Dua Ciri Utama Umat Islam

Alquran menyebut dua ciri utama umat Islam sekaligus faktor utama keunggulannya.

Antara/Wahyu Putro A
Cendekiawan muslim Quraish Shihab menyampaikan paparan pada pembukaan Forum Titik Temu di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Rep: Meiliza Laveda Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Islam tidak mengenal umat hanya sebagai kumpulan manusia. Umat adalah kumpulan manusia dengan nilai-nilai yang mereka anut dan berusaha mewujudkannya dalam kehidupan bersama mereka. Persatuan dari anggota umat itu yang melahirkan kekuatan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda, “Umatku tidak akan berhimpun dalam kesesatan,” (HR Abu Dawud).

Dijelaskan dalam buku Islam yang Saya Pahami oleh Prof. Quraish Shihab, Alquran menyebut dua ciri utama umat Islam sekaligus faktor utama keunggulannya. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 110 :

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma'rụfi wa tan-hauna 'anil-mungkari wa tu`minụna billāh, walau āmana ahlul-kitābi lakāna khairal lahum, min-humul-mu`minụna wa akṡaruhumul-fāsiqụn.  

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.

Iman yang menghiasi jiwa seseorang atau masyarakat akan membuat hidup mereka tegar melewati apa pun. Iman pula yang membantu mereka kukuh dalam berjuang. Mereka percaya, perjalanan hidup manusia tidak berakhir di dunia, tapi berlanjut sampai ke akhirat. Keimanan mendorong mereka untuk berlaku adil dan menegakkan keadilan kepada semua pihak, termasuk musuh. Alquran telah mengingat yang tercantum pada surat Al-Maidah ayat 8 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ qawwāmīna lillāhi syuhadā`a bil-qisṭi wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin 'alā allā ta'dilụ, i'dilụ, huwa aqrabu lit-taqwā wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta'malụn.

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Pada konteks hubungan antar sesama Muslum, yang diharapkan dai setiap anggota masyarakat Muslim adalah sesuatu yang melebihi keadilan. Sebab, keadilan adalah sikap tengah antara benci dan cinta, karena itu terhadap lawan yang dibenci pun sebaiknya diberikan keadilan. Jika yang melebihi keadilan tidak dapat tercapat, minimal keadilan di hadapan hukum dan keadilan dalam perolehan kebutuhan hidup. Ini yang diterapkan oleh Sayyidina Umar r.a. dalam kehidupan bermasyarakat. Ada keragaman tingkat sosial maupun profesi mereka. Dalam hal ini, keadilan adalah kerja sama untuk menjaga keseimbangan mereka, bukan menjadi permusuhan.

Firman Allah dalam surat Al-Fatih ayat 29 berbunyi :

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ࣖ

Muḥammadur rasụlullāh, wallażīna ma'ahū asyiddā`u 'alal-kuffāri ruḥamā`u bainahum tarāhum rukka'an sujjaday yabtagụna faḍlam minallāhi wa riḍwānan sīmāhum fī wujụhihim min aṡaris-sujụd, żālika maṡaluhum fit-taurāti wa maṡaluhum fil-injīl, kazar'in akhraja syaṭ`ahụ fa āzarahụ fastaglaẓa fastawā 'alā sụqihī yu'jibuz-zurrā'a liyagīẓa bihimul-kuffār, wa'adallāhullażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti min-hum magfirataw wa ajran 'aẓīmā.

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.

Ayat di atas menggambarkan umat Islam sebagai orang-orang yang bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yakni siapa pun yang durhaka kepada Allah dan Rasul, tetapi berkasih sayang antar mereka. Masyarakat Islam dilukiskan sebagai masyarakat yang giat bekerja dan mereka terus tumbuh berkembang.


Ciri utama kedua ajaran Islam menyangkut masyarakat adalah amar makruf dan nahi mungkar. Makruf yaitu segala nilai yang dianggap baik oleh satu masyarakat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Alquran dan sunnah. Sedangkan mungkar adalah sebaliknya. Makruf dan mungkar bisa beragam dan berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain, bahkan antara satu masyarakat pada waktu yang berbeda.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, antara lain apa yang dilarang itu disepakati oleh ulama atau paling tidak mayoritas mereka menilainya terlarang. Termasuk dampak pelarangannya tidak lebih buruk daripada apa yang dilarang. Selain itu, juga harus dipertimbangkan kondisi pelaku amar makruf dan nahi mungkar. Quraish Shihab mengatakan jangan sampai menghambat yang melarang melaksanakan tugasnya pada hari-hari nanti.

Keimanan kepada Allah dan amar makruf nahi mungar mengandung makna, masyarakat mempunyai misi yang harus mereka laksanakan. Tanpa melaksanakannya, tidak wajar mereka menyandang nama “umat atau masyarakat Islam.”

 
Berita Terpopuler