KPK Pisahkan Honor Menag dan Uang Terkait Pokok Perkara

PPP mengklaim uang yang disita KPK dari ruang kerja Menteri Agama adalah honor.

Republika/Putra M. Akbar
Kementerian Agama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat tiba di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (18/3).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Arif Satrio Nugroho

KPK menegaskan segala bentuk penyitaan penyidik dilakukan setelah memastikan bukti tersebut merupakan bagian dari perkara. Hal ini menanggapi PPP yang mengklaim bahwa uang yang ditemukan KPK dari laci meja ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin adalah honor pribadi.

Menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, saat penggeledahan pada Sabtu pekan lalu, penyidik juga menemukan beberapa uang lain di ruangan menteri agama. Namun, dari informasi atau dari data yang ada saat itu diduga merupakan honorarium dan uang-uang tersebut tidak dibawa.

"Jadi sejak awal tim KPK sudah memisahkan mana uang dalam amplop yang merupakan honor, mana yang bukan. Tapi tentu nanti ada proses klarifikasi lebih lanjut yang akan kami tanya saat proses pemeriksaan," kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/3).

Febri menegaskan, ketika melakukan penyitaan, berarti penyidik KPK menduga bukti-bukti tersebut, termasuk uang diduga terkait dengan pokok perkara. Sehingga, KPK mempersilakan pihak terkait menjelaskan asal uang tersebut apakah honor atau dana operasional atau hal lain lewat pemberian keterangan sebagai saksi.

"Tapi ada yang perlu kita ingat bahwa honorarium apalagi untuk penyelenggara negara atau pegawai negeri itu ada standar nilainya," ujar Febri.

Febri menjelaskan, standar nilai tersebut diatur di Direktorat Gratifikasi KPK. Menurutnya ada banyak laporan yang masuk dari berbagai pihak terkait.

Misalnya, ia menyontohkan, ada pejabat melaporkan menerima honor Rp 100 juta sebagai pembicara dalam sebuah acara selama dua atau tiga jam, KPK akan mengecek standar biaya menjadi pembicara selama satu jam. "Kalau standar biayanya untuk ahli sekitar Rp 1,7 juta atau Rp 1,8 juta, atau katakanlah Rp 2 juta dikali tiga jam, maka yang berhak diterima menjadi milik penerima itu," terang Febri.

Febri melanjutkan, jika honor terkait pembicara sangat besar, misalnya mencapai Rp 50 juta atau Rp 100 juta, maka sisanya menjadi milik negara. "Itu artinya apa kalau ada honor yang sangat besar sepantasnya itu dilaporkan sejak awal ke Direktorat Gratifikasi. Ini di luar konteks, saya ingin menjelaskan soal honor tersebut," kaya Febri.


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin masih belum mau banyak berkomentar soal temuan uang dalam penggeledahan yang dilakukan KPK. Menurut Lukman, ia hendak memberikan keterangan resmi pada KPK terlebih dahulu.

"Begini saya kan saya selalu menyatakan saya secara etis tidak layak tidak patut tidak pantas kalau menyampaikan hal hal yang bisa terkait dengan materi perkara yang dimungkinkan terkait materi perkara sebelum saya menyampaikan secara resmi ke KPK," ujar Lukman saat ditemui di Mukernas PPP, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/3).

Lukman menyatakan, ia harus menghormati KPK. Pasalnya, kata Lukman, KPK adalah institusi yang harus menerima keterangan resmi darinya terkait dengan kasus dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

"Jadi mohon maaf kepada para media belum bisa saat ini untuk menyampaikan segala sesuatu yang terkait dengan hal ini. Tapi pada saatnya nanti setelah saya menyampaikan secara resmi kepada KPK saya akan sampaikan kepada media," ujar Lukman.

Sejauh ini, Lukman menegaskan, ia belum mendapat pemanggilan dari KPK. Sementara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tempat Lukman bernaung mendapatkan informasi dari Lukman bahwa uang temuan KPK di ruangannya adalah uang honor.

Total uang yang disita dari ruang kerja Lukman sebanyak Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS. Uang itu diduga terkait dengan pokok perkara jual beli jabatan di Kemenag RI.

KPK telah menetapkan tiga tersangka pada kasus ini, yaitu mantan ketua umum PPP, Romahurmuziy alias Romy sebagai penerima suap. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin diduga telah menyuap Romy untuk mengurus proses lolos seleksi jabatan di Kemenag. Diketahui, Muhammad Muafaq mendaftar untuk posisi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Sedangkan Haris, mendaftar sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jatim.

Pada Jumat (22/3), Romy memenuhi agenda pemeriksaan penyidik KPK sebagai tersangka. Kepada wartawan, ia mengaku tak tahu menahu apakah uang yang disita KPK dari ruang kerja Menag tersebut berkaitan dengan kasus yang menjeratnya.

"Saya hanya melihatnya dari televisi. Saya tidak tahu. Saya akan sangat kooperatif dan menjelaskan semua persoalan ini kepada KPK. Agar mereka mendapat perspektif yang terang dan tidak ada yang ditutup-tutupi dan mereka juga akan permudah untuk segera menyelesaikan pemberkasan kasus," tutur Romy di Gedung KPK Jakarta, Jumat (22/3).

 
Berita Terpopuler