Cara Nabi Muhammad SAW Memperlakukan Mualaf

Nabi Muhammad SAW memiliki kebijaksanaan dalam memperlakukan Muslim baru.

Republika/Mardiah
Cara Nabi Muhammad SAW Memperlakukan Mualaf. Ilustrasi Rasulullah
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita semua menyukai momen ini, ketika saudara laki-laki atau perempuan memasuki masjid pada Jumat dan mengucapkan syahadat. Kemudian semua yang ada di masjid mulai mengucapkan takbir, Allahu Akbar.

Baca Juga

Ini adalah momen yang luar biasa, untuk menyaksikan seseorang yang baru saja menemukan jalan yang benar, dan mengambil langkah ekstra lebih dekat kepada Tuhan. Pertanyaan pahitnya adalah apa selanjutnya? Bagaimana komunitas Muslim akan menyambut Muslim baru itu?

Nasihat apa yang akan diberikan kepada mereka dan bagaimana mereka akan memulai perjalanan panjang mereka dalam mempelajari syariah dari Allah?

 

Terkadang aspek ini terabaikan ketika kita fokus pada acara mengucapkan syahadat dan menganggapnya sebagai tujuan akhir dakwah. Berikut ini cara Nabi Muhammad SAW memperlakukan Muslim baru atau mualaf, dilansir di About Islam.

1. Mengakui kemampuan terbaik mereka

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Yang terbaik di antara kalian di hari-hari ketidaktahuan adalah yang terbaik di hari-hari setelah menerima Islam, jika mereka memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang Islam (fikih).” (HR Bukhari dan Muslim).

Setiap manusia memiliki bakat dan keterampilan yang unik. Nabi Muhammad SAW menyadari fakta itu dan memotivasi orang-orang sejak mereka menerima Islam. Kisah Khalid dan ʻAmr ibn Al-ʻAs. Dua legenda sejarah Muslim, Khalid ibn Al-Waleed dan ʻAmr ibn Al-ʻAs, memeluk Islam pada hari yang sama dan memberikan dorongan besar pada syariat Islam ini.

Khalid memimpin pasukan Muslim untuk menaklukkan Iraq, Persia (Iran), Armenia dan Syam (Suriah dan Lebanon). ʻAmr ibn Al-ʻAs adalah orang yang menyebarkan Islam di Palestina dan Mesir.

Bayangkan dampak besar yang diberikan kedua orang ini kepada Islam. Berapa banyak orang yang mengetahui Islam dan kemudian berkontribusi padanya dan untuk kemanusiaan melalui mereka. Semua itu dipengaruhi oleh orang insaf baru atau mualaf baru.

Menarik untuk dicatat keduanya berperang melawan Nabi Muhammad SAW dan Muslim dengan sengit di masa-masa awal mereka. Keduanya memiliki darah Muslim di tangan mereka, terutama Khalid ibn Al-Waleed yang menjadi alasan utama di balik kekalahan kaum Muslimin dalam pertempuran Uhud.

Bagaimana Nabi Muhammad SAW menghadapi mereka? Terlepas dari semua itu, lihat bagaimana Nabi menyambut dua tambahan baru dalam keluarga Muslim.

"Ya Allah, dia (Khalid) adalah salah satu pedang kamu, jadi dukunglah dia,” doa Nabi. Sejak saat itu, Khalid biasa disebut pedang Allah.

"Semua orang menjadi Muslim, tetapi untuk ʻAmr ibn Al-ʻAs dia menjadi seorang mukmin.” Menunjukkan bahwa dia segera masuk ke dalam peringkat keimanan yang lebih tinggi daripada Muslim baru lainnya. Hadis ini dilaporkan oleh At-Termizi dan diberi peringkat sebagai hadis hasan.

Khalid adalah pemimpin tentara Muslim dalam banyak pertempuran, tanpa menjadi perhatian para sahabat yang tahu lebih banyak Alquran daripada dia dan memeluk Islam bertahun-tahun sebelumnya.

Biografi Nabi Muhammad SAW memberi tahu kita tentang beberapa pertempuran di mana Khalid mengambil keputusan yang salah, karena kurangnya pengetahuannya. Ini tidak mendiskreditkan dia atau membiarkan Nabi membayangi bakat dan potensi kontribusinya bagi Muslim.

 

2. Memberi mereka perhatian khusus

ʻAmr ibn Al-ʻAs kagum dengan perhatian khusus yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepadanya. Dia benar-benar berpikir Nabi mencintainya lebih dari sahabat lainnya. 

