Bersepeda di Desa Wisata Hijau Bilebante Lombok

Republika/M Nursyamsi
Desa Wisata Bilebante, Lombok, NTB.
Rep: M Nursyamsyi Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, Geliat pariwisata Lombok kian menjalar, bahkan hingga ke pelosok desa. Bilebante contohnya. Dikenal dengan desa yang penuh debu lantaran merupakan lokasi galian pasir, kini menjelma menjadi desa wisata hijau.

Berada di Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), puluhan pemuda berupaya mengubah citra kampungnya menjadi desa yang layak dikunjungi wisatawan.

"Kita merintis ini dari 2015, awalnya enggak percaya jadi desa wisata, karena (desa) ini lokasi galian pasir yang paling bagus, bahkan hingga dijuluki desa pasir atau 'wisata' debu," ujar Ketua Desa Wisata Hijau Pahrul Azim (33) saat disambangi Republika.co.id.

Pria yang bekerja sebagai staf di Kantor Desa Bilebante mengaku beberapa kali mengikuti sejumlah pelatihan yang diselenggarakan Kementerian Koperasi dan UMKM. Selain itu, sejak April 2015, Bilebante juga ditunjuk sebagai salah satu desa di Lombok yang mendapat pembinaan langsung dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Desa, Bappenas, serta juga Kementerian Pariwisata.

Dari pengalaman ini hatinya tergerak untuk mengubah desanya. Bersama 32 pemuda lain di Bilebante, ia merintis Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante pada 5 September 2016. Tim DWH Bilebante diisi para generasi muda desa yang mendapat pendampingan dari Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammbenarbeit (GIZ).

"Turis asing katanya kan lebih senang menyaksikan langsung ke lokasi, melihat cara bertani, kehidupan masyarakat pedesaan, kenapa tidak kita angkat itu," ucap ayah dari tiga anak ini.

Wilayah Bilebante tercatat seluas 2,78 km persegi. Dengan 221 hektare areal persawahan, dan luas kebun mencapai 85 hektare, Bilebante memiliki potensi besar menarik minat wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (wisman). Terlebih lokasi Bilebante hanya berjarak 16 km dari Kota Mataram atau hanya menempuh 45 menit perjalanan darat dari Ibu Kota Provinsi NTB tersebut.

Pahrul menjelaskan Bilebante merupakan istilah dari dua kata dalam bahasa Sasak yaitu Bile yang berarti buah maja dan Bante yang berarti semak belukar. "Jadi Bilebante artinya pohon bile yang ditumbuhi semak belukar sampai mati dan akhirnya terbentuklah nama desa Bilebante," tutur dia.

Jika pada beberapa tahun lalu Bilebante dikenal warga sekitar sebagai kawasan yang penuh debu akibat banyaknya lokasi galian pasir, kini perlahan bertransformasi menjadi desa hijau yang begitu rindang.

"Saat ini galian pasir hampir sudah tidak ada lagi, namun potensi untuk digali tetap ada karena para penambang tetap mencari celah melakukan galian," ucap Pahrul.

Pria yang juga mengajar di SMK Bangun Bangsa ini mengapresiasi sikap tegas Kepala Desa Bilebante Rakyatulliwa'uddin yang berkomitmen untuk tidak memberikan izin penambangan lagi, kecuali yang layak tambang. Rakyatulliwa'uddin terkesan dengan semangat anak muda yang mampu menelurkan inovasi di desa ini.

 

DWH Bilebante menawarkan sejumlah paket wisata menarik. Paket berkeliling menggunakan bersepeda merupakan paket utama yang ditawarkan kepada setiap wisatawan yang datang.

"Paket wisata sepeda Half Day Tour Bilebante Family Long Ride dengan rute 4 Km paling sering dicari," ungkapnya. Dengan Rp 225 ribu per orang, pengunjung bisa merasakan pengaman bersepeda dengan pemandangan indah bersama pemandu wisata dan juga mendapatkan coffe break.

