Soal Penolakan Ceramah, Ini Kata Ketua Komisi Dakwah MUI

ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, KH Cholil Nafis menilai penolakan ustaz berceramah dilakukan dengan mekanisme yang tidak tepat. "Tak enak rasanya ketika mendengar penolakan kajian di Bangil meskipun saya sendiri tak setuju isi ajakan Khilafah yang dikumandangkan," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (7/11).

Menurut dia, Feliz Ziauw hanya seorang muallaf dan motivator, bukan lah ustaz apalagi ulama. Namun, ia melihat mekanisme untuk menghalangi seseorang tersebut tidak lah tepat. "Jika sang motivator anggota HTI maka sebaiknya diserahkan pada mekanisme hukum dan penegak hukum. Demikian juga keberatan yang saya dengar di Garut," ucapnya.

Sebagai pendakwah, Kiai Cholil juga kurang setuju dengan penolakan terhadap Ustaz Bachtiar Nasir di Kabupaten Garut. Karena, menurut dia, di Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi, semua orang bebas menyampaikan pendapat apalagi menyampaikan pengajian di rumah ibadah.
 
"Jika tidak setuju dengan isi ceramah sang ustaz ya tak perlu datang dan cukup mengimbau jamaahnya tidak perlu hadir. Namun keberatan adanya pengajian kepada orang yang hendak mendengarkannya saya berpendapat kurang tepat secara hukum. Apalagi kita sesama muslim perlu menjaga ukhuwah bainal muslimin," katanya.
 
Namun, ia juga meminta agar para ustaz yang mendapat penolakan dari golongan tertentu tersebut juga introspeksi diri dan menyesuaikan ceramahnya dengan kondisi masyarakat sekitarnya, sehingga tidak mendapatkan penolakan lagi.
 
"Dakwah itu mengajak kepada kebaikan maka caranya pun yang baik sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Seharusnya berdakwah dengan ilmu yang sudah diketahui dan cara yang disenangi umat," jelasnya.
 

 
Berita Terpopuler