Peluncuran LinkAja Syariah Terganjal Covid-19

Soft launch seharusnya dilakukan segera untuk memperkenalkan fitur ini ke publik.

Linkaja
Peluncuran Linkaja Syariah terganjal wabah Covid-19. Foto logo Linkaja.(Linkaja)
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluncuran LinkAja Syariah terganjal penyebaran virus Covid-19 yang mewabah sejak akhir Januari 2020 lalu. Salah satu fitur terbaru dari fintech pembayaran milik perusahaan-perusahaan BUMN tersebut seharusnya diluncurkan dalam waktu dekat.

Head of Sharia Unit at LinkAja, Ma Isa Lombu menyampaikan, perusahaan masih menyesuaikan dengan kondisi pasar. Soft launch seharusnya dilakukan segera untuk memperkenalkan fitur ini ke publik.

"Namun mengikuti perkembangan kasus pandemik corona yang sedang terjadi, akan ada sedikit penyesuaian terhadap rencana awal," katanya.

LinkAja Syariah sudah memperoleh surat izin operasional dari Bank Indonesia pada 25 Februari 2020 dan mendapat opini Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) pada September 2019 lalu. Fitur ini merupakan inisiasi bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).

Dalam suratnya yang ditujukan kepada PT Fintek Karya Nusantara Energy Building, BI telah memberikan persetujuan tentang pengembangan produk uang elektronik server based berupa fitur LinkAja Syariah. Selanjutnya, BI meminta PT Fintek Karya Nusantara untuk melaksanakan beberapa hal.

Pertama, menyelenggarakan aktivitas tersebut paling lambat 180 hari terhitung sejak tanggal surat pemberi persetujuan dari BI. Apabila dalam jangka waktu itu belum melaksanakan kegiatan dimaksud, maka persetujuan yang telah diberikan oleh BI dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Kedua, menyampaikan laporan realisasi secara tertulis kepada BI paling lambat 10 hari kerja terhitung sejak efektif dimulainya aktivitas dimaksud, yang dilampiri dengan dokumen pendukung. BI dapat meninjau kembali keputusan tersebut dan atau meminta PT Fintek Karya Nusantara Energy Building untuk menghentikan aktivitasnya jika terjadi beberapa hal.

Misal, apabila dikemudian hari BI menilai bahwa aktivitas itu tidak sesuai dengan ketentuan dan renana pengembangan yang dilaporkan kepada BI. Dan, atau berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler