Polemik Wacana Penutupan Pulau Komodo Selama Setahun

Penutupan Pulau Komodo bisa berdampak pada sektor pariwisata.

Dok: Korem 162 Wirabhakti
Aparat gabungan TNI dan Polri berhasil mengamankan sembilan ekor Rusa di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB yang diduga hasil buruan dari Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Rep: Inas Widyanuratikah, Muhammad Nursyamsi, Arif Satrio Nugroho, Fauziah Mursid Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, Tepat di penghujung tahun 2018 lalu, aparat gabungan TNI dan Polri berhasil mengamankan sedikitnya sembilan ekor Rusa di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sembilan rusa ini merupakan hasil buruan dari Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Penerangan Korem 162/WB, Mayor Inf Dahlan mengatakan, rusa yang sudah dalam keadaan mati itu diangkut menggunakan sebuah kapal motor dari Pulau Komodo menuju perairan Sape, di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, NTB.

"Ada sembilan ekor Rusa yang diduga hasil buruan di Pulau Komodo diamankan tim gabungan TNI-Polri di perairan Sape, Bima pada Sabtu (29/12) sore," ujar Kepala Penerangan Korem 162/WB Mayor Inf Dahlan di Mataram waktu itu.

Dahlan menjelaskan, aparat gabungan mengamankan kapal motor saat hendak melakukan bongkar muatan di kawasan pantai So Toro Wamba, Desa Poja, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. Selain sembilan ekor Rusa hasil buruan, aparat juga mengamankan satu kepala kerbau, dua pucuk senjata api rakitan laras panjang panjang lengkap dengan laser, dan  delapan butir peluru amunisi jenis SS1. Tim gabungan, dia katakan, juga mengamankan satu unit mobil pick up Nopol EA 9034 WZ dan satu unit kapal motor kayu.

Menurut Dahlan, pengungkapan kasus perburuan ilegal ini bermula dari laporan masyarakat di Kecamatan Sape tentang dugaan penyelundupan Rusa hasil buruan dari Pulau Komodo, NTT. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti jajaran Polsek Sape dan Koramil Sape yang kemudian membentuk tim khusus.

"Pada Sabtu sore, tim yang dipimpin Danramil Sape Kapten Inf Junaid bersama Kapolsek Sape AKP Sarifudin Jamal, langsung melakukan operasi penangkapan. Namun saat penangkapan dilakukan, para pelaku sudah duluan kabur. Aparat hanya berhasil mengamankan sopir mobil pick-up yang masih di lokasi kejadian," kata Dahlan. 

Beberapa hari kemudian,  Polisi menangkap pemburu ratusan rusa dan kerbau Pulau Komodo itu.  Kasusnya pun sekarang sedang ditangani pihak kepolisian.

Kasus tersebut membuat Pemerintah Provinsi NTT prihatin. Bahkan, berencana untuk menutup  lokasi wisata Taman Nasional Komodo dari kunjungan wisatawan selama satu tahun. Hal itu sebagai upaya meningkatkan jumlah populasi komodo dan rusa, yang menjadi makanan utama hewan langka tersebut.

"Pemerintah NTT akan melakukan penataan terhadap kawasan Taman Nasional Komodo agar menjadi lebih baik, sehingga habitat komodo menjadi lebih berkembang. Kami akan menutup Taman Nasional Komodo selama satu tahun," kata Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.

Baca juga: Gaya Hidup 'BPJS' Buat Selebritis Terjun ke Prostitusi

Baca juga: Ruhut: Ahok Ibarat Pengemudi Mobil, tak Mau Melihat Spion

Dia mengatakan kondisi habitat komodo di Kabupaten Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores, itu sudah semakin berkurang serta kondisi tubuh komodo yang kecil sebagai dampak berkurangnya rusa yang menjadi makanan utama komodo.
"Kondisi tubuh komodo tidak sebesar dulu lagi, karena populasi rusa sebagai makanan utama komodo terus berkurang karena maraknya pencurian rusa di kawasan itu," tegas Viktor. Dia khawatir, apabila rusa semakin berkurang, tidak tertutup kemungkinan komodo akan saling memangsa untuk mempertahankan hidup. 