Suatu hari dia mengajukan pertanyaan langsung kepada Nabi: "Ya Nabi Allah, siapakah orang yang paling kamu cintai?"

Nabi SAW berkata: "Aisyah (istri Nabi).”

‘Amr Ibn Al-‘As: “Dari laki-laki?.”

Nabi SAW berkata: “Abu Bakr As-Siddiq.”

‘Amr Ibn Al-‘As: “Lalu siapa?”

Nabi SAW berkata: “Kemudian Umar.”

ʻAmr mengatakan: "Setelah itu, Nabi mulai membuat daftar nama dan nama orang, dan ini membuatku tetap diam, takut dia akan menempatkanku di akhir daftar.” (HR Bukhari).

Rasulullah SAW memiliki efek lembut ini pada semua orang di sekitarnya, terutama para pendatang baru Islam yang membuat 'Amr dengan serius berpikir bahwa dia adalah sahabat terbaik di mata Nabi.

 

3. Misi dakwah sejak hari pertama

Beberapa sahabat ditugaskan untuk mendakwahkan Islam sejak hari pertama memeluk Islam. Mereka diberi kursus dakwah untuk tujuan itu.

At-Tufail ibn ʻAmr Ad-Dawsi menerima Islam di hari-hari awal Makah, dan segera kembali ke sukunya untuk menyampaikan pesan kebenaran. Dia memiliki cara yang sulit dalam dakwah Islam. 

“Kamu mengikuti Islam atau saya tidak akan pernah berbicara dengan kamu lagi,” kata dia ke orang-orang.

Meskipun metode ini mungkin tidak berfungsi sekarang di pusat kota Manhattan atau Paris. Tampaknya metode ini berhasil untuk beberapa anggota sukunya, tetapi tidak untuk mereka semua.

Dia kembali kepada Nabi Muhammad SAW (secara harfiah ini adalah pertemuan keduanya dengan Rasulullah setelah menerima Islam). Kemudian mengeluh tentang umatnya. 

Nabi berdoa untuk Daws (sukunya) dan mengatakan kepadanya: “Kembalilah ke orang-orangmu, panggil mereka kepada Allah dan bersabarlah dengan mereka.” (Ibn Ishaq).

 

4. Perubahan bertahap dalam perilaku masyarakat

Orang-orang mungkin menerima gagasan untuk tunduk kepada satu Tuhan, tetapi mereka mungkin memiliki masalah dalam beberapa perintah seperti jilbab, puasa di sepanjang Ramadhan, dan lain-lain. Suku Thaqif setuju memeluk Islam tetapi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW: “Kami tidak akan memberikan sedekah apa pun, dan kami tidak akan berperang di jalan Allah (jihad).”

Nabi menerima itu dari mereka, dan dia memberi tahu temannya: “Mereka akan (dengan sukarela) membayar sedekah dan melakukan jihad ketika mereka memeluk Islam.” (Abu Dawud dan disahkan oleh Al-Albani).

Sekali lagi, kami mencatat kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengenali kelemahan orang-orang dan menanganinya berdasarkan itu. Sahabat lain memiliki tuntutan tertentu, seperti sholat dengan sujud tetapi tanpa rukuk (Ibn Rajab, Jami` Al-ʻUlum Wal-Hikam). Sementara yang lainnya meminta izin untuk sholat hanya dua kali sehari, bukan lima.

Di sini sangat penting untuk dicatat bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menyesuaikan ajaran agama untuk individu-individu tersebut. Dia menganggap itu sebagai tahap perkenalan bagi orang tertentu dalam perjalanan baru mereka dalam Islam.

Pengecualian semacam itu tidak diberikan selama khutbah Jumat misalnya, dan tidak diajarkan serta disebarkan oleh rekan lainnya. Semua kejadian itu dan lainnya mengajari kita harus memiliki kebijaksanaan dalam mengundang orang-orang ke jalan Allah yang agung ini.

Terkadang dan dalam situasi tertentu dengan orang-orang tertentu, menaikkan standar dan menantang orang akan menghasilkan yang terbaik dari mereka. Di kesempatan lain, kita harus memahami kelemahan manusia dan memberi orang rencana bertahap. Tentu saja tanpa mengorbankan dasar dan esensi syariat Islam.

 

https://aboutislam.net/shariah/prophet-muhammad/a-mercy-for-all/prophet-treated-new-muslims/

 
Berita Terpopuler