wewenang membahas asesmen internal berdasarkan data intelijen yang sensitif karena itu namanya tidak disebutkan.

Dua bomber B-52 itu terbang dari Pangkalan Militer Angkatan Udara AS di North Dakota. Misi tersebut mencerminkan kekhawatiran Washington di pekan-pekan terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump yang memperburuk hubungan AS-Iran.

AS khawatir Iran akan menggelar aksi militer balasan atas pembunuhan komandan Garda Revolusi Iran, Jenderal Qassem Soleimani pada 3 Januari 2020 lalu. Iran merespon pembunuhan tersebut lima hari kemudian dengan menembakan rudal ke pangkalan militer AS di Irak yang menyebabkan sekitar 100 orang pasukan AS gegar otak.

 

Serangan roket kelompok bersenjata Syiah yang didukung Iran ke komplek Kedutaan Besar AS di Baghdad pekan lalu juga memanaskan situasi. Tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut tapi Trump memperingatkan Iran. Pusat Komando AS mengatakan misi bomber B-52 adalah langkah pertahanan.

"Amerika Serikat akan terus mengerahkan kemampuan tempur di wilayah yang menjadi tanggung jawab Pusat Komando AS untuk mencegah musuh potensial dan menegaskan kami siap untuk merespon setiap agresi langsung ke Amerika atau kepentingan kami," kata Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Frank McKenzie.

"Kami tidak mencari konflik, tapi seharusnya tidak ada yang meremehkan kemampuan kami dalam melindungi pasukan kami atau bertindak tegas dalam merespon setiap serangan," ujarnya menambahkan.

McKenzie tidak menyebutkan Iran. Sebelum misi ini diumumkan seorang perwira senior yang tidak menyebutkan namanya mengatakan intelijen AS mendeteksi tanda-tanda 'ancaman nyata' dari Iran.

Hal itu termasuk rencana serangan rokter terhadap kepentingan AS di Irak. Serangan itu berkaitan dengan satu tahun pembunuhan Jenderal Soleimani.

 

AS sedang dalam proses mengurangi jumlah pasukan mereka di Irak dari 3.000 menjadi 2.500. Trump memerintahkan pengurangan pasukan sudah selesai pada 15 Januari. Pejabat AS mengatakan target itu mungkin sudah dicapai pekan depan.

Perwira senior itu mengatakan Negeri Paman Sam juga menerima tanda Iran sedang mempertimbangkan atau merencanakan serangan yang lebih 'kompleks' atau luas terhadap target atau kepentingan Amerika di Timur Tengah. Ia menambahkan tanda-tanda itu memicu kekhawatiran paling besar sejak pembunuhan Soleimani.

Perwira tersebut mengatakan baru-baru ini Iran memindahkan persenjataan canggih mereka ke Irak. Pemimpin milisi Syiah di Irak juga mungkin sudah bertemu dengan Pasukan Quds yang sebelumnya di pemimpin Soleimani.

Perwira AS itu mengatakan Iran mungkin mengincar target ekonomi. Ia mencatat serangan rudal dan drone fasilitas minyak Arab Saudi pada September 2019. Iran membantah terlibat dalam serangan itu tapi menyalahkan AS sebagai pemicu serangan tersebut.

Beberapa pekan terakhir militer AS mengambil berbagai langkah yang dirancang untuk mencegah serangan Iran. Sementara, mereka menegaskan tidak berencana untuk mengambil langkah tak provokasi terhadap Iran.

Pekan lalu, kapal selam pemandu rudal Angkatan Laut AS melakukan kunjungan tidak biasa ke Selat Hormuz. Perairan strategis yang terletak antara Iran dan Semenanjung Arab. 

 
Berita Terpopuler