Namun, wacana yang dilontarkan oleh gubernur itu menuai polemik. Ada yang setuju karena untuk mempertahankan habitat komodo dan ada juga yang tak setuju karena terkait dengan potensi hilangnya kunjungan wisatawan.

Yang tidak setuju misalnya datang dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata  Kabupaten Manggarai Barat, Flores. Menurut Ketua Pelaksana Harian Asita Cabang Manggarai Barat, Donatur Matur mengatakan,  pernyataan Gubernur NTT di publik tentang rencana menutup TN Komodo selama setahun membuat pelaku pariwisata di Manggarai Barat serta Asita cabang Manggarai Barat tidak tenang. Wisatawan asing dan agen perjalanan wisata dunia terus bertanya kepada Asita Manggarai Barat tentang rencana tersebut.

Bahkan, Matur mengatakan pihaknya mendapatkan banyak pertanyaan dan protes tentang upaya penutupan itu.  Selain itu, banyak wisatawan mancanegara yang membatalkan perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo. “Sebaiknya pemimpin NTT membuat kajian-kajian terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan di publik," kata Matur.
 
Dari pusat,  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memastikan, wacana penutupan penutupan sementara Taman Nasional Komodo  oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut. Belum ada keputusan akhir dari para pemangku kepentingan sampai saat ini.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KEmenterian LHK Wiratno mengatakan, wacana penutupan sementara TN Komodo bertujuan untuk melakukan perbaikan tata kelola. Khususnya, untuk mendukung tujuan konservasi.

"Ini perlu segera dibahas antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id Kamis (24/1).

Wiratno mengatakan, Ditjen KSDAE memiliki kewenangan untuk menutup atau membuka kembali suatu taman nasional. Pertimbangan tersebut berdasarkan kondisi ilmiah, fakta lapangan, kondisi sosial ekonomi, dan masukan dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten serta para pihak lainnya.

Kasus penutupan pendakian sementara pernah terjadi di TN Gunung Rinjani, TN Gunung Merapi dan TN Bromo Tengger Semeru karena terjadi erupsi gunung berapi dan kondisi cuaca ekstrim.

"Dapat juga dikarenakan adanya kerusakan habitat, atau gangguan terhadap satwa liar yang dilindungi, akibat dari aktivitas pengunjung, bencana alam, dan mewabahnya hama dan penyakit, seperti di TN. Way Kambas," ucap Wiratno.

Seekor komodo berada dalam pengawasan penjaga di Pulau Rinca, Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Wiratno memastikan, apabila pemerintah merencanakan penutupan sementara terhadap sebagian kawasan atau keseluruhan, akan dilakukan secara terencana. Pemerintah juga akan memberikan tenggang waktu cukup, sehubungan dengan dampak sosial ekonomi yang besar.

Sebagai salah satu kawasan wisata populer di kalangan wisatawan mancanegara, jumlah pengunjung TN Komodo terus meningkat setiap tahunnya. Menurut catatan Kementerian LHK, pada 2014, tercatat sebanyak 80.626 pengunjung datang ke sana. Kemudian meningkat menjadi 95.410 pengunjung pada 2015. Pada 2016, pengunjung mencapai 107.711 orang.

Sementara itu dua tahun terakhir yaitu tahun 2017, tercatat sebanyak 125.069 pengunjung, dan 159.217 pengunjung di 2018. Jumlah wisatawan yang tinggi ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi signifikan, khususnya di Kabupaten Manggarai Barat dan wilayah di sekitarnya.

"Selain komodo, saat ini terdapat 42 dive and snorkeling spot yang juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan," kata Wiratno.

