Imam Abu Dawud, Ahli Hadis dengan Segudang Julukan

Banyak ulama menempatkan Imam Abu Dawud sebagai ahli hadis setelah Bukhari dan Muslim

Wordpress.com/a
Penulisan hadis (ilustrasi).
Rep: Syahrudin el-Fikri Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Syahrudin El-Fikri

Selain Imam Bukhari dan Muslim, salah seorang tokoh hadis yang terkenal adalah Imam Abu Dawud. Kepakarannya dalam bidang hadis diakui banyak ulama, baik para ahli tafsir, fikih, maupun ahli hadis.

Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amru bin Amir al-Azdi al-Sijistani. Biasanya, ia dipanggil dengan nama Abu Dawud.

Ia adalah seorang imam ahli hadis yang sangat teliti dan merupakan tokoh terkemuka para periwayat hadis. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.

Menurut Syekh Muhammad Said Mursi, dalam buku Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Imam Abu Dawud, dikenal sebagai penghafal hadis yang sangat kuat. Ia menguasai sekitar 500 ribu hadis.

Sejak kecil, Abu Dawud sudah mencintai ilmu pengetahuan. Ia banyak bergaul dengan para ulama dan menimba ilmu dari mereka. Ia belajar hadis hingga ke berbagai negeri. 

Menurut salah satu riwayat, konon ia harus menjumpai para ulama penghafal hadis yang dikenalnya sangat ahli. Ia mengembara dari Sijistan, Hijaz, Syam, Mesir, Irak, dan negeri-negeri lainnya, hingga akhirnya menetap di Basrah.

Guru-gurunya adalah Ath-Thayalisi, Ibn Syuraih, Hisyam, Umar, Ibnu Rahawaih, Al-Farra, Al-Madini, Imam Ahmad bin Hambal, dan lainnya. Adapun murid-muridnya adalah At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Al-Kirmani, Ibn Abi Dunya, dan Abu Zur'ah.

Dari guru-gurunya itu, Abu Dawud menimba berbagai ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu hadis. Karena itu, pengetahuannya dalam bidang hadis ditempatkan pada urutan ketiga ahli hadis setelah Bukhari dan Muslim. 

Ia mengumpulkan, meneliti, menyaring, dan membukukan hadis-hadis yang diperolehnya. Dari ratusan ribu hadis yang didapatkannya itu, sekitar 4.800 hadis ia pilih menjadi hadis sahih yang dibukukan menjadi Sunan Abu Dawud.

Begitu dalamnya perhatian Abu Dawud pada hadis, banyak ulama yang memuji dan memberikan sejumlah julukan kepadanya. Ibnu Ishaq Shahani berkata, ''Abu Dawud menempa hadis sebagaimana layaknya Nabi Daud menempa besi.''

An-Naisaburi berkata, ''Dia adalah imam hadis yang tidak ada tandingannya di masanya.'' Ibnu Mamduh menyatakan, ''Orang yang istimewa dalam hafalannya dan terhindar dari kesalahan ada empat, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa'i.''

Al-Hafiz Musa bin Harun berkata, ''Abu Dawud diciptakan di dunia hanya untuk hadis dan di akhirat untuk surga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia.''

Saking pandainya Abu Dawud meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW, Sahal bin Abdullah At-Tistari pernah meminta Abu Dawud untuk menjulurkan lidahnya dan menciumnya. Hal itu dilakukannya untuk mengambil hikmah dari apa yang didapatkan Abu Dawud mengenai hadis.

Ulama lainnya pun banyak yang memberikan ungkapan dan pujian serupa yang menggambarkan betapa tinggi dan luasnya pengetahuan Imam Abu Dawud dalam bidang hadis. Ketika kitab hadis yang ditulisnya ditunjukkan pada Imam Ahmad bin Hambali, gurunya itu berkata, ''Kitab ini sangat bagus dan indah.''

Bahkan, kendati diakui sebagai gurunya, ternyata Imam Ahmad bin Hambal pernah meriwayatkan sebuah hadis yang diterimanya dari Abu Dawud. Ini menunjukkan kualitas dan keahlian Abu Dawud dalam ilmu hadis.

 

Selain itu, Abu Dawud juga dikenal seorang ulama yang wara, saleh, dan patut menjadi teladan. Sifat-sifatnya sebagaimana diungkapkan para ahli hadis menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam hal perilaku, sikap, dan kepribadiannya.

Imam Ahmad bin Hanbali dalam sifat-sifatnya menyerupai Waki' dan Waki' menyerupai Sufyan As-Sauri. Sufyan menyerupai Mansur dan Mansur menyerupai Ibrahim An-Nakha'i. Ibrahim menyerupai Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas'ud. 

Sedangkan, Ibn Mas'ud menyerupai Nabi SAW. Sifat dan kepribadian yang mulia ini menggambarkan kesempurnaan akhlak dan kepribadian Imam Abu Dawud.

Dalam hal berpakaian, sang pakar hadis ini juga punya pandangan dan falsafah tersendiri. Menurut sebuah riwayat, baju yang dipakainya tampak berbeda antara lengan baju yang kanan dengan yang kiri. Yang satu lebih lebar dan yang lain lebih sempit.

Seseorang yang melihatnya terkadang bertanya akan sikap nyentriknya Abu Dawud ini. Adapun alasan yang dikemukakannya, ''Lengan baju yang lebar dipergunakan untuk membawa kitab dan yang lain tidak diperlukan. Jadi, kalau keduanya sama lebar, itu hanyalah pemborosan dan berlebih-lebihan,'' ujarnya.

Abu Dawud juga dikenal sebagai seorang yang wara, sopan, dan hormat kepada yang tua dan santun pkeada yang muda. Sebagaimana dituturkan oleh Imam al-Khattabi dari Abu Bakar bin Jbir, pembantu Abu Dawud.

''Aku bersama Abu Dawud tinggal di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika kami selesai menunaikan shalat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang. Lalu, pintu aku buka dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon izin untuk masuk. Kemudian, aku melaporkan tamu ini kepada Abu Dawud dan ia pun mengizinkan. Sang Amir pun masuk lalu duduk. Tak lama kemudian, Abu Dawud menemuinya seraya berkata, gerangan apakah yang membawa Anda datang ke sini pada saat seperti ini?''

Sang Amir menjawab, ''Ada tiga kepentingan. Pertama, hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan. Dengan demikian, Basrah akan makmur kembali. Ini mengingat bahwa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji.''

''Kedua, hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putra-putraku. Ketiga, hendaknya tuan mengadakan majelis tersendiri untuk mengajarkan hadis kepada putra-putra khalifah sebab mereka tidak mau duduk bersama-sama dengan orang umum.''

Abu Dawud menjawab, ''Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi. Manusia pada dasarnya adalah sama, baik pejabat maupun rakyat.'' Ibn Jabir menjelaskan, sejak saat itu putra-putra khalifah hadir dan duduk bersama di majelis taklim.

Abu Dawud berkata, ''Hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi mereka-lah yang harus datang kepada para ulama.''

Demikianlah riwayat dan kebesaran sang ulama hadis ini. Setelah mengalami masa kehidupan yang gemilang dengan keilmuan yang dimilikinya pada 16 Syawal 275 H/889M, Imam Abu Dawud berpulang ke rahmatullah, menghadap Sang Khalik. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya. 

 

 
Berita Terpopuler