Lima Jenderal Militer AS yang Berani Lawan Trump

Mattis menyebut Trump sebagai presiden yang tak ingin satukan rakyat AS.

EPA
Presiden Donald Trump sempat mengusulkan suntikan disinfektan untuk membunuh virus corona jenis baru.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, Ancaman Presiden AS Donald Trump mengerahkan militer untuk mengatasi demonstrasi George Floyd menuai penolakan. Tak hanya dari kubu oposisi, tapi juga dari para petinggi maupun purnawirawan militer. Berikut jenderal-jenderal militer AS yang berani menolak atau melawan rencana Trump.

1. James Mattis

Mantan menteri pertahanan jenderal (purnawirawan) James Mattis mengkritik kebijakan Trump yang mengerahkan militer untuk meredam aksi protes terkait kematian pria Afro-Amerika, George Floyd. Mattis menuding Trump telah memecah belah bangsa dan melanggar hak-hak konstitusional.

"Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan rakyat Amerika. Sebaliknya dia mencoba memecah belah kita. Kami menyaksikan konsekuensi dari tiga tahun upaya yang disengaja ini. Kami menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang," ujar Mattis.

Mattis menjabat sebagai menteri pertahanan di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. Dia kemudian tetap menjabat sebagai menteri hingga Donald Trump menjadi presiden. Namun, Mattis mengundurkan diri pada Desember 2018 setelah berselisih dengan Trump mengenai penarikan pasukan AS dari Suriah.

2. Menteri Pertahanan Jenderal Mark Esper

Mark Esper dalam pernyataannya pada Rabu lalu menegaskan, pasukan militer aktif tak boleh dipakai untuk menangani aksi protes. Pernyataan Esper diamini oleh banyak jenderal lainnya. "Opsi untuk menggunakan pasukan aktif untuk penegakan hukum hanya akan dilakukan sebagai pilihan terakhir dan hanya untuk sesuatu yang sangat penting dan genting," ujar Esper.

Baca Juga

3. Jenderal Mark Milley

Mark Milley merupakan petinggi dalam jajaran komandan militer AS. Seperti dilansir Aljazirah, ia mengeluarkan memo untuk para para petinggi militer agar tetap setia pada sumpah untuk melindung konstitusi AS dan hak untuk kebebasan berbicara dan perkumpulan yang berlangsung damai.

4. Jenderal (purnawirawan) Martin Demsey.

Demsey yang merupakan mantan salah satu orang penting militer mengkritik Trump dalam sebuah wawancara. Menurut Demsey ide untuk menggunakan militer dalam menekan aksi yang kebanyakan berjalan damai adalah sangat berbahaya. 


5.  Colin Powell

Mantan menteri luar negeri Colin Powell termasuk yang menentang Trump. Meski dari Partai Republik, jenderal purnawirawan AS ini justru menyatakan dukungannya kepada mantan wakil presiden Demokrat AS Joe Biden dalam pemilihan presiden pada November 2020 mendatang.

Powell bergabung dengan sejumlah tokoh Partai Republik mengkritik Presiden AS Donald Trump. Menurut Powell, perilaku Donald Trump membahayakan demokrasi dan Trump telah hanyut dari konstitusi AS serta berbohong tentang banyak hal.

“Dan itu berbahaya bagi demokrasi kita, berbahaya bagi negara kita. Dan saya pikir apa yang kita lihat sekarang, gerakan protes paling masif yang pernah saya lihat dalam hidup saya, saya pikir menyarankan negara semakin bijak dalam hal ini dan kami tidak akan tahan lagi," ujar Powell kepada CNN dikutip The Guardian, Ahad.

"Saya tidak bisa mendukung Presiden Trump tahun ini," kata Powell, yang tidak memilih presiden Republik pada 2016. Saat ditanya apakah dia akan memilih Biden. "Saya akan memilih dia," lanjut dia.

Powell memimpin militer AS selama Perang Teluk 1991 di Irak di bawah mantan Presiden Republik George HW Bush. Kemudian Trump menanggapinya lewat cicitan di Twitter dan menyebut Powell ialah seseorang yang bersifat kaku.
Trump kemudian menuduhnya lemah dan mengeklaim jenderal pensiunan itu memberikan segalanya kepada semua orang, sangat buruk bagi AS.

Powell adalah mantan perwira tinggi militer terbaru yang menegur Trump setelah protes besar-besaran untuk memerangi ketidakadilan rasial yang dipicu oleh kematian seorang pria kulit hitam tak bersenjata.


 
Berita Terpopuler