Wiratno menuturkan, berdasarkan monitoring Balai TN Komodo dan Komodo Survival Programme, pada 2017, jumlah populasi komodo mencapai 2.762 individu. Dari total yang ada, penyebaran paling tinggi terdapat di Pulau Rinca dengan jumlah 1.410 ekor. Sementara itu, di Pulau Komodo, terdapat 1.226 ekor. Sisanya, dua individu komodo di Pulau Padar, 54 ekor di Pulau Gili Motang dan 70 di Pulau Nusa Kode.  

Sedangkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada pekan depan menggelar rapat koordinasi untuk membahas rencana penutupan Pulau Komodo, yang menjadi bagian Taman Nasional Komodo selama satu tahun dari kunjungan wisatawan. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin, mengatakan rakor digelar setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas secara internal masalah itu.

"Kami akan segera menggelar rakor dengan mengundang semua pihak terkait termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga Kementeian Pariwisata. Karena, begitu dikatakan menutup, kan dampaknya luar biasa bagi (wisatawan) yang berencana ke Labuan Bajo," katanya.

Menurut Safri, penutupan Pulau Komodo yang menjadi salah satu atraksi utama destinasi wisata Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, perlu dipikirkan matang-matang. Pasalnya, meski bertujuan untuk menjaga kelestarian satwa endemik komodo, kawasan tersebut juga menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Tanah Air.

"Taman Nasional Komodo kan kawasan yang dikelola Kementerian LHK, tentu mereka tahu urgensinya. Pemerintah NTT juga yang punya wilayahnya, sedangkan Kementerian Pariwisata, tentu ada target tertentu untuk menjaring wisatawan. Maka, perlu ada keputusan komprehensif terkait masalah ini," ujarnya.

Safri menyebutkan salah satu cara yang bisa ditempuh agar kawasan taman nasional tetap terjaga sekaligus tetap menjadi atraksi wisata adalah dengan mengatur jumlah pengunjung sesuai dengan daya dukungnya. "Dulu Pak Menko (Luhut Pandjaitan) mengusulkan agar Pulau Komodo dan Rinca itu pengunjungnya dibatasi. Jadi, idenya bukan ditutup, tapi dibatasi, dilihat dari daya dukung pulau tersebut karena utamanya adalah bagaimana komodo bisa bertahan," jelasnya.


Saran alternatif

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla memberi saran alternatif kepada Pemerintah Provinsi NTT untuk mengembangbiakkan rusa di lokasi terpisah dari Taman Nasional Komodo, NTT. 
"Jadi bisa saja ini. Itu benar bahwa perlu makannya rusa, kambing itu lebih terkait. Kalau ada pertanyaan apa dikembangbiakan di tempat lain dulu lalu dibawa ke situ," ujar JK di Kantor Wakil Presiden di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (22/1).

JK pun memahami alasan Pemprov NTT yang ingin menutup taman nasional karena alasan tersebut. Namun ia menilai rencana penutupan tersebut belum resmi.

"Itu belum kita resmi. Tapi kalau saya lihat alasannya Gubernur Viktor itu untuk memperbanyak untuk mengembangbiakan rusa. Tapi jangan lupa dikunjungi atau tidak dikunjungi itu tetap saja perlu makan," ujar JK.

Ia juga menyoroti murahnya tarif masuk ke wilayah Taman nasional Komodo. Padahal wilayah tersebut merupakan wilayah konservasi.

"Taman Nasional Komodo kan dibawah Kementerian LHK. Dan tarif tarif itu ada aturannya kepetusan menteri. memang begitu. Kalau kita melihatnya secara wajar. Memang terlalu murah pada dewasa ini," ujarnya.

Karenanya, ia menilai ke depannya perlu didiskusikan kembali kemungkinan kenaikan tarif masuk Taman nasional. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemeliharaan wilayah konservasi.

"Jadi berapa nanti dirundingkan. Bisa juga dibedakan antara banyak negara seperti itu orang domestik, dan anak sekolah bayarnya sekian. Tapi untuk turis asing bayarnya sekian," ujar JK.

Rana - Pulau Komodo - Pulau Pandar

 
Berita Terpopuler