Menjaga Kas Negara Saat Pandemi Covid-19

Perlu tetap menjaga supply side barang/ jasa minimal empat bulan ke depan.

dok. Pribadi
Edy Sutriono ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov.Kepri, Kemenkeu RI
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edy Sutriono*

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar fiskal tahun 2020 dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual pada Jumat 17 April yang lalu. Kinerja APBN di tengah pandemi Covid-19 sampai dengan akhir Maret 2020 mencatat defisit sebesar Rp 76,4 triliun atau 0,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut

masih berada di bawah target awal tahun sebesar 1,76 persen dan target pelebaran defisit dalam penanganan covid-19 yang sebesar 5,07 persen.

Sementara itu keseimbangan primer sebesar minus Rp 2,6 triliun atau menguat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar minus Rp 32,5 triliun. Secara umum realisasi belanja pemerintah pusat tumbuh 6,58 persen yang dipengaruhi pertumbuhan belanja modal dan bantuan sosial, yang menandakan upaya pemerintah mempercapat belanja produktif dan perlindungan masyarakat berpenghasilan rendah.

Sedangkan realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu disebabkan adanya proses pemenuhan persyaratan penyaluran oleh Pemda. Dari sisi penerimaan lebih dipengaruhi PNBP yang berasal dari laba BUMN disebabkan percepatan RUPS BUMN dan cukai yang dipercepat pembelian pita cukai oleh wajib bayar, sedangkan penerimaan pajak mengalami pertumbuhan negatif khususnya pajak migas dan Pajak Penghasilan (PPh).

Dari kinerja APBN triwulan I tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan masih dapat tercapai pada level 4,5 – 4,6 persen dengan tingkat inflasi terjaga pada level 0,76 persen. Selanjutnya tantangan dan tekanan yang berasal dari sektor dan transaksi riil perekonomian akan makin terasa pada Triwulan II dan III.

Kondisi tersebut diharapkan tidak memberikan dampak yang terlalu dalam terhadap penurunan penerimaan negara khususnya perpajakan. Lesunya dunia usaha dan insentif perpajakan membuat penerimaan pajak akan mengalami pelambatan. Demikian pula penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang sebagian besar disumbangkan dari PNBP sumber daya alam sektor migas dipengaruhi kecenderungan harga minyak dunia yang semakin menurun atau di bawah dari yang ditetapkan dalam asumsi APBN. Sementara itu di sisi belanja pada triwulan II ini, momentum bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri sedikit akan meningkatkan permintaan barang dan jasa dan inflasi.

Tantangan 2020 akibat Covid-19 menurut penulis optimis dapat diatasi melalui mitigasi dan responsivitas pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi di sisi fiskal dan Bank Indonesia melalui kebijakan moneter. Mitigasi dan responsif pemerintah dapat dilakukan secara terstruktur dan mendalam dibandingkan krisis ekonomi pada 1998.

Meskipun demikian upaya yang dilakukan tidak dapat dipungkiri tetap akan terjadi tekanan yang berasal dari domestik dan global akibat Covid-19 dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Prioritas (refocusing) belanja dan tambahan belanja fiskal untuk

penanganan covid-19 di bidang kesehatan, perlindungan sosial dan stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha merupakan upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga dan sisi permintaan.

Namun juga tak kalah pentingnya pemerintah perlu memperhatikan dengan menjamin sisi supply berupa ketersediaan barang pokok yang saat ini dibutuhkan. Karena itu perlu tetap menjaga supply side barang/ jasa minimal dalam empat bulan ke depan dengan mengendalikan inflasi. Dari sisi pembiayaan penerbitan global bond beberapa waktu yang lalu sebesar 4,3 M dolar AS untuk pembiayaan anggaran merupakan langkah untuk meredam krisis akibat covid-19 dan menandakan kepercayaan investor dan internasional pada langkah-langkah yang dilakukan Indonesia.

Sementara itu penurunan BI 7-days reverse reporate oleh Bank Indonesia (BI) merupakan langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia. Dunia usaha dan perbankan ditandai rasio kredit bermasalah tapi masih dalam batasan wajar. Demikian juga peranan Bank Indonesia untuk dapat menjadi the last resort /back stop dan pembelian Surat Utang Negara di pasar perdana.

Mencermati tantangan dan tekanan baik terhadap penerimaan, belanja maupun pembiayaan dalam APBN 2020 akibat pandemic Covid-19 tersebut di atas, maka peran menjaga kas negara menjadi sangat penting dalam mengawal APBN sampai dengan akhir tahun 2020. Prinsip yang mendasari pentingnya peran menjaga kas negara sebagaimana dalam dunia pasar keuangan mungkin kita sering mengenal istilah “Cash is The King”.