Dengan dilengkapi helm sepeda para pengunjung diajak berkeliling desa melalui permukiman warga, tepian sungai, pematang sawah, kebun sayur, dan kebun buah. Di sela-sela perjalanan, pengunjung bisa melihat langsung sistem penanaman padi yang dilakukan masyarakat, menyambangi industri anyaman untuk membuat lidi batang kelapa untuk sate, atau juga 'kekere' (topi khas lokal dari anyaman lidi kelapa) yang menjadi salah satu sumber pendapatan penduduk lokal.

Dalam perjalanan ini, pengunjung juga akan melintasi Jembatan Lime (Lima) di Dusun Karang Ide yang merupakan salah satu peninggalan Belanda pada era 40-an. Dinamakan Jembatan Lime dikarenakan jembatan ini memiliki lima saluran irigasi dari desa sekitar Bilebante.

Yang tidak kalah asyiknya, pengunjung akan diajak singgah di Pura Lingkar Kelud yang menjadi Pura tertua di Lombok Tengah. Jangan kaget, meski mayoritas penduduk Bilebante beragama Islam, namun dua dusun yakni Karang Baru dan Karang Kubu dikenal sebagai kampung Hindu.

Meski berbeda, namun toleransi sangat tertata apik di sini. Pengunjung bisa merasakan langsung berada di pura yang sudah ada sejak 1922 ini.

Keseruan lain saat beristirahat di 'berugak' atau gazebo bambu khas Lombok sembari menikmati sajian kuliner khas Lombok dan es kelapa muda.

"Aktivitas wisata sepeda ada dua pilihan waktu yakni pagi sekitar pukul 07.00 Wita atau sore sekitar pukul 15.30 Wita," Pahrul melanjutkan.

Pada momen itu, pengunjung dapat merasakan langsung keindahan panorama matahari terbit atau terbenam di tengah-tengah hamparan sawah yang hijau. DWH Bilebante juga menyiapkan sepuluh kamar homestay bilamana para pengunjung ingin merasakan sensasi menginap dan berbaur dengan warga setempat lebih lama.

Penggemar grup band Sheila on 7 ini menjelaskan ada sepuluh sepeda beserta pelindung kepala yang tersedia hasil bantuan dari Bank NTB. Jumlah ini dirasa belumlah cukup. Tak ayal, jika jumlah wisatawan yang datang lebih dari sepuluh, ia dan timnya terpaksa menyewa sepeda dari tempat lain.

"Tantangannya itu jumlah sepeda masih kurang, mudah-mudahan dalam waktu dekat pemerintah bantu kita," harap Pahrul.

 

Selain wisata sepeda, DWH Bilebante juga menawarkan program wisata lain seperti Bumi Perkemahan Seribu Cerita serta pelatihan pengolahan makanan berbahan dasar rumput laut dan produk makanan olahan unggulan yang dipandu Koperasi Wanita Putri Rinjani.

Sejak dirintis pada 5 September 2016 , jumlah pengunjung yang datang ke Bilebante tercatat sebanyak 300 orang. Mayoritas berasal dari turis asing seperti Irlandia, Jerman, Perancis, dan juga Timor Leste yang umumnya memilih paket wisata sepeda.

"Uang yang masuk kita simpan untuk  membangun atau melengkapi fasilitas lainnya," kata dia. Ia berharap pemerintah memiliki komitmen yang sama dalam memajukan desa wisata di Lombok dan juga dan mendukung kegiatan pemuda di Bilebante.

Pahrul mahfum jika pengelolaan hingga fasilitas DWH Bilebante masih jauh dari kata sempurna. Hal ini tak menyurutkan dia dan timnya untuk terus berbenah agar desanya semakin 'cantik' untuk menarik wisatawan.

Tips berkunjung ke Bilebante

- Bilebante terdiri dari dusun Muslim dan Hindu yang hidup harmonis. Tanyakan pada pemandu lokal mengenai kekayaan budaya setempat. Patuhi aturan dan hormati selama kunjungan

- Berpakaian sopan dan rapi sebagai salah satu cara menghormati budaya dan tradisi setempat.

- Bantu masyarakat menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah sembarangan.

- Ambil sebanyak mungkin pengalaman selama berwisata dan bagikan kepada orang lain.

 

 
Berita Terpopuler