Rusia Modifikasi Pertahanan Udara S-400 dan S-300

Modifikasi S-400 dan S-300 membuatnya dapat digunakan untuk berbagai jenis rudal

EPA
Sistem misil S-400 milik Rusia. Modifikasi S-400 dan S-300 membuatnya dapat digunakan untuk berbagai jenis rudal. Ilustrasi.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia telah memutuskan untuk memodifikasi sistem pertahanan udara S-400 Triumph dan S-300. Saat ini, kedua armada itu hanya dapat dilengkapi dengan satu jenis rudal.

Menurut laporan surat kabar Izvestia, dengan proses modifikasi maka S-400 dan S-300 akan dapat mencapai target secara bersamaan dengan beberapa jenis rudal baik rudal jarak jauh maupun pendek dan rudal dengan kemampuan manuver tinggi. Pemilihan amunisi pun akan didasarkan pada situasi taktis.

"Sistem yang ditingkatkan secara radikal akan meningkatkan kemampuan pertahanan udara domestik dan akan memungkinkan penciptaan pertahanan eselon untuk mengalahkan target apa pun," ujar laporan Izvestia.

S-300 dan S-400 adalah sistem Surface to Air Missile (SAM) paling mematikan dan dirancang untuk beroperasi dalam integrasi. Keduanya berfungsi bersama untuk meningkatkan efektivitas sebagai bagian dari Sistem Pertahanan Udara terintegrasi (IADS) yang jauh lebih luas.

IADS terdiri dari lapisan SAM, mulai dari rudal jarak sangat pendek hingga rudal jarak sangat jauh untuk meningkatkan pertahanan Rusia. Ini juga menggabungkan berbagai radar dan sensor untuk mendeteksi berbagai jenis target musuh.

Mantan wakil komandan Persemakmuran Bersama Sistem Pertahanan Udara Negara-negara Merdeka, Letnan Jenderal (purnawirawan) Aytech Bizhev, menyatakan menggabungkan rudal yang berbeda dari satu peluncur akan menghasilkan penggunaan rudal yang lebih rasional. “Sistem seperti itu diperlukan agar amunisi tidak terbuang percuma pada target yang kurang penting,” ujarnya.

Bizhev menjelaskan keputusan untuk menggunakan satu atau jenis rudal lain dibuat tergantung pada jangkauan dan kelas target udara. "Mengapa menggunakan amunisi jarak jauh pada jarak 50 kilometer ketika target dapat ditembak jatuh dengan rudal jarak dekat?" ujarnya.

Sistem pertahanan udara S-300 dan S-400 Rusia akan mendapatkan dorongan besar-besaran dengan kemampuan untuk membawa lebih dari satu jenis rudal. Kondisi ini memungkinkan sistem pertahanan udara paling canggih di negara itu mendapatkan keuntungan besar melawan musuh.

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Menurut kantor berita milik Rusia Sputnik, pertahanan udara Rusia saat ini telah dilengkapi dengan setidaknya 125 batalion S-300 dengan total sekitar 1.500 peluncur dan 69 batalion S-400 dengan 552 peluncur. Mantan kepala pasukan rudal anti-pesawat Angkatan Udara Rusia, Alexander Gorkov, mengatakan dengan kompleks yang dimodernisasi bahkan satu batalion anti-pesawat S-300PM atau S-400 akan dapat membangun pertahanan udara.

"Kelompok pertahanan udara, termasuk pasukan rudal anti-pesawat, melakukan tugas ganda: menutupi objek dan melindungi dirinya sendiri," kata Gorkov.

S-300 mulai beroperasi pada 1978 dan menawarkan keserbagunaan dan akurasi. Pada 2018, Kementerian Pertahanan mengumumkan adopsi rudal jarak jauh baru 40N6. S-400, yang mulai beroperasi pada 2007, mampu mendeteksi dan menghancurkan pesawat dan rudal jelajah dan balistik serta mampu menghilangkan instalasi di darat.

“Untuk ini, dibutuhkan jenis rudal yang berbeda. Jika unit menerima amunisi jarak menengah, yang dapat ditempatkan beberapa kali lebih banyak, maka unit tersebut akan dapat menyelesaikan berbagai tugas," ujar Gorkov.

Sedangkan S-400 bersama dengan S-300 yang dimodifikasi, jangkauannya mencapai 380 kilometer dan ketinggian 35 kilometer. Ini dapat melibatkan target pada jarak hingga 400 kilometer, hingga enam kali kecepatan cahaya, pada ketinggian hingga 30 kilometer bersama dengan memberikan kemampuan siluman.

"Pada awalnya, kompleks tersebut akan menghancurkan target dari jarak jauh hingga 400 kilometer. Kemudian bangun tembakan dengan rudal lain dengan jangkauan 250 kilometer. Dan kekuatan tembakan utama akan terkonsentrasi pada target dengan jarak hingga 150 kilometer," kata Garkov.

 
Berita Terpopuler