KPU: Early Voting di Pilkada tak Diatur UU

Usulan bermunculan selama pandemi, tetapi KPU hanya bisa atur yang diatur UU Pilkada.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Komisioner KPU I Dewa Kadek Wiarsa Raka Sandi
Rep: Mimi Kartika  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, pemilihan pendahuluan (early voting) atau pemungutan suara lebih awal dari jadwal yang ditetapkan tak bisa dilaksanakan dalam pilkada. Sebab, Undang-Undang tentang Pilkada saat ini menyebutkan, pemungutan suara dilakukan serentak dalam satu hari.

Baca Juga

"Jadi tidak memungkinkan bisa dilakasankan sekarang. Karena dalam undang-undang pilkada itu sudah jelas diatur pemungutan dan penghitungan suara dilakukan pada hari yang sama," ujar Raka dalam diskusi daring, Rabu (23/9).

Ia mengatakan, jika ingin menambah jam atau hari penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara harus mengubah UU Pilkada. Termasuk juga penerapan metode pemungutan suara di pilkada melalui surat pos harus diatur di UU, bukan Peraturan KPU (PKPU).

"Kalau KPU membuat terobosan hukum dan itu tidak didasari undang-undang, nanti kami khawatir timbul persoalan baru setelah pilkada ini berjalan," kata Raka.

Sejumlah usulan mekanisme pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 memang bermunculan, guna menghindari potensi penularan virus corona karena pertemuan fisik. Namun, KPU tak bisa begitu saja mengaturnya jika tidak tercantum dalam UU Pilkada.

Permasalahannya, UU Nomor 6 Tahun 2020 juncto UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada masih mengatur mekanisme pemilihan dalam kondisi normal. Di sisi lain, sampai hari ini, belum juga ada keinginan pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

"Jadi memang ini satu dilema ya bagi KPU, karena apa, karena Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016, undang-undang yang memang telah digunakan dalam sejumlah pilkada dan paradigmanya adalah pilkada dalam situasi normal sebelum bencana," tutur Raka.

 
Berita Terpopuler