OJK Perlu Supervisi pada Penentuan Investor Bank Muamalat

Langkah pengawasan saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan Bank Muamalat.

Bank Muamalat
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Friska Yolanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah supervisi seharusnya dilalukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam upaya menemukan investor baru Bank Muamalat. Saat ini langkah yang dilakukan otoritas adalah pengawasan, dan ini dianggap belum cukup untuk menyelesaikan masalah bank syariah pertama tersebut.

Baca Juga

Direktur Riset Infobank Eko B Supriyanto menjelaskan, saat ini karena pendekatan OJK adalah pengawasan, maka modal yang ditentukan menjadi sangat besar. OJK mensyaratkan agar investor yang masuk menyediakan modal senilai Rp 8 triliun, sementara sebelumnya Ilham Habibie sanggup menawarkan Rp 2 triliun.

"Kalau pendekatan OJK pengawasan, maka modalnya besar. Kalau supervisi realitisnya berapa sih? Bilangnya butuh Rp 8 triliun, tapi ini ada Rp 2 triliun ya sudah ambil dulu lalu disepakati dengan program penyehatannya," ujar Eko dalam diskusi Infobank: Skenario Langkah Penyehatan Bank Muamalat di Jakarta, Selasa (10/12).

Langkah penyehatan yang dapat dilakukan, kata Eko, bisa dengan menjual portofolio jelek lalu membeli portofolio yang bagus, kemudian menerbitkan sub debt. Dari situ, akan dihasilkan Net Interest Income (NII).

"Portofolio yang buruk dicuci dengan relaksasi NPF, satu tahun bisa hidup itu. Kemudian restrukturisasi kredit," kata Eko.

Ekonom dari UNIKA Atmajaya, A Prasetyantoko menilai, OJK harus mensupervisi dengan membantu sebuah proposal restrukturisasi kepada investor. "Ini bisa macam-macam, tapi harus didampingi, dikasih relaksasi, technical assistance, intinya langkah nyata untuk restrukturisasi," kata Prasetyantoko.

Wakil Dekan Fakultas Ekonomika Dan Bisnis UGM Edhie Purnawan menambahkan, dengan modal yang ada yakni sekitar Rp 2 triliun tersebut, penyehatan bank dapat dilakukan dan dapat meningkatkan kepercayaan investor. Kemudian perlahan dilaksanakan berbagai strategi bisnis dari manajemen bank.

"Karena nasabahnya banyak masyarakat kecil, harusnya diutamakan consumer, sekarang lebih banyak korporasi. Bagaimana pun juga pada akhirnya kalau masyarakat tidak percaya lagi, akan rapuh," kata Edhie.

 
Berita Terpopuler