Yang Terjadi di Sekitar Bawaslu RI 22 Mei 2019

Massa sedang membubarkan diri ketika sebuah molotov dilempar.

Antara/Indrianto Eko Suwarso
Demonstran menggelar Aksi 22 Mei di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Aksi unjuk rasa itu dilakukan menyikapi putusan hasil rekapitulasi nasional Pemilu 2019.
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Massa protes hasil Pemilu sudah mulai berkumpul di sekitar Perempatan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, sekitar pukul 9.00 WIB, Rabu (22/5) pagi. Meski belum bergerak maju, massa sudah berkerumun di Jalan Wahid Hasyim, tepatnya di ruas yang mengarah ke Sabang, dan di depan Djakarta Theater Jalan MH Thamrin. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat hadir ke lokasi bersama Pangdam Jaya Mayjen Eko Margiyono. Keduanya tak menemui massa dan masuk ke Bawaslu untuk mengadakan pertemuan tertutup "Pemerintahan DKI Jakarta bekerja seperti biasa," ujar Anies.

Di perempatan Sarinah, Polri membentuk barikade di empat ruas jalan, yakni Jalan MH Thamrin yang mengarah ke Bundaran HI, Jalan Wahid Hasyim yang mengarah ke Sabang, Jalan Wahid Hasyim mengarah ke Tanah Abang, dan Jalan MH Thamrin yang mengarah ke Utara. Para personel Polri itu sudah mengenakan armor lengkap berpakaian serba hitam dan tameng.

Melalui sambungan telepon, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar memberitahukan, Bawaslu tetap menjalankan tugasnya memeriksa laporan-laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu. Di luar Bawaslu, baik massa dan polisi tampak kompak mengoleskan pasta gigi di sekitar kelopak mata mereka, berjaga-jaga dari pedihnya gas air mata.

Menjelang siang, massa aksi mulai bersatu dan makin banyak yang berdatatangan. Namun, massa belum bergerak serentak, masih dalam jumlah puluhan dan secara sporadis berunjuk rasa. Menjelang Zuhur, massa sudah kembali mulai menyampaikan orasinya berganti-gantian dibatasi tameng berjajar yang dipegang aparat kepolisian.

Narasi yang disampaikan massa cukup positif, mereka berterima kasih dengan petugas kepolisian yang menjaga demo, menganggap mereka sekadar 'menjalankan tugas'. Sesekali, orator aksi mengingatkan pada aparat yang digaji negara, maka harus saling menjaga.

Waktu Zuhur pun menghentikan sejenak kegiatan unjuk rasa. Massa yang telah mengambil air wudhu kemudian menunaikan Salat Zuhur di depan Djakarta Theater, serta di masjid maupun musala terdekat. Sejumlah aparat juga tampak ikut menunaikan salat.

Setelah Dzuhur, massa terus bertambah dan mulai menyatu untuk berorasi. Polisi memundurkan barikade mereka hanya di depan Bawaslu, melintang di Jalan MH Thamrin yang mengarah ke Bundaran HI. Namun, pembatas beton dan kawat berduri dipasang melintang di ruas jalan tersebut.

Orasi pun berlangsung kembali, diwarnai berbagai yel-yel, takbir, dan salawat. Orasi disampaikan orator secara berganti-gantian. Sejumlah massa juga tampak memberikan bunga pada apatat yang bertugas.

Menjelang Ashar, sekira pukul 14.30 WIB, puluhan personel TNI AL berdatangan. Teriakan yel-yel diserukan kencang-kencang oleh para personel TNI berbaret hijau dan oranye, yang datang dari arah Bundaran HI itu.

Kehadiran personel TNI pun menarik perhatian massa yang sudah semakin banyak berkerumun. Massa yang terlihat menduduki Gedung Sarinah melambai-lambaikan tangan mereka. Mereka menyambut kehadiran TNI, tetapi juga meneriaki. "Hidup TNI, Polisi Pulang!" teriak sejumlah massa pendemo.

Personel TNI yang baru hadir itu duduk bersila di bagian depan, dekat dengan personel Polri yang bersiaga di belakang kawat berduri pembatas massa aksi. Namun, tak beberapa lama, para personel TNI itu juga berbaur bersama polisi dan para jurnalis yang sedang bertugas di sepanjang Jalan MH Thamrin. 

Massa tetap melanjutkan orasi. Aparat tetap bersiaga. Jurnalis cetak, daring, televisi dan radio melapor pada kantor berita masing-masing. Pedagang kopi dan rokok pun berkeliling menjajakan dagangannya pada aparat, jurnalis, maupun massa aksi. Aktivitas ini terus berjalan menjelang senja.

