Apindo Keluhkan Eksekusi Stimulus Ekonomi di Lapangan

Apindo mengusulkan sejumlah rekomendasi kebijakan transformasi ekonomi.

Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan eksekusi antara kebijakan pemerintah dengan kondisi di lapangan. Salah satunya terkait stimulus modal kerja.

"Untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) tidak masalah, tapi korporasi yang di atas 10 miliar masih ada penafsiran-penafsiran yang mungkin berbeda di lapangan. Misalnya, korporasi (mendapat stimulus modal kerja) harus punya karyawan minimal 300 orang pada sektor padat karya," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Apindo, Kamis (13/8).

Lalu kedua, kata dia, perusahaan pun diharuskan ekspor. Ketiga, harus punya nilai tambah strategis, dan sebagainya.

"Kondisi di lapangan itu mungkin tidak fit in dengan debiturnya. Ini kita khawatir kalau seperti itu, penyerapannya (stimulus) akan tidak efektif," tegas dia.

Contoh lain dari masalah eksekusi kebijakan pemerintah dengan penerapan di lapangan, lanjutnya, yakni terkait bantuan tunai bagi karyawan dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan. "Itu disyaratkan, karyawan yang mendapat cash transfer harus bebas dari tunggakan BPJS Ketenagakerjaan. Kenyataannya sekarang banyak yang menunggak, jadi kalau ketentuan tersebut berlaku tidak akan bisa efektif," tutur Hariyadi.

Dalam Rakerkonas tersebut, Apindo mengusulkan sejumlah rekomendasi kebijakan transformasi ekonomi di masa dan pasca pandemi. Berbagai rekomendasi tersebut bertujuan memperbaiki aktivitas usaha di tengah pandemi Covid-19.

“Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, dunia usaha mengharapkan percepatan penyerapan anggaran bantuan sosial dan stimulus ekonomi,” ujarnya. Hariyadi mengungkapkan, relaksasi kredit perbankan sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020
dan POJK 14/2020 telah berjalan cukup baik, sehingga dapat membantu arus kas keuangan perusahaan di masa pandemi.

Maka Apindo mengharapkan agar OJK dapat mempertimbangkan perpanjangan pelaksanaan relaksasi sebagaimana diatur dalam POJK 11 sampai Maret 2021, untuk perpanjangan dalam 1 atau 2 tahun kedepan. Hal ini melihat kondisi pemulihan dan dibutuhkannya modal kerja baru bagi perusahaan dalam memulai kegiatan usahanya,” ujar Hariyadi.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler