Kisah Nabi Muhammad SAW: Renovasi Ka’bah dan Wahyu Pertama

Pernikahan Muhammad dan Khadijah digelar dua bulan setelah Muhammad pulang dari Syam

Nabi Muhammad SAW (7), Renovasi Ka’bah dan Wahyu Pertama | Suara Muhammadiyah
Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah) Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)

Oleh: Yunahar Ilyas

Pernikahan Muhammad dan Khadijah digelar dua bulan setelah Muhammad pulang dari Syam. Akad nikahnya dihadiri oleh Banu Hasyim dan para pembesar Bani Mudhar,dengan mahar 20 ekor onta muda. Khadijah adalah perempuan pertama yang dinikahi Muhammad dan beliau tidak pernah menikah lagi dengan perempuan lain kecuali setelah Khadijah meninggal dunia.

Semua putera-puteri Nabi SAW dilahirkan oleh Khadijah, kecuali Ibrahim yang dilahirkan oleh Maria al-Qibthiyyah. Putera pertama adalah Qasim, sehingga beliau dipanggil Abu Qasim. Qasim meninggal waktu masih kecil. Setelah Qasim berturut-turut puteri yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Kemudian anak laki-laki lagi bernama Abdullah, juga meninggal waktu kecil. Kecuali Fathimah yang meninggal 6 bulan setelah Nabi meninggal, puteri-puteri beliau yang lain meninggal ketika Nabi Muhammad masih hidup. (Ar-Rahiq al-Makhtum, hlm. 73.)

Ketika Muhammad berumur 35 tahun rang-orang Quraisy merenovasi Ka’bah. Renovasi harus dilakukan untuk menjaga kelestarian Ka’bah yang sudah sangat tua umurnya semenjak zaman Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail ‘alaihimas salam. Setelah banjir besar yang melanda Mekkah sehingga menggenangi Masjid Haram, orang-orang Qurasy khawatir sewaktu-waktu Ka’bah bisa roboh, oleh sebab itu bangunannya harus diganti dengan yang lebih kokoh. Maka bangunan lama setinggi 4,5 meter tanpa atap dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru yang lebih tinggi. Tinggi bangunan baru mencapai lebih kurang 11 meter. Pintu Ka’bah ditinggikan dua meter agar tidak mudah dimasuki kecuali oleh orang-orang tertentu yang diperbolehkan. Pintu Ka’bah yang tadinya dua ditutup satu, sehingga tersisa satu saja.

Para pemuka Qurasy sudah sepakat hanya menggunakan uang yang baik saja untuk membiayai renovasi Ka’bah. Uang hasil kezaliman dan hasil jual beli riba tidak boleh dipakai untuk mendanai renovasi Ka’bah.  Ternyata mereka kesulitan untuk mengumpulkan batu bata untuk membangun kembali seluas bangunan asli. Oleh sebab itu bagian utara, lebih kurang 6 hasta hanya dibangun rendah saja setinggi pinggang orang dewasa yang kemudian disebut Hijir Ismail. Sehingga Hijir Ismail itu termasuk bagian dari Ka’bah.

Tatkala akan meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku mengklaim lebih berhak dari suku yang lain untuk meletakkannya. Perselisihan berlangsung empat sampai lima hari. Hampir saja perselisihan itu menimbulkan pertumbahan darah di tanah suci. Untunglah ada usul dari Abu Umayah ibnul Mughirah al-Makhzumi untuk mengatasi perselisihan itu. Yang diberi kepercayaan meletakkan batu mulia itu adalah orang yang pertama-tama memasuki masjid. Ternyata yang pertama memasuki Masjid adalah Muhammad. Mengetahui Muhammad yang mereka juluki al-Amin yang akan meletakkannya mereka semua setuju. Maka Muhammad meminta dibentangkan sehelai kain. Ditaruhnya Hajar Aswad ke atas kain itu, lalu dia minta perwakilan semua suku untuk memegang bersama-sama ujung kain dan menggotong Hajar Aswad ke dekat tempatnya. Setelah itu Muhammad mengambil Hajar Aswad dan meletakkan kembali ke tempatnya semula. Dengan cara yang bijaksana itu, semua suku merasa puas karena tidak ada yang diperlakukan lebih dari yang lainnya.