Sejumlah anggota TNI melaksanakan Shalat Ashar saat melakukan pengamanan unjuk rasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (22/5). (Republika/Putra M Akbar)

 

Gubernur Anies kembali datang untuk kedua kalinya menjelang berbuka. Kali ini, Anies menemui massa dan berpesan kepada para demonstran, agar mengikuti undang-undang yang ada. Anies menganjurkan agar demonstran tetap berada pada koridor hukum, sehingga tidak terjadi kerusuhan seperti malam sebelumnya.

Menjelang berbuka, orasi warga pun terhenti. Pengeras suara massa mengumandangkan salawat menjelang berbuka. Saat adzan Maghrib berkumandang, massa aksi dan aparat pun berbuka puasa bersama dilanjutkan salat Maghrib berjamaah.

Usai berbuka puasa, massa kembali riuh dengan kehadiran tokoh yang memantik people power yakni, Amien Rais. Politikus senior PAN itu meminta massa mendoakan korban yang jatuh dalam unjuk rasa pada malam sebelumnya. Politikus Gerindra Fadli Zon dan Neno Warisman juga sempat hadir di antara kerumunan massa.

Setelah keduanya pergi, massa pun diimbau untuk menyudahi unjuk rasa di hari tersebut. Menjelang Isya, koordinator massa dan pihak kepolisian berdiskusi agar massa menyudahi aktivitasnya hari itu. Orator pun menyetujui imbauan polisi dan mengimbau massa untuk pulang dengan tertib.

Sedikit demi sedikit, massa mulai membubarkan diri. Orator massa juga terus mengimbau massa untuk pulang. Sekitar pukul 18.35 WIB, gejolak mulai terdengar dari kerumunan massa. Menyadari hal tersebut, orator berusaha menenangkan massa aksi. "Harap tenang, ayo kita pulang, hati-hati provokator," kata orator.

Botol air mineral mulai terlempar dari arah massa yang berada di Jalan Wahid Hasyim arah Tanah Abang. Kejadian ini sontak membuat orator mengencangkan suaranya. Polisi mulai berbaris menyiagakan tamengnya. Sejumlah orang dari kelompok massa juga berdiri di garis tengah antara polisi dan massa, melambaikan tangan agar jangan sampai terjadi keributan antarkedua pihak. 

Namun, tak berselang lama, dari tengah massa yang sedang membubarkan diri, sebuah molotov dilempar. Molotov itu jatuh ke arah aparat kepolisian, disusul kembang api yang diarahkan langsung ke arah kepolisian di depan Bawaslu, dari arah massa yang berada di seberang Djakarta Theater.

Sejumlah aparat yang tadinya tengah duduk-duduk segera mengambil peralatan dan mengetatkan barisan pertahanan. Teriakan imbauan orator sia-sia tak diindahkan massa. Tembakan kembang api semakin banyak, begitu pula molotov yang terlempar.

Kendaraan pengurai massa (raisa) pun mulai bergerak maju ke arah massa. Petasan yang ditembakan massa semakin tak terkendali. Gas air mata ditembakkan aparat. Massa yang tadinya beraksi secara damai, dilanjutkan kerusuhan yang disebabkan sekelompok massa perusuh.

Seorang jurnalis fotografi bahkan sempat terkena lemparan benda padat. Tampak darah mengucur dari kepalanya. Sejumlah aparat juga mulai terluka karena terkena petasan, molotov dan lemparan benda padat. Polisi pun membalas dengan menembakkan gas air mata.

Warga sipil, jurnalis, dan aparat yang tak memakai perlengkapan ditekan mundur ke arah Bundaran HI. Sejumlah jurnalis, termasuk Republika.co.id memilih menaiki jembatan penyeberangan Sarinah agar dapat memantau kericuhan lebih leluasa.

Sementara, aparat TNI yang tadinya sudah mengarah ke Bundaran HI kembali bersiaga di sekitar pagar Hotel Four Points. Mereka yang tak mengenakan armor lengkap dan tameng cukup 'memantau' kerusuhan dari pagar hotel.

Semakin malam, massa perusuh terus menembakkan petasan. Imbauan yang disampaikan aparat juga tak diindahkan massa. "Tolong adek-adek, pulanglah," kata perwira polisi melalui pengeras suara daei mobil Raisa. Petasan warna-warni justru terus ditembakkan bak malam tahun baru. Bedanya, asap petasan juga berisi gas air mata yang membuat mata pedih.

Massa mulai membakar spanduk-spanduk yang tadinya dipasang untuk unjuk rasa. Aktivitas tersebut direspons dengan majunya kendaraan water canon dan kendaraan pemadam kebakaran. Air disemprotkan ke arah api, juga ke arah massa yang tengah merusuh.

