Tak Laik, Lokasi Pengungsi Rohingya Lebih Pas Disebut Bedeng

AP/Dar Yasin
Keluarga pengungsi muslim Rohingya istirahat di ruang terbuka beralaskan plastik, setelah tentara Bangladesh melarang mereka bergerak menuju kamp pengungsian di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).
Rep: Dyah Ratna Meta Novia Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR) Syuhelmaidi Syukur mengatakan, banyak problem yang dialami oleh para pengungsi Rohingya termasuk tempat perlindungan yang tak laik huni dan lebih pantas disebut bedeng-bedeng.

"Di mana kalau tinggal di bedeng, panas akan kepanasan, dan hujan akan kehujanan. Memang tak laik huni tapi begitulah kondisinya," katanya dalam Publik Ekspos KNSR di Jakarta, Selasa (24/10).

Ibu-ibu hamil kesehatannya juga menurun karena memang banyak ibu hamil yang terpaksa ikut melarikan diri dari Myanmar akibat pembantaian dan kekejaman tentara Myanmar. Anak-anak juga banyak yang mengalami malnutrisi.

"Di Cox's Bazar jumlah tenaga kesehatan sangat terbatas. Apalagi jumlah pengungsi mencapai ratusan ribu orang pasti tenaga kesehatan sangat kurang dan kewalahan," ujar Syuhelmaidi.

Selain itu di tempat pengungsian juga kekurangan obat-obatan, kekurangan air bersih, fasilitas kesehatan, juga sanitasi. Semua serba kekurangan. KNSR, jelas dia, di sana bekerja dibantu oleh NGO lokal karena pihaknya tak bisa berbahasa Rohingya.

Namun di Bangladesh, bantuan dari penduduk lokal juga ada. "Ada orang kaya yang setiap hari datang untuk membantu etnis Rohingya. Warga  Bangladesh saya lihat punya jiwa sosial tinggi," ujar Syuhelmaidi.

Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler