6 Muslimah Ini Ungkapkan Pandangan tentang Hijab dan Fashion

Halima Aden ini menjadi inspirasi dan pelajaran bagi muslimah

EPA
Model berhijab Halima Aden
Rep: Kiki Sakinah Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Nama Halima Aden mungkin tidak asing lagi di industri fashion dan model Amerika. Aden menjadi tonggak sejarah yang mematahkan penghalang bagi gadis Muslim kulit hitam untuk mengambil ruang dalam dunia mode. Muslimah berhijab itu dikenal karena menjadi wanita Somalia-Amerika pertama yang berkompetisi dan menjadi semi-finalis dalam kontes kecantikan Miss Minnesota USA.

Sejak itu, ia dikontrak menjadi seorang model. Aden merupakan Muslimah berhijab pertama yang muncul di sampul majalah Vogue Inggris dan merupakan bagian dari sampul hijabi grup pertama Vogue Arabia. Ia juga merupakan model pertama yang mengenakan hijab dan burkini dalam edisi pakaian renang Sports Illustrated.

Namun, pada November lalu, wanita kelahiran 1997 itu memutuskan untuk berhenti menjadi model. Ia meninggalkan dunia permodelan demi tetap bisa memegang teguh nilai-nilai Islam, terutama soal hijabnya.

Pasalnya, selama menjadi model minoritas, ia kerap merasa tertekan. Aden mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya melalui serangkaian unggahan di Instastory. Aden mengungkapkan momen-momen baik dan buruk dalam karirnya di dunia model selama tiga tahun terakhir.

Aden mengungkapkan, ia kerap melewatkan sholat, mengenakan pakaian yang tidak nyaman, dan menata jilbab dengan cara yang tidak benar. Mulai dari diminta mengenakan jeans sebagai hijab tanpa scarf, hingga saat ditata dengan jilbab bertahtakan kristal. Pada suatu kesempatan, ia merasa tidak pakaiannya tidak sesuai dengan nilai Islam saat ia melakukan pemotretan jilbab denim American Eagle.

Aden mengaku ia merasa seolah-olah tidak jujur pada dirinya sendiri. "Saya sangat putus asa saat itu untuk 'representasi' apa pun, sehingga saya kehilangan sentuhan dengan siapa saya," tulis Aden dalam satu unggahan.

Kisah perjalanan Halima Aden ini menjadi inspirasi dan pelajaran bagi sejumlah blogger Muslimah kulit hitam. Mereka mengungkapkan pandangan mereka tentang pengalaman Halima Aden, pentingnya inklusi, dan perjalanan mereka sendiri dengan hijab dan kesopanan.

Berikut enam Muslimah dengan cerita tentang hijab, fashion dan keyakinan mereka, dilansir di Dazed Digital, Kamis (10/12):


1. Hiqab Farah dari London
Farah (24) mengungkapkan pandangannya tentang Halima Aden. Ia mengatakan merasa bangga pada Aden karena bersikap jujur tentang pengalamannya dan tekanan unik yang dia hadapi. Pasalnya, Aden mau terbuka tentang topik yang dianggap sangat pribadi. Menurutnya, keputusan Halima untuk meninggalkan industri yang dirasa mengganggu kedamaian dan hubungannya dengan keyakinannya adalah sesuatu yang harus dihormati sepenuhnya.

Meskipun, hal itu mengundang pertanyaan, tentang mengapa Halimah merasa seolah-olah dia harus meninggalkan industri mode sepenuhnya? Mudahkan industri fashion untuk wanita berhijab dan sebagainya?

Dalam pandangan Farah, ia tidak pernah ingin pekerjaannya membahayakan nilai-nilai keyakinannya. Percakapan Halima itu menurutnya membuatnya berpikir sejenak untuk mengakui dan menerima bahwa memakai jilbab bukanlah yang mudah untuk dilakukan. Di samping, adanya Islamofobia yang menjadi hal yang tidak bisa diabaikan dengan mudah.

"Seperti Halima, saya merasa terikat dalam lingkaran teman-teman Kulit Hitam, Muslim, dan POC saya yang berasal dari budaya yang sama dan saya bisa menjadi diri sendiri. Sangat penting bagi saya memiliki kelompok ini untuk menjaga iman saya tetap kuat dan semangat tinggi, terutama pada saat-saat di mana saya mungkin merasa sangat tidak seimbang. Di atas segalanya, saya merasa tersentuh oleh Halima dan mendukungnya dengan sepenuh hati," kata Farah.

2. Fatima Ahmed dari Preston
"Kisah Halima bergema dengna saya dan memicu refleksi pribadi saya. Kejujuran dan akuntabilitasnya menginspirasi saya untuk mengungkapkan tingkat kejujuran yang sama dengan para pengikut saya sendiri tentang perjalanan saya dengan kesopanan dan bertanggung jawab atas kesalahan saya," ungkap Fatima.

Fatima (22) berpikir untuk selalu transparan dengan para followernya di media sosial ke depan. Ia sendiri menyukai kecantikan dan fashion sejak usia muda. Di masa mudanya, ia merasakan tekanan untuk mengikuti apa yang dianggap cantik dan modis oleh masyarakat Barat.

Namun ketika tren fesyen sopan atau sedernaha datang, ia merasa akhirnya bisa menjembatani keterputusan antara fesyen dan keyakinannya. Namun, menurutnya, tren itu diciptakan hanya agar mereka berpakaian cukup sopan agar sesuai dengan cita-cita Barat dan memberi mereka 'representasi'. Namun, ia mengaku tidak membutuhkan representasi, melainkan normalitas. Baginya, kesederhanaan atau kesopanan bukanlah tren, terkadang itu merupakan preferensi pribadi dan terkadang bagian dari keyakinan agama.