Istilah tersebut yang sering terdengar dan dilakukan investor manakala kondisi pasar yang sangat volatile dan cenderung menurun (memburuk). Makna sesungguhnya cash is the king bukan berarti memegang uang kas (tunai) sebanyak-banyaknya, tetapi mengartikan diperlukan manajemen kas negara sehingga dapat menjamin ketersediaan kas atau dana yang likuid (dalam bentuk apa pun) dan selalu siap sedia (stand by) ketika diperlukan.

Dalam konteks motif memegang uang menurut J.M.Keynes maka kondisi saat ini lebih mengutamakan kepada motif transaksi dan berjaga-jaga dan untuk sementara mengesampingkan terlebih dahulu kepada “speculative motive” ( motif spekulasi/ penempatan). Peran mengelola kas pemerintah yang tepat, efektif dan pruden ini dilaksanakan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Direktorat Pengelolaan Kas Negara).

Kas yang bersifat likuid dan terbatas merupakan aset yang sangat penting untuk keberlangsungan belanja APBN 2020 di tengah Covid-19. Manajemen kas yang tangguh menjadi krusial disebabkan

pemerintah memiliki sumber pendapatan yang terbatas saat ini, sementara di sisi belanja dan transfer ke daerah dan dana desa serta mandatory spending yang cukup besar.

Pemerintah harus mampu mengatur waktu dan volume arus masuk dan keluar kas untuk memastikan dan menjamin tidak terjadi kekurangan kas (gagal bayar). Pengaturan waktu, jumlah dan jenis mata uang yang masuk dan keluar harus menjadi pokok dalam manajemen kas negara.

Salah satu pilar menajemen kas negara yang paling penting saat ini adalah perencanaan kas.

Perencanaan kas memegang peranan signifikan dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kas menghadapi kondisi covid-19. Pemerintah harus memiliki informasi dan dapat memastikan perencanaan aliran masuk dan keluar kas yang biasa dikenal dengan istilah anggaran kas.

Perencanaan cash flow menyangkut waktu, jenis transaksi dan jenis mata uangnya. Sebagaimana konsep penyusunan anggaran kas menurut Jones (1996) bahwa pola pengeluaran, pola pendapatan, time schedule dan

prakiraan anggaran kas yang dapat dilakukan pemerintah dalam menjaga likuiditas APBN.

Proyeksi belanja refocusing untuk covid-19, social safety net, dukungan iklim usaha dan mandatory spending perlu diketahui pengelola kas dalam hal Ditjen Perbendaharaan sebagai Government Treasury. Cash outflow dari kas negara harus benar-benar untuk pengeluaran yang mendesak dan penting serta langsung mengeksekusi atau disalurkan ke end user penerima dana.

Rencana penarikan dana atas belanja-belanja yang urgen bagi penanganan Covid-19 dan yang mendukung pemulihan kondisi harus diketahui oleh pengelola kas. Karena itu dibutuhkan informasi aktif dan terukur dari Kementerian Negara/Lembaga maupun pihak lainnya seperti BPJS, OJK, perbankan dan lainnya.

Sementara dari sisi penerimaan proyeksi pendapatan pajak, bea cukai, PNBP dan hibah serta pembiayaan utang baik domestik maupun valas perlu diperoleh informasinya, sehingga pengelola kas negara dapat menemukan titik di mana mismatch terjadi dan dapat mengendalikan arus kas masuk dan keluar. Informasi penggunaan pembiayaan lainnya juga perlu mendapatkan perhatian bagi pengelola kas antara lain penggunaan SAL, dana BLU, dan pembiayaan lainnya. Menjaga kas negara tersebut dijalankan secara disiplin dan pruden didukung IFMIS berbasis informasi dan teknologi yang dimiliki Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu sehingga diharapkan mampu menjaga dan mengawal APBN

2020 di tengah tantangan covid-19.

Pada akhirnya, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri menangani pandemi covid-19 dan karena itu perlu partisipasi seluruh masyarakat. Melewati tantangan tahun 2020 tidaklah mudah, kita semua sebagai anak bangsa perlu bersikap optimistis, confidence, bersatu dan menumbuhkan kembali kegotongroyongan di segala bidang untuk dapat menangani pandemi covid-19 ini agar segera berlalu. Peran menjaga kas negara menjadi

sangat strategis menjadi salah satu bagian untuk memastikan keberlangsungan fiskal dan kebijakan pemulihan dan penanganan Covid-19 pada umumnya. DJPb Mantab.

-- Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja

*) Penulis adalah ASN pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Ditjen Perbendaharaan, Kemenkeu RI.

 
Berita Terpopuler