Kisah Mencekam Relawan, Lolos dari Longsoran Setinggi Leher

Lokasi terisolasi akibat longsor.

Lazis Wahdah
Kondisi jalan menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Friska Yolanda

REPUBLIKA.CO.ID, SIGI -- Jam menunjukkan pukul 15.00 waktu Sigi, Sulawesi Tengah. Sembilan orang relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Relawan harus menempuh jarak sepanjang 64 kilometer. Padahal, setelah gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR), jalan menuju lokasi rusak parah. Belum lagi, perjalanan harus melewati Taman Nasional Lore Lindu.

Biasanya, perjalan ke lokasi itu hanya ditempuh selama 30 menit. Namun setelah gempa memporak-porandakan Palu dan sekitarnya, setidaknya butuh waktu satu jam menuju lokasi.

"Itupun kalau tidak hujan. Kalau hujan, ya bisa sampai sejam lebih," kata warga Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Andi (47 tahun).

Sabtu (20/10) itu, perjalanan tim relawan menuju lokasi cukup menantang adrenalin. Tim membawa mobil 4WD dan mengangkut bahan-bahan pangan, logistik untuk disalurkan pada warga di Desa Tomado, Kecamatan Lindu.

relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

"Wilayah itu sangat sedikit mendapatkan bantuan. Banyak di sana yang belum tersentuh bantuan," ujar koordinator logistik misi ke Desa Tomado, Nurhidayat.

Relawan LAZIS Wahdah Islamiyah Zulkifli Tri Darmawan mengisahkan tim relawan harus berjuang melewati gundukan tanah longsor. Tampak pula jurang-jurang menganga menyeramkan dari atas mobil. Jalanan sempit. Bebatuan terjal banyak bertebaran di atas jalan tertutup lumpur dan ranting-ranting kayu. Keterampilan mengemudi benar-benar diuji. Mobil harus meliuk-liuk di atas jalan yang terjal dan sempit.

Rombongan relawan berhenti di depan pintu gerbang Desa Namo, yang bersebelahan dengan Desa Tomado. Perjalanan menggunakan mobil dicukupkan sampai di sana. Sebab, mobil tidak bisa melewati medan lagi.

"Mobil tidak bisa masuk. Jalanan sudah ditutupi longsor. Motor saja yang bisa," ujar salah seorang warga di Desa Namo, Hamid (36).

Relawan mulai memindahkan logistik pada kendaraan roda dua. Beras, air minum, minyak kelapa, makanan ringan, perlengkapan mandi, perlengkapan bayi, dan bahan bakar diangkut dengan menggunakan motor.

Sekitar pukul 17.00 WITA, relawan Wahdah berangkat bersama sebelas orang laskar Front Pembela Islam (FPI), dan beberapa warga. Setidaknya 11 motor membawa relawan dan logistik.

Relawan Wahdah terbagi dua kelompok, tiga orang berangkat lebih awal. Kemudian, disusul kelompok kedua yang berjumlah empat orang.

Di tengah perjalanan, hujan deras mengguyur. Kondisi longsoran semakin menutup jalan. Sudah tak bisa lagi dilewati kendaraan.

"Turunkan barangnya. Kita lari saja," usul salah seorang warga.

 

Kegaduhan mulai terdengar sahut menyahut. Beberapa relawan juga tampak membaca zikir. Kondisi semakin gelap. Guyuran hujan deras semakin menciptakan suasana mencekam.

Kelompok yang lebih dulu berangkat meneruskan perjalanan. Sementara tim kedua, memilih putar balik ke lokasi awal. Tak lama, ada warga yang meneriakkan kelompok pertama terjebak longsor.

"Kami tidak tahu apakah mereka selamat atau tidak," ujar warga itu. 

Saat rilis ini ditulis, kondisi psikis relawan mulai terganggu. Beberapa orang memilih mundur dan segera lari menyelamatkan diri. Namun, ada yang memilih mencari relawan dan warga yang terjebak longsor.

Namun, kondisi semakin parah. Akhirnya disepakati, tim dan warga menyelamatkan diri terlebih dahulu. Motor yang dipakai kandas di tengah lumpur. Relawan dan warga memilih berjalan kaki. Entah berapa titik longsor yang membawa lumpur di jalanan.

Ada yang tenggelam hingga betis. Ada yang tenggelam hingga pusar. Ada yang tenggelam sampai leher. Batu-batu tajam yang bererakan menambah perih perjalanan itu.

Tak bisa berjalan, masih bisa merangkak. Tak bisa merangkak, masih bisa berenang. Semua harus tetap bergerak. Sebab luruhan tanah dari tebing terus berjatuhan. Zikir, senter, dan cahaya rembulan menuntun tim mencari jalan pulang.

Beruntung, warga menanti di ujung jalan, membantu berenang. Mereka mengulurkan tangan dan kayu membantu perjuangan tim. Salah satu relawan FPI yang tergenang lumpur hingga leher, ditarik oleh warga.

Setelah berjuang dari longsoran hampir dua jam, rombongan tiba kembali di lokasi awal. Tim relawan yang selamat dari maut, mencari sinyal untuk menghubungi relawan dan warga yang diperkirakan terjebak di balik tanah longsor. Relawan menginap di Desa Namo, tepatnya di sebuah mushala darurat warga sekitar.

"Jangan kawatir. Sudah ada warga kami yang selamatkan beliau semua. Mereka aman dan saat ini menginap di rumah-rumah warga," kata salah satu warga.

Beberapa relawan langsung sujud syukur seketika itu juga. Keesokan hari, Ahad (21/10) perjalanan dilanjutkan. Relawan berjalan selama sejam menggunakan motor yang sempat ditinggal saat malam. Beberapa kali motor harus diangkat melewati pepohonan yang sudah tumbang.

"Alhamdulillah baru sampai setelah melakukan perjalanan selama tiga jam lamanya dari pintu gerbang Taman Nasional Lore Lindu," ucap relawan Hasyir.

Menurut warga, Irwan (34), bantuan masuk desanya sangat terbatas. Akses jalan melalui jalur darat lumpuh. Hanya roda dua yang bisa masuk. Bantuan akan maksimal jika menggunakan helikopter. 

"Itupun kalau dibagi kami hanya mendapatkan sedikit saja. Palingan beras satu liter dan mie lima bungkus per KK. Bantuan juga baru datang kalau sudah satu minggu," kata dia.

Tim relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu, daerah terluar dari Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Selama ini, Irwan menceritakan, warga hanya menunggu datangnya bantuan. Meski sedikit, tetapi ia bersama warga Muslim lainnya selalu bersyukur. Di perkampungan Muslim yang berada di lorong Arab, Desa Tomado, dibentuk Posko Bersama oleh relawan Al Khairaat, FPI, Wahdah Islamiyah, dan Annas. 

Posko bantuan ini berada di Yayasan Al Khairaat SPS TPQ Al Hidayah Al Khairaat Tomado Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tepat di dekat Danau Lindu.

Sambil menunggu helikopter, relawan menginap di rumah-rumah penduduk di sekitaran Danau Lindu. Alhamdulillah, Senin (21/10) pagi bantuan helikopter TNI AU tiba mengangkut relawan dan beberapa warga. Sekitar pukul 10.30 WITA, helikopter mendarat di Bandara Palu.

 
Berita Terpopuler