Penyebab Majelis Ilmu Justru Bisa Datangkan Murka Allah SWT 

Allah SWT akan memberikan rahmat bagi majelis ilmu dan dzikir.

Republika/Agung Supriyanto
Rasulullah SAW memberikan contoh bagaimana majelis yang beradab. Majelis ilmu ibu-ibu. Ilustrasi
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Suatu tempat akan dilimpahkan rahmat Allah SWT dan dikerumuni para malaikat jika di dalamnya digelar  majelis dzikir dan ilmu. Hal ini seperti yang disampaikan Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Abu Hurairah berikut ini:   

Baca Juga

عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه  قَالَ: قَالَ رَسُول اللَّهِ ﷺ: ومَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ، ويتَدَارسُونَه بيْنَهُم، إِلاَّ نَزَلتْ علَيهم السَّكِينَة، وغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَة، وَحَفَّتْهُم الملائِكَةُ، وذَكَرهُمْ اللَّه فيِمنْ عِنده 

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda. "Tidak berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah maka membaca kitab Allah, saling mengerjakannya sama mereka, kecuali diturunkan kepada mereka sakinah, rahmat menyirami mereka, para malaikat akan mengerumuni mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di sisi-nya." (Muslim dan Abu Dawud). 

Namun, semua itu kata Ibnu Hasan Bisry At-turjani dalam bukunya "Hamba-hamba yang Selamat dari Tipu Daya Musuhnya" tidak akan didapatkannya, malah Allah murka terhadap suatu perkumpulan itu. Kemurkaan Allah datang jika di dalam majelis tersebut tidak mengindahkan lagi adab-adab yang telah disepakati ulama, bahkan jauh dari tuntunan baginda Rasulullah SAW dan para sahabat. 

"Maka sudah dipastikan di dalam majelis tersebut akan terjadi kegaduhan, cercaan satu sama lain, sehingga bukan hidayah yang diperoleh, melainkan murka Allah bersama laknat para malaikat. Karena di majelis itu ada perselisihan, pertengkaran, dan penghinaan sebagaimana majelis kaum musyrikin dan majelisnya para ahli dunia," katanya. 

Suatu perkumpulan yang didalamnya menggelar kajian agama sudah pasti diliputi rahmat dan dinaungi para malaikat, sepanjang majelis tersebut memperhatikan adab-adab yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat Islam.  "Insya Allah majelis itu termasuk majelis yang dibangga-banggakan Allah di majelisnya para malaikat," katanya.

Allah SWT dalam QS Al-Ahzab ayat 58 berfirman:  

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا "Dan orang-orang yang menyakiti laki-laki mukmin dan perempuan perempuan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memiliki kebohongan dan dosa yang nyata."

Dalam hadits riwayat Imam At Tirmidzi Rasulullah SAW bersabda: 

«ليس المؤمنُ بالطَّعَّانِ ولا باللَّعَّانِ. ولا بالفاحشِ ولا بالبذيءِ» "Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencerca, dan tidak pula suka melaknat orang yang berbuat keji dan berkata kotor."  

Dijelaskan dalam surat al-Ahzab ayat 57 Allah berfirman: 

إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan rasulnya Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat; dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan." 

Ibnu Hasan Bisry At-turjani menuturkan, berkaitan dengan ayat di atas dan sebab turunnya, berkenaan dengan Abdullah bin Ubay Bin salul dan pengikutnya, ketika memfitnah Aisyah ra Rasulullah SAW. Kemudian Rasullah berkutbah dan bersabda. "Siapa di antara orang-orang yang menyakitiku dengan jalan mencelaku dan mengumpulkan mereka di rumahnya," ayat ini ( QS Al-Ahzab-57) turun sebagai ancaman terhadap perbuatan keji mereka.

Pernah pula terjadi beberapa orang Yahudi berkata kepada Nabi SAW "Semoga kematian menimpamu wahai Abu qasim!" Maka Aisyah menimpalinya. "Kematian dan kehinaan justru atas dirimu."

Padahal mereka yang lebih layak menerima cercaan mereka sendiri  Meskipun begitu, Nabi SAW berkata kepada Aisyah, "Wahai Aisyah janganlah engkau menjadi orang yang suka berkata keji." 

Itulah akhlak baginda Rasulullah ketika itu beliau tidak pernah terpancing dengan olok-olok orang yang dengki kepadanya. Beliau tidak akan membalas cercaan yang dilontarkan kepadanya, sepanjang masih menyangkut tentang dirinya. "Namun jika berkenaan tentang kebenaran, maka beliau akan membelanya sampai kemenangan berpihak kepadanya," katanya. 

Akan tetapi kata Ibnu Hasan Bisry At-turjani, dewasa ini mencerca orang lain sudah dianggap lumrah, padahal mencerca orang lain bukanlah termasuk kebiasaan orang mukmin seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang hanya karena kesamaran yang tidak tahu ujung pangkalnya. Tidak luput juga yang menjadi sasaran cercaan, yaitu para ulama dan orang-orang terhormat di kalangan mereka. 

Biasanya cercaan terlontar hanya karena prasangka mereka, atau karena menuruti hawa nafsu atau karena taqlid buta dan fanatisme terhadap guru atau karena sebab-sebab lain yang tidak hanya membutakan mata, tetapi juga membutakan mata hati yang ada di dalam dada. "Kalau sudah demikian apa lah jadinya, kebaikan apapun disodorkan bagi orang-orang pendengki tetaplah yang timbul kebencian adanya," katanya.   

Ibnu Hasan Bisry At-turjani mengatakan, oang-orang yang melemparkan tuduhan tuduhan keji dan menghujat para ulama yang mulia serta memvonis para ulama itu sebagai orang-orang yang sesat atau fasik jelas merupakan orang yang tidak memberikan kepada orang lain apa yang disukai dirinya sendiri. ni semua terjadi karena ia sendiri adalah bodoh.

Sebab, kata dia, hujatan dan laknatan yang ia lemparkan itu tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang berilmu, apalagi diucapkan oleh ulama. Perbuatan keji yang serupa itu pastilah dilakukan oleh orang-orang bodoh yang mengaku pintar.  

Itulah rusaknya akal budi, apabila hawa nafsu diperturutkan, maka akan menjadi tunggangan syaitan. Oleh karena itu siapa saja yang memperturutkan hawa nafsu yang senantiasa mengajak kepada kemaksiatan dan kesesatan, niscaya sudah dipastikan ia menjadi gelap mata, sehingga orang semacam itu sudah diperbudak oleh hawa nafsu, bahkan akhirnya dijadikan sesembahannya. 

Maka orang semacam itu, kata Ibnu Hasan Bisry At-turjani, persis seperti yang Allah SWT firmankan dalam QS Al-Jatsiyah ayat 23: 

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

 

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah akan memberi petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat) maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" 

 
Berita Terpopuler