Peran Tarekat di Senegal di Masa Kolonial Prancis

Islam menjadi titik kumpul perlawanan terhadap Prancis.

Reuters
Muslim Senegal
Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kolonialisme Prancis Selama abad ke-18, Prancis mulai menancapkan kaki kolonialnya di sana. Muslim Senegal mengambil berbagai sikap terhadap hal tersebut. Khususnya di pedesaan, orang-orang Senegal bergabung dengan persaudaraan sufi untuk bersatu melawan penjajahan.

Baca Juga

Popularitas persaudaraan Tijaniyyah menandai pergerakan ini. Islam menjadi titik kumpul perlawanan Afrika terhadap Prancis. El Hadj Umar Tall pertama kali menyebarluaskan tarekat Tijaniyah di Afrika Barat setelah ia bergabung dengan tarekat tersebut ketika berhaji. Bagi masyarakat Senegal, dia adalah pemimpin ulama yang paling terkemuka.

Para guru sufi (murabit) lebih didengar masyarakat. Tarekat Mouride berkembang pesat di sana. Ini adalah tarekat yang menjadi wadah berkumpulnya diaspora dan mempersatukan masyarakat Senegal di berbagai wilayah. Gerakannya masuk ke sektor ekonomi masyarakat.

Martin Van Bruinessen (ed) dalam Sufism and the Modern in Islam (2007) menyebutkan, pada masa penjajahan Prancis, pengikut tarekat ini banyak yang menjadi petani kacang. Mereka menjual hasil panennya kepada penjajah. Kemudian mereka membuat jaringan penjualan hasil pa nen sendiri, mulai pengepul hingga pengolah menjadi produk yang diperdagangkan di pasar

Selain petani, pengikut tarekat ini juga berasal dari kalangan politikus yang 'dibuang'. Prancis menganggap mereka sebagai ancaman. Orang-orang tersebut diburu dan dicari-cari. Pendiri Mouride, Syekh Amadou Bamba ditangkap dua kali oleh pemerintah kolonial.

Ketidakadilan ini justru meningkatkan popularitasnya dan penghormatan mourides kepada pemimpin mereka. Syekh Bamba dihormati sebagai pemimpin penting perlawanan di Senegal hingga detik ini.

 
Berita Terpopuler