Bangunan Ka’bah seperti itu tidak pernah dirobah lagi. Setelah Fathu Makkah, Nabi pernah menyatakan kepada ‘Aisyah, wahai Aisyah dulu kaummu kekurangan batu bata sehingga sebagian bangunannya tidak ditinggikan. Kalau aku tidak ingin dikatakan mereka merobah bentuk Ka’bah, tentu aku akan bangun kembali seperti semula. Berdasarkan itu pemerintahan manapun yang berkuasa, tidak pernah meninggikan kembali Hijir Ismail seperi semula. Cuma diingatkan bagi yang thawaf tidak boleh mengelilingi Ka’bah dari dalam Hijir Ismail, harus dari luarnya. Karena kalau dari dalam dianggap tidak cukup satu putaran.

 

Mulai tiga tahun menjelang beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Muhammad setiap bulan Ramadhan, selama sebulan penuh mengasingkan diri di gua Hira’ di atas Jabal Nur. Dalam bahasa Arab disebut dengan istilah tahannuts. Beliau  tidak pernah suka melihat kemusyrikan yang dilakukan oleh kaumnya. Oleh sebab itu beliau tidak pernah mengikutinya. Begitu juga beliau sangat gelisah melihat ketidak adilan sertta kezaliman yang dilakukan oleh para pembesar dan penguasa Mekkah. Tapi beliau tidak bisa dan tidak tahu mau berbuat apa. Oleh sebab itu beliau lebih banyak menghindar. Untuk menenangkan diri dan merenung beliau menyepi di atas Jabal Nur, disebuah gua yang tidak besar. Hanya cukup untuk duduk seorang diri. Sebagai perbekalan beliau membawa roti dan air minum. Kalau perbekalan habis beliau pulang ke rumah mengambil bekal yang baru atau Khadijah mengirim utusan menganarkan sampai kaki bukit. Jarak dari rumah beliau ke Jabal Nur tersebut lebih kurang 6 km.

Sampai suatu malam Allah SWT mengutus Jibril menyampaikan wahyu pertama kepada Muhammad. Rasulullah SAW sendiri bercerita: “Pada malam itu Jibril datang mendekapku sampai aku kepayahan. Kemudian melepaskanku dan berkata: “Bacalah.” Aku menjawab aku tidak bisa membaca. Jibril kembali mendekapku sampai aku  kepayahan, Kemudian melepaskanku dan berkata: ‘Bacalah.” Aku menjawab aku tidak bisa membaca. Jibril kembali mendekapku untuk yang ketiga kalinya  sampai aku  kepayahan, Kemudian melepaskanku dan berkata:

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS.Al-‘Alaq 96:1-5)

Nabi Muhammad pulang membawa wahyu dengan penuh ketakutan. Badannya menggigil. Sampai di rumah Khadijah Nabi minta diselimuti. Zammiluni…zammiluni pinta beliau. Lalu Khadijah menyelimuti beliau dan membiarkan beliau istirahat sambil menenangkan diri. Setelah agak tenang barulah Muhammad bercerita kepada isterinya apa yang baru saja dialaminya. Khadijah kemudian memawa Nabi Muhammad SAW menemui saudara sepupunya Waraqah ibn Naufal. Sepupu Khadijah ini seorang Nasrani yang taat,  mampu menulis Taurat dan Injil dalam bahasa Ibrani. Orangnya sudah tua dan buta. Setelah Waraqah mendengarkan apa yang dialami oleh Muhammad, dia bekata: ?Ini adalah Namus (maksudnya Jibril) yang pernah turun kepada Musa AS. Ah, andai saja aku masih muda saat itu nanti. Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu”, Spontan Muhammad bertanya: “Apakah kaumku akan mengusirku?” Waraqah menjawab: “Ya, tidaklah seseorang membawa seperti yang kau bawa, kecuali pasti akan dimusuhi. Andai aku masih hidup saat aku diutus, aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh.” Namun, sampai Waraqah meninggal, tidak ada wahyu yang turun. (bersambung)

Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2018

 
Berita Terpopuler