Selandia Baru akan Berutang Demi Atasi Pengangguran

Selandia Baru akan berutang untuk menjaga angka pengangguran di bawah 10 persen.

AP Photo/Mark Baker
Aktivitas pertokoan di Christchurch, Selandia Baru, Selasa (28/4).
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pemerintah Selandia Baru berencana meminjam dan mengeluarkan banyak dana untuk menjaga angka pengangguran di bawah 10 persen. Hal itu menjadi salah satu cara menahan dampak ekonomi pandemi virus corona.

Menteri Keuangan Selandia Baru Grant Robertson mengungkapkan pengeluaran anggaran pemerintah tidak pernah dilakukan sebelumnya. Pada 2023, utang Selandia Baru akan naik dari 20 persen PDB menjadi 54 persen PDB.

Ribuan lapangan pekerjaan diciptakan dengan mempekerjakan banyak orang untuk membangun rumah dan memperbaiki lingkungan. Tapi besarnya pengeluaran tidak cukup untuk menanggulangi keterpurukan yang diakibatkan pandemi.

Pada bulan Juni mendatang, angka pengangguran diperkirakan akan naik dari 4 persen menjadi hampir 10 persen. Robertson menyadari sektor pariwisata yang menyumbang 10 persen perekonomian Negeri Kiwi tidak akan memberikan kontribusi yang sama untuk beberapa tahun ke depan.

"Kami menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi global yang belum pernah terjadi sejak Depresi Besar," kata Robertson, Kamis (14/5).

Anggaran itu dirilis di hari yang sama Selandia Baru mencabut sebagian peraturan pembatasan sosial yang bertujuan untuk memutus rantai penularan virus corona. Mal-mal, toko ritel, dan restoran sudah dibuka kembali. Sebagian besar pekerja kembali bekerja di kantor.

Hal itu mencerminkan keberhasilan Selandia Baru dalam mencegah penyebaran virus. Pada Kamis ini untuk ketiga kalinya berturut-turut pihak berwenang kesehatan Selandia Baru melaporkan tidak ada kasus baru Covid-19. 

 
Berita Terpopuler