Ayam Kering Istana: Lauk Wajib Wartawan Kepresidenan

Saking keringnya ayam yang jadi lauk, dagingnya menempel ketat ke tulang.

dokumentasi pribadi
Esthi Maharani, jurnalis Republika
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Esthi Maharani

Pada 2012, saya diberikan kesempatan untuk meliput di Istana Presiden dan Wakil Presiden. Ketika ditugaskan di sana, artinya sama dengan dikontrak selama satu tahun penuh untuk meliput kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono sebelum di akhir tahun kontrak diperbarui.

Saya bertugas di Istana selama tiga tahun. Selama itu pula ada banyak cerita. Salah satu yang menurut saya paling legendaris adalah ayam kering istana. Ini adalah konsumsi berbentuk nasi kotak yang disediakan Istana Presiden untuk wartawannya hampir setiap hari. Dalam satu hari pun, bisa 2-3 kali nasi kotak tergantung agenda di Istana Presiden.

Saya merasa sangat senang karena mendapatkan konsumsi di Istana Presiden karena di tempat-tempat sebelumnya, kalau mau makan ya cari sendiri. Terkadang sampai lupa dan malas makan demi berita. Jadi, mendapatkan makanan setiap hari di tempat liputan, bagi saya merupakan hal baru yang sangat mewah.

Jadi, saya perlu sedikit merinci konsumsi yang diberikan Istana Presiden waktu itu. Nasi kotak yang diberikan itu isinya nasi padang.

Nasi kotak datang sekitar pukul 11.00 Wib dan pukul 17.00 Wib. Lauknya sebenarnya kadang bervariasi mulai dari ayam sayur, rendang, dan ayam goreng. Namun, lauk terakhir inilah yang pada akhirnya hampir menjadi lauk tetap dan melegenda. Alasannya sederhana, ayamnya digoreng sangat, sangat, sangat, sangat kering.

Teman-teman wartawan yang sudah lama meliput di istana kadang-kadang ‘sedikit’ mengolok-olok menu yang disediakan itu. Mereka tidak tega melihat bentuk ayam goreng yang ukurannya mini dan daging yang menempel ketat di tulang-tulangnya.

“Ya ampun, gak tega gw liat ayamnya,” katanya seorang teman.

Gw dua tahun makan ayam beginian di sini. Dulu sih masih mending lauknya ganti-ganti. Kenapa sekarang jadi kayak begini yak,” kata yang lain.

“Ayamnya udah diproses berkali-kali ini. Dari disemur, terus dibakar, terus dicuci lagi, terus digoreng. Nah, ini ayam yang lo pada makan. Kira-kira umurnya udah tiga bulan,” kata yang lain dari seberang meja.

Can’t you believe this?!” kata orang yang berbeda lagi sambil menunjukkan bentuk ayam kering.

Gw bawa makanan dari rumah aja deh.”

Gak aku makan ah. Daripada gigi rontok.”

Gak digoreng, gak dibakar, kok ayamnya kering semua sih.

“Gila. Ayamnya nyangkut di kawat gigi gw.

“Ini sih namanya keripik ayam. Eh, bagus juga buat bikin bisnis baru: kripik ayam!” kata temenku sambil memasukan tulang ayam dan mengunyahnya. “Noh, tulangnya aja bisa gw makan."

Seorang kawan yang entah sudah berapa tahun di Istana bercerita bahwa dulu justru sama sekali tidak ada konsumsi untuk wartawan. Sepengetahuan dia, konsumsi wartawan baru diadakan setelah juru bicara kepresidenan dipegang oleh Andi Mallarangeng. Ada anggaran yang disisihkan untuk memberi makan para wartawan.

Ingat lho ya, waktu tahun 2012 itu belum ada Go Food atau Grab Food. Kalau mau delivery, ya masa tiap hari. Gaji wartawan sepertinya tidak akan kuat. Lagi pula jarak pintu masuk dari Kementerian Sekretariat Negara ke ruang wartawan itu cukup jauh dan ‘menakutkan’ bagi orang luar karena penjagaannya yang ketat.

Kantin pun sangat kecil dan nyempil di kawasan Wisma Negara yang jaraknya lumayan jauh juga dari ruang wartawan atau jalur lalu lintas menteri dan presiden. Kalau mau masuk ke sana harus melewati paspampres dan metal detector. Belum lagi jam operasional kantin yang sangat singkat daripada kerja wartawan yang bisa sampai tengah malam.

Nasi kotak ini bisa dibilang punya hubungan pahit-manis dengan wartawan istana. Tak jarang, nasi kotak isi ayam kering itu hanya datang satu kali sedangkan acara di istana sampai malam. Akhirnya, mengais kotak-kotak yang masih berisi dan layak di makan.

Tak jarang juga, nasi kotak itu masih tersisa banyak karena tak lagi di makan oleh penghuninya. Terkadang keberadaan nasi kotak ini dipuji karena menjadi penyelamat dan pemadam kelaparan. Tapi terkadang juga dicaci maki karena bosan luar biasa dengan menu yang sama setiap hari.

Bagi saya sendiri: menu yang sama selama tiga tahun berturut-turut. Bayangkan berapa banyak ayam kering yang saya konsumsi? Sampai-sampai, kalau makan di luar, saya menolak nasi padang. Bahkan setelah purna tugas dari Istana Presiden pada 2014, saya benar-benar puasa nasi padang selama kurang lebih tiga tahun. Sama sekali tidak tertarik.

Pernah suatu kali, wartawan istana geser area liputan ke Lanud Halim Perdana Kusuma. Saya lupa detailnya ada acara apa. Ketika siang menjelang sore, beberapa petugas tergopoh-gopoh membawa banyak sekali nasi kotak.

Kami, para wartawan istana sumringah karena mendapatkan makan siang dari tempat lain di saat perut sedang lapar-laparnya. Tetapi, wajah kami berubah kecut ketika membuka kotak nasi. Yang terlihat adalah menu serupa seperti di Istana Presiden.

Ya betul, nasi kotak istana menu nasi padang dengan lauk ayam kering dibawa jauh-jauh dari Istana Presiden ke ruang Suma 3 Lanud Halim Perdana Kusuma.

Kami pun memilih balik kanan saja.

 
Berita Terpopuler