Sejarah Penundaan Ibadah Haji Sudah Ada Sejak Lama

Tercatat 40 peristiwa yang membuat haji batal dilaksanakan.

AP Photo/Amr Nabil
Sejarah Penundaan Ibadah Haji Sudah Ada Sejak Lama. Kabah yang sepi dari jamaah di Masjidil Haram, Kota Suci Mekkah, Arab Saudi.
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah RI baru saja memutuskan menunda pelaksanaan ibadah haji tahun 1441 H atau 2020 M. Penundaan ibadah haji dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 semakin meluas.

Baca Juga

Menurut Sejarawan Islam Tiar Anwar Bachtiar, penundaan ibadah haji di Mekkah sudah ada sejak lama dan bukan sejarah baru. Menurutnya, ada 41 lebih peristiwa yang menuntut Kota Mekkah menutup akses ibadah umroh maupun haji di Baitul Haram. 

"Sudah pernah, ada 40 lebih momen haji tidak dilaksanakan. Kita klasifikasikan menjadi dua, pelarangan haji disebabkan alasan politik dan wabah yang saat itu terjadi," ujar Tiar kepada Republika.co.id, Selasa (2/6).

Tiar mengirimkan sebuah video terkait penjelasannya mengenai beberapa peristiwa sejarah haji yang sempat ditunda. Pertama, ibadah haji tidak bisa dilaksanakan karena masalah politik yang terjadi pada 316 H, yakni pada saat pasukan Qaramitha banyak memerangi dan membunuh jamaah haji.

Qaramitha adalah penganut syiah Ismailiyah di masa Dinasti Abbasiyah. Bani Abbasyiah yang mulai melemah sehingga pasukan Qaramitha ini maju dan ingin berkuasa, hingga pasukan Qaramitha ini berhasil menaklukkan Damaskus, Mesir, hingga Hijaz. 

"Akhirnya Mekkah sebagai episentrum haji untuk menyelenggarakan ibadah haji ditaklukkan oleh Qaramitha dan ketika mereka menaklukkan Mekkah, ia juga melakukan tindakan biadab, siapa saja yang menolak kekuasaannya akan dibunuh," ujar Tiar.

Tiar melanjutkan, aliran Ismailiyah ini menganggap pelaksanaan ibadah haji merupakan perbuatan syirik. Mereka berkeyakinan melaksanakan ibadah haji dengan penyembahan hajar aswad atau Ka’bah, sama saja menyembah berhala. 

"Oleh sebab itu, orang-orang Qaramitha mencabut hajar aswad dari tempatnya, lalu dibawa ke Damaskus. Mereka baru mengembalikannya 22 tahun berikutnya," ujar Tiar. 

Kedua, ibadah haji tidak dapat dilaksanakan juga terjadi pada 492 H pada saat terjadi perang Salib, yaitu peristiwa jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan tentara salib. Ketika kawasan Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan salib kawasan Arab dilanda kekacauan luar biasa.

"Memang tidak ada larangan ke Mekkah tapi orang-orang takut karena situasi keamanan yang kacau," ujar Tiar.

 

 

Ketiga, pada 563 H saat Baitul Maqdis masih berada di bawah kekuasaan tentara salib, dan muncul perang Asaduddin. Perang ini terjadi antara kelompok Assaduddin Syirku yang ingin menghancurkan Dinasti Fatimiah di Mesir. 

Perang tersebut terjadi selama dua bulan di Mesir. Sehingga mereka yang ingin beribadah haji dan harus melewati kota Mesir tidak dapat melanjutkan perjalanan karena kondisi yang tidak aman. 

Keempat, pada 1213 H terjadi serangan Napoleon ke Mesir. Pada masa itu Alexandria dan seluruh Mesir jatuh ke Napoleon sehingga jalan menuju Mekkah tidak aman dan ditutup untuk mereka yang hendak ibadah haji.

"Pada waktu itu terusan Suez (yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah) belum dibangun. Dulu ibadah haji lewat pelabuhan Port Said baru jalan ke Mesir lalu menyeberang ke Laut Merah lalu ke Hijaz. Jalannya yang tidak memungkinkan masuk ke sana karena pasukan Napoleon meneror di sana," kata Tiar.

Kelima, Masjidil Haram diduduki oleh kelompok Al-Ikhwan yang dipimpin oleh Juhaiman al Otaibi pada 1979 M. Kelompok Al-Ikhwan ini mengaku pasukan yang menyertai imam Mahdi dan memaksa orang-orang berbaiat kepada Imam Mahdi. Dengan menaklukkan kota Mekkah dia berusaha memaksa orang-orang mengikuti pemahamannya.

"Mekkah diduduki selama dua pekan dan terbunuh sebanyak 307 orang. Selama dua pekan ini tidak boleh ada yang masuk apalagi tawaf di Masjidil Haram. Meskipun haji tidak dibatalkan tapi tidak boleh ada yang tawaf di Masjidil Haram demi penanganan keamanan selama beberapa bulan," jelas Tiar.

Jamaah haji zaman dahuku tengah menulis catatan di atas kapal yang hendak ke Mekkah.

Berikutnya, haji tidak dapat dilaksanakan karena terjadi wabah Black Death yang diakibatkan virus pes yang terjadi pada 749 H atau 1349 M. Wabah maut hitam yang membunuh hingga 25 juta jiwa ini meluas sampai ke Mekkah dua tahun sejak pertama muncul di Eropa.

Saat wabah pes muncul dan memasuki Mekkah, ribuan orang di Mekkah meninggal dunia. Sehingga ibadah haji kala itu dihentikan atas kebijakan para Syarif yang saat itu masih dibawah kendali Turki Utsmani. 

"Epidemi pes di Hijaz, (saat itu ada Thaif, Mekkah, dan Jeddah) ada 8.000 orang meninggal di hijaz, wabah ini disebut juga tha'un Mekkah," kata Tiar.

Ketujuh, pada 1333-1883 M terjadi pandemi kolera. Kolera merambat ke timur tengah hingga kota Mekkah sehingga banyak jamaah haji meninggal dunia saat itu. "Sehingga proses jamaah haji dihentikan, diminta pulang, yang kena wabah diisolasi, di sana banyak yang meninggal. Setelah itu haji dilarang," kata Tiar.

Terahir, wabah meningitis 1407 H atau 1987 M. Ada 10 ribu jamaah haji yang terinfeksi secara cepat. Untuk mengantisipasi jumlah korban lebih banyak, pelaksanaan ibadah haji saat itu langsung ditunda, dibubarkan hingga wabah hilang.

"Sejak 1987, orang yang mau umroh atau haji harus divaksin meningitis. Arab Saudi banyak disalahkan karena tidak segera menutup Mekkah dan tidak mengantisipasi datangnya wabah meningitis," kata Tiar.

 

 

 
Berita Terpopuler