Ibn Zuhr, Dokter Muslim yang Pertama Kali Temukan Kanker

Ibn Zuhr bereksperimen dengan hewan sebelum menerapkan metodenya pada manusia.

Metaexistence.org
Ibn Zuhr, Dokter Muslim yang Pertama Kali Temukan Kanker. Ilustrasi
Rep: Puti Almas Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibn Zuhr adalah seorang Muslim yang berprofesi sebagai dokter di abad ke-11. Dia dikenal luas setelah dirinya secara akurat mengidentifikasi formasi kanker di perut, kerongkongan, dan rahim.

Baca Juga

Namun, saat itu ia menyebut penyakit ganas tersebut dengan nama akila, yang dapat diartikan sebagai ‘sesuatu yang memakan’. Pria yang dikenal dengan nama Avenzoar di dunia Barat itu juga menuliskan resep terapi yang menurutnya dapat membantu mengatasi penyakit akila.

Banyak sejarawan sains menganggap Zuhr sebagai dokter yang sangat tanggap, dengan bereksperimen pada hewan sebelum menerapkan metode barunya pada manusia. Dua abad setelah Zuhr menemukan terapi pengobatan akila, para dokter dengan suara bulat merekomendasikan trakeotomi pada abad ke-13 untuk menyembuhkan penghalang jalan nafas atas yang mengancam jiwa.

Ini merupakan prestasi ilmiah utama yang berlandaskan pengetahuan Zuhr di masa lalu. Meski menjadi dokter terkenal pada masanya, Zuhr juga tak luput dari sisi kontroversial. Ia dikenal melakukan praktik pengobatan Khawass, yaitu merawat orang sakit dengan kombinasi herbal, serta praktik fisik dan mental. 

Sebagai contoh, Zuhr merekomendasikan menatap mata keledai untuk mempertahankan penglihatan yang baik dan mencegah katarak terbentuk dalam mata. Ada juga teori tentang memakan kepala kelinci untuk mencegah kelumpuhan atau tremor tubuh. 

Banyak dokter pada masanya tidak dapat memahami alasan di balik keinginan Zuhr melakukan metode Khawass. Terlebih, ia adalah seorang profesional medis yang secara teknis sehat dan resep kesehatan diberikan mengikuti garis resmi. 

Menurut sejarawan sains Henry A Azar, Zuhr tidak memiliki konflik pribadi atas kekuatan penalarannya, maupun hasratnya terhadap Khawass. Kedua aliran saling melengkapi karena mereka dipegang oleh satu benang merah, yaitu imannya yang teguh kepada Tuhan.

Menanggapi kritik terhadap metode Khawass yang dipraktikkan olehnya, Zuhr mengatakan: "Esensi sains adalah agar umat manusia mengetahui keterbatasannya dan bahwa pengetahuan adalah apa yang diilhami Tuhan, dan ada hal-hal di luar pemahaman".

 

 

Dilahirkan di Sevilla, Spanyol pada 1091, Zuhr berasal dari keluarga ahli hukum, dokter, dan orang-orang berpendidikan lainnya. Ia mempelajari hukum Islam, teologi, dan sastra, hingga sang ayah, Abu Ala mengarahkannya untuk pendidikan dokter. 

Zuhr meninggal pada 1162 di Sevilla. Pesan terakhir yang ditinggalkan olehnya menunjukkan ia beriman terhadap Tuhan dan apa yang diharapkannya sebelum menutup usia adalah menuliskan garis-garis dan kata-kata di makamnya. 

"Berdiri dan renungkan! Saya melihat tempat kita semua didorong. Bumi kuburan menutupi pipi saya, karena saya tidak pernah menginjak permukaannya. Saya memperlakukan orang untuk menyelamatkan mereka dari kematian, namun di sinilah saya, membawanya ke sana sendiri." 

Kerendahan hati Zuhr seharusnya tidak disalahartikan karena ketidakpuasan ilmiahnya. Karyanya di bidang kedokteran tetap populer di antara universitas-universitas Barat terkemuka selama lebih dari 500 tahun.

Alasan utama dokter abad ke-13 Ibn Al-Quff dan Al-Baghdadi mulai menggunakan prosedur trakeotomi adalah karena percobaan Zuhr yang sukses dalam melakukan metode bedah pada kambing dan kemudian dilakukan pada manusia. Prosedur ini menjadi landasan percobaan ilmiah terorganisir, yang diilhami oleh uji coba monyet Al Razi (Rhazes) pada abad ke-9. Razi memberikan dosis kecil merkuri kepada monyet untuk memeriksa toksisitas bahan kimia untuk digunakan manusia.

Zuhr melangkah lebih jauh, melakukan pemeriksaan post mortem pada domba dalam perjalanan penelitian klinisnya pada pengobatan penyakit paru-paru yang membusuk. Sadar akan kerumitan prosedur semacam itu, ia menegaskan agar program pelatihan terstruktur bagi para ahli bedah potensial dilakukan dan dengan keras menentang dukun, yang biasa ada pada masa itu. Ia pun berhasil menggambar benang merah untuk dokter.

Sebagai seorang dokter yang inovatif, Zuhr juga dikenal meyakini Galenis (Claudius Galenus), salah satu dokter paling terkenal di Kekaisaran Romawi. Namun Zuhr menjauh dari fokus teoritis Galen dan menghabiskan banyak waktu untuk praktik medis eksperimental dan terapeutik.

Karya Zuhr adalah campuran dari teori-teori Hipokrates dan Galenic bersama dengan pengamatan aslinya, serta wawasan yang berasal dari tradisi keluarga yang mengenal baik bidang kedokteran. Beberapa anekdot tentang kesalehan, kedermawanan, keterampilan medis, dan orisinalitas perawatannya dipertahankan dalam karyanya sendiri dan oleh penulis biografinya.

Salah satu ensiklopedia medis dari Zuhr yang paling banyak dibaca, adalah Al-Taysir, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani oleh John dari Capua dengan nama Alteisir scilicet regiminis et medelae. Ensiklopedia ini dicetak ulang lebih dari 10 kali hingga abad ke-16 dan menjadi buku teks di universitas kedokteran. Buku ini tetap populer selama Abad Pertengahan dengan menginspirasi dan mempengaruhi perkembangan kedokteran Barat.

 

 

 
Berita Terpopuler