Pantauan Republika dari Jembatan Sarinah, massa yang melakukan aksi dari depan Gedung Jakarta Theater sudah tak terlalu banyak. Mereka tampak berganti-gantian dalam melancarkan aksinya. Namun, pada pukul 22.10 WIB, massa provokator yang mengolok-olok aparat justru muncul dari Gedung Sarinah yang awalnya relatif steril.

Polisi pun mengimbau massa untuk meninggalkan Gedung Sarinah. Polisi meminta bantuan TNI untuk mengimbau warga meninggalkan gedung sarinah. Personel TNI pun mendekati warga, dan imbauan TNI didengarkan warga yang berangsur meninggalkan lokasi.

Beberapa waktu kemudian, aparat justru dihebohkan kehadiran seorang perempuan. Sekitar pukul 22.52 WIB, perempuan bercadar mengenakan ransel hitam tiba-tiba mendekat ke gedung Bawaslu. Perempuan itu bahkan mendekati aparat yang sedang bertahan dari petasan dan lemparan benda dari arah Jalan Wahid Hasyim.

Polisi pun meneriaki wanita tersebut untuk mundur. Ancaman gas air mata digunakan polisi agar perempuan tersebut mundur. Namun, perempuan itu tak mengindahkan peringatan polisi. Gas air mata pun ditembakkan.

Akhirnya, perempuan itu pun menepi ke Gedung Mandiri. Warga pun diminta menjauhi perempuan itu karena tasnya dianggap mencurigakan. Ketika tas dibuka, ternyata hanya berisi pengisi daya, buku dan kartu identitas.

Menjelang tengah malam, massa tak kunjung mengendurkan aksinya. Di arah Bundaran HI, tepatnya di depan Institut Français Indonesia (IFI) tenaga medis untuk para demonstran mulai sibuk bekerja. Di depan pagar bertuliskan liberte, egalite, fraternite, sejumlah matras digelar. Para petugas medis tergopoh-gopoh mengangkat massa yang luka.

Darah tampak berlumuran dari dari pria yang diangkat itu. Saat Republika maupun kerumunan warga berusaha mendekat, para petugas medis langsung mencegah. "Tolong mundur, yang tidak berkepentingan, kami sedang bekerja, ini nyawa orang," kata seorang dokter. Sejumlah korban juga diangkat menggunakan ambulans yang ditempatkan di depan IFI itu. 

 

Ambulans juga hilir mudik di seberang IFI, tepatnya di depan pintu gerbang masuk Hotel Four Points, mengangkut sejumlah petugas yang luka-luka. Tampak petugas medis yang menangani massa yang terluka sempat menghampiri seorang perwira kepolisian untuk meminjam ambulans kepolisian. Permintaan dokter tersebut pun dikabulkan. 

Tiba-tiba seorang terduga perusuh laki-laki yang tampaknya masih remaja ditangkap kepolisian. Kepala remaja yang sudah berlumuran darah tersebut dipiting di ketiak petugas yang membawanya. 

Sejumlah aparat terlihat masih sempat memukul remaja itu saat diamankan. Aparat lainnya berusaha mengingatkan agar pemuda itu tak dipukuli. Personel TNI yang memantau dari Four Points Hotel juga meneriaki saat pemuda itu diamankan. Ia dimasukkan ke dalam mobil ambulans kepolisian. 

Tak berselang lama, seorang pemuda kembali diamankan. Kali ini ia bergegas diamankan agar tak mendapat pemukulan lebih lanjut oleh aparat ysng tak kuasa menahan emosi. Ia dimasukkan ke dalam ambulans yang sama seperti pemuda sebelumnya. 

Kamis (24/5) dini hari, polisi terus berupaya menekan massa perusuh. Polisi telah menekan massa hingga ke Jalan Wahid Hasyim arah Sabang. Kericuhan pun terjadi di titik tersebut. Pos polisi yang tepat berada di tengah Sarinah menjadi sasaran pembakaran massa. 

Massa masih menembakkan petasan, berlindung dari balik tameng yang berhasil direbut dari kepolisian. Polisi juga kembali menembakkan gas air mata. Pospol Sabang juga tiba - tiba terbakar, diikuti sejumlah sepeda motor di dekatnya. Jurnalis yang dekat dengan lokasi tersebut langsung diminta mundur. "Media segera pergi, mundur mundur, hei mundur, pergi kamu, jangan meliput di sini," teriak polisi. 

Beberapa saat kemudian, menjelang pagi, rusuh masih juga belum selesai. Namun kerusuham massa mulai bisa diredam secara perlahan. Polisi menyisir gang-gang di sekitar Jalan Wahid Hasyim untuk mencari-cari massa perusuh yang bersembunyi. 

 
Berita Terpopuler