Setelah membaca cerita Halima, Fatima merenungkan tentang hijab dan perjalanan modisnya sendiri. Fatima sendiri telah mengenakan hijab sejak usia 11 tahun, dan ia memakainya karena ia menyukai makna di baliknya dan memungkinkan orang lain mengenalnya sebagai Muslim. Sebagai seorang Muslim kulit hitam, ia menegaskan dirinya akan selalu memakai hijab.

"Sebagai seorang model, kisah Halima semakin menghantam saya karena ada saat-saat di awal karir saya di mana saya tidak sesopan yang seharusnya. Saya tidak memahami pengaruh citra saya terhadap orang lain karena saya hanya menjadi model paruh waktu saat menyelesaikan kuliah," ujarnya.


3. Amaal Ali dari Bristol
Wanita berusia 22 tahun ini merasa Halima sangat menginspirasi karena jilbabnya. Ia mengatakan, industri pemodelan dan fesyen membuktikan berkali-kali bahwa itu telah ditutup-tutupi, dan lebih banyak pekerjaan perlu dilakukan agar benar-benar inklusif. Persyaratan untuk model berhijab bahkan sangat tipis dan memiliki fitur dan warna kulit tertentu. Gerakan tersebut menjadi progresif, tetapi komentar Halima menyoroti bahwa mereka yang berada di latar belakang industri ini masih belum beragam dan terus melakukan kesalahan.

"Bagi saya, saya tidak memakai hijab sebanyak itu lagi, tetapi saya mencoba dan mempraktikkan agama di mana saya bisa. Kesopanan tidak sekaku yang diyakini orang-orang, ada berbagai jenis kesopanan dan tidak selalu harus menyertakan penutup rambut. Saya tetap menutupi dan berpakaian sopan meskipun saya tidak selalu menutupi rambut saya," kata Amaal Ali.

4. Billy Marsal dari Briston
Muslimah berusia 19 tahun ini mengatakan bahwa setiap orang memiliki batasan dan ia merasa Halima menetapkan batasannya sendiri dengan jelas. Melihat Halima secara terbuka memutuskan untuk mundur dari model, membuat Marsal merenung sendiri. Ia mengatakan, batasannya ialah bahwa ia menghormati keimanannya dengan tidak menunjukkan kulit dan rambutnya.

"Tekanan dan kompromi untuk berintegrasi ke dalam industri (fashion) adalah hal yang sangat nyata. Dan komentar Halima adalah pengingat tentang apa yang dapat dilakukan oleh tekanan industri terhadap Anda dan betapa pentingnya untuk selalu mencoba dan berpegang pada apa yang Anda rasa nyaman dan ingin Anda lakukan," ujarnya.

5. Nas dari Conventry
Muslimah berusia 23 tahun ini mengatakan, bahwa komentar Halima tidak hanya mengejutkan, tetapi juga sangat berwawasan. Ia tidak berpikir Halima akan mengungkapkan pengalamannya, karena ia telah masuk jauh dalam industri mode dan membuka jalan bagi banyak wanita Somalia dan Muslimah berjilbab. Namun, Nas juga mengapresiasi keputusan Halima.

Ia mengungkapkan, langkah Halima membuatnya berpikir tentang bagaimana ia memakai hijab dan seberapa besar industri fashion barat mempengaruhi pandangannya tentang kesopanan.

Sebagai seseorang yang mengunggah konten mode dengan hijab, ia terkadang mengubah penampilannya dari yang biasanya ia kenakan. Namun,ia juga mempertanyakan dirinya sendiri tentang apa niatnya.

"Komentar Halima membuat saya semakin teguh dalam hubungan saya dengan hijab. Dan ketika saya telah bekerja dengan merek non-Muslim, sekarang telah membuat saya menyadari bahwa sebagian besar waktu Anda melakukan apa yang mereka inginkan dan itu dapat membahayakan batasan Anda sendiri. Halima mengingatkan saya bahwa tidak ada gunanya mengorbankan identitas dan keyakinan saya sendiri," katanya.

6. Hannah Syeed dari London
Muslimah berusia 23 tahun ini mengungkapkan, apa yang terjadi pada Halima terjadi dengan banyak pekerjaan lainnya. Dalam hal permodelan, ia belum ditempatkan di rumah di mana keyakinannya bertentangan. Pasalnya, agen modelnya sangat menghormati batasan keyakinannya.

Sementara itu, keluarganya sendiri tidak begitu mengerti tentang permodelan yang sopan atau sederhana. Mereka mengira semuanya homogen dan bahwa permodelan sopan itu tidak ada. Menurutnya, ada tekanan sebagai model Muslimah tetapi kemudian diminta mengenakan pakaian ketat, meski itu menutupi kulit tubuh.

"Saya memakai pakaian kebesaran karena unsur kesopanan, tetapi menurut saya tidak dipahami secara luas bahwa penutup tidak selalu harus berupa gaun panjang, seperti yang diyakini. Saya merasa dari sinilah asal pemutusan hubungan dengan industri itu. Ini bukan hanya tentang pakaian yang menutupi kulit Anda, tetapi pakaian yang menutupi Anda dengan sopan," kata Hannah Syeed.

 
Berita Terpopuler