Kamis 16 Jul 2020 22:29 WIB

Azyumardi Azra: Konversi Hagia Sophia tak Bantu Palestina

Azyumardi menyatakan persatuan Arab dan Islam kunci memerdekakan Palestina.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Azyumardi Azra menyatakan persatuan Arab dan Islam kunci memerdekakan Palestina.
Foto: dok Republika
Azyumardi Azra menyatakan persatuan Arab dan Islam kunci memerdekakan Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru besar sejarah peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menyampaikan, diubahnya status Hagia Sophia menjadi masjid sebetulnya tidak membantu perdamaian untuk Palestina. Konflik antara Israel dan Palestina bisa tercipta di antaranya jika negara-negara Arab bersatu.

"Selama negara-negara Arab masih terpecah-belah, termasuk Turki yang juga kemarin Presiden Erdogan untuk kepentingan politik dalam negerinya, dia mengatakan setelah kita menjadikan gereja Hagia Sophia menjadi masjid maka kita akan membebaskan Al-Quds, ini kan retorik-retorik yang sebetulnya tidak membantu perdamaian di Palestina," kata dia.

Baca Juga

Hal itu disampaikan Azra dalam agenda web seminar (webinar) internasional bertajuk 'Stop Israel's Imperialism' yang digelar Majelis Ulama Indonesia pada Kamis (16/7). Menurut dia, perlu penguatan dan konsolidasi di antara negara-negara Timur Tengah yang saat ini keadaannya sedang memburuk.

"Banyak pertarungan, banyak konflik. Ada Turki di situ, ada faktor Iran, bahkan Turki dan Mesir mau perang di Libya, belum lagi Arab Saudi dengan Yaman, dengan Qatar," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Azra mengutip perkataan almarhum Yasser Arafat. Presiden Otoritas Palestina pertama ini sempat mengatakan, Palestina ditindas bukan hanya oleh Israel, tetapi juga ditinggalkan, tidak dipedulikan, dan tidak dibantu negara-negara Arab.

"Mereka punya kepentingan-kepentingannya sendiri di dalam politik Timur Tengah dalam hal penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina," kata Azra.

Apalagi, di tingkat internal Palestina pun juga terpecah-belah, yakni antara kelompok Fatah dan Hamas. "Selama kedua pihak belum betul-betul bersatu, maka susah. Kedua kelompok ini hanya mainan dari Israel," ucapnya.

Berikutnya, menurut Azra, Indonesia perlu memainkan peran yang lebih besar. Dia melihat niat pemerintah ke arah itu, misalnya dengan berupaya membuka perwakilan kedutaan di Ramallah.

"Tetapi kan gagal. Bahkan Bu Menteri Retno waktu itu tidak bisa pergi ke Ramallah dari Yordania sehingga mengangkat konsul kehormatan di Ramallah," kata dia.

Karena itu, Azra menilai, yang saat ini bisa dilakukan Indonesia adalah memainkan peran sebagai peace maker. Sebab, di Indonesia cukup banyak orang maupun organisasi yang bisa memainkan peran tersebut. "Pemerintah harus memfasilitasi mereka dengan cara-cara tertentu, agar membawa pihak-pihak yang bertikai itu ke meja perundingan," paparnya.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement