Kemenperin Sebut Industri Makan dan Farmasi Mampu Bertahan

Industri yang menderita berat akibat COVID-19 diantaranya mengalami industri logam

Antara/Harviyan Perdana Putra
Petugas memeriksa salah satu alat di Photo Bio Reactor (PBR) tempat alga dikembangbiakkan usai peresmian industri bioteknologi berbasis mikroalga oleh Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, Kamis (25/7/2019). PT.
Red: Muhammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Muhammad Khayam mengatakan industri makanan dan minuman, industri farmasi dan fitofarmaka, serta industri alat kesehatan bertahan saat pandemik COVID-19 di Indonesia

"Industri yang memiliki demand (permintaan) tinggi yang biasa memperkuat neraca perdagangan diantaranya industri makanan dan minuman, industri farmasi dan fitofarmaka, industri pelindung diri, alat kesehatan, etanol, masker dan sarung tangan," kata Khayam dalam konferensi video dalam rapat gabungan bersama Komisi VI, VII, dan IX DPR RI, Jakarta, Selasa (5/5).

Khayam menuturkan berdasarkan pemetaan sektor industri yang terdampak COVID-19, hampir semua sektor industri terkena dampak sehingga perlu diberi perhatian lebih.

Industri yang menderita berat akibat COVID-19 diantaranya mengalami industri logam, industri semen, industri elektronika dan telematika, industri kendaraan roda empat dan dua, serta industri tekstil.

Sedangkan industri yang terdampak moderat diantaranya adalah industri petrokimia dan industri plastik.

Khayam mengatakan akibat penyebaran COVID-19 yang cukup luas, beberapa sektor industri terdampak sehingga mengakibatkan beberapa permasalahan secara umum diantaranya beberapa kontrak pembayaran yang tertunda bahkan ada yang mengalami pembatalan pesanan, utilisasi produksi menurun akibat penurunan permintaan dan penjualan beberapa industri.

Dampak lain yakni terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau adanya pengurangan pegawai akibat dari penurunan kapasitas produksi, serta harga bahan baku dan penolong naik.

"Bahan baku dan penolong mengalami kenaikan harga karena asal negara impor yang terbatas aksesnya serta kenaikan kurs dolar," tutur Khayam.

 
Berita Terpopuler