Kajian Hadis: Syarah Shahih Muslim Menguatkan Penjelasan Hadis

Syarah Shahih Muslim Menguatkan Penjelasan Hadis

MGROL100
Ilustrasi Hadist
Rep: Irwan Kelana Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, hadis mempunyai kedudukan yang sangat agung. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran. Secara istilah, hadis adalah apa-apa yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), atau sifat khalqiyah (penciptaan), dan khuluqiyah (budi pekerti) Rasulullah SAW.

Sebagai dasar hukum kedua setelah Alquran, hadis berfungsi sebagai penjelas dalil-dalil Alquran yang masih bersifat global, atau sebagai keterangan atas hal-hal yang belum diatur di dalam Alquran.

Rasul SAW bersabda, ''Telah aku tinggalkan dua perkara, barang siapa berpegang teguh pada keduanya, niscaya ia tidak akan tersesat selamanya, yakni Alquran dan sunahku (hadis Nabi -Red).'' Dengan berpegang teguh pada keduanya (Alquran dan hadis), seorang Muslim dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tanpa didukung pemahaman dan penguasaan hadis dengan baik dan benar, sangatlah sulit bagi seorang Muslim dapat memahami Islam dengan baik sekaligus mengaplikasikannya dengan benar. Oleh karena itu, sangat penting bagi kaum Muslimin untuk mempelajari hadis Rasulullah SAW dengan sebaik-baiknya.

Salah satu kitab hadis yang sangat perlu dipejari oleh kaum Muslimin adalah Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi. Selain merupakan syarah (penjelasan) hadis yang sangat masyhur (populer) di kalangan umat Islam, kitab ini mengandung banyak faidah bagi umat Islam. Sebab, kitab ini merupakan syarah dari kitab Shahih Muslim yang merupakan referensi induk dari kitab-kitab hadis, dengan tingkat kualitas sanad di bawah kitab Shahih Bukhari.

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kitab Syarah Shahih Muslim ini diindonesiakan dan diterbitkan oleh Penerbit Darus Sunnah dalam empat jilid. Jilid pertama berisi mukadimah dan kitab iman. Mukadimah sangat perlu dibaca oleh kaum Muslimin agar lebih mudah memahami isi buku ini secara keseluruhan.

Mukadimah pen-tahkik terdiri atas intisari sejarah pembukuan hadis, isnad bagian dari din (agama), metode dalam mentahqiq, disusul dengan biogafi Imam Muslim, dan biografi Imam Nawawi. Kemudian, kata pengantar oleh Imam Nawawi, dan mukadimah oleh Imam Muslim.

Jilid kedua menampilkan bab iman, taharah, dan haid. Bab taharah sangat perlu dipelajari oleh lelaki maupun perempuan Muslim, terutama tentang tata cara berwudlu yang benar. Juga hikmah berwudhu, baik di dunia maupun di akhirat.

Di dalam bab taharah ini, dikemukakan sejumlah hadis tentang keutamaan menyucikan diri yang menjadi fitrah manusia. Dalam Shahih Muslim ini, Imam Muslim mengumpulkan paling tidak ada sembilan hadis yang menerangkan tentang hal-hal yang difitrahkan.

Antara lain, hadis nomor 603, "Sepuluh hal yang difitrahkan: memotong kumis, memelihara jenggot, siwak, menghirup air ke hidung, memotong kuku, membasuh liku telinga, atau menyela jari-jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, bercebok, dan berkumur."

Saat mengupas hadis-hadis tersebut, Imam Nawawi menukil pendapat para ulama yang menerangkan bahwa yang dimaksud dengan "hal-hal yang difitrahkan" adalah hal-hal yang disunahkan. Maksudnya adalah termasuk di antara sunah-sunah para Nabi.

"... Menurut para ulama bahwa sebagian besar di antara perkara-perkara ini tidaklah wajib. Sedangkan sebagian lagi, mereka berselisih pendapat tentang hal-hal yang diwajibkan, seperti khitan, berkumur-kumur, dan istinsyak. Selain itu, diperkenankan juga menyandingkan (menggabungkan) hal-hal yang wajib dengan yang lainnya." (jilid II, hlm 533).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jilid ketiga, menyajikan tentang bab shalat serta bab masjid dan tempat-tempat shalat. Salah satu hal menarik di bab shalat adalah larangan menyerang suatu kaum di negeri kafir jika di dalamnya terdengar azan (Shahih Muslim hadis nomor 845).

Saat mensyarah hadis tersebut, Imam Nawawi menegaskan, "... Hadis tersebut menunjukkan bahwa kumandang azan dapat menghalangi penduduk negeri dari suatu serangan, karena sesungguhnya hal tersebut merupakan bukti akan keislaman mereka." (hlm 41).

Dalam bab masjid dan tempat-tempat shalat, dijelaskan tentang keutamaan dan anjuran membangun masjid. Imam Muslim mengutip hadis Rasulullah SAW, "Barang siapa yang membangun sebuah masjid karena Allah, niscaya Allah akan membangunkan untuknya hal yang serupa di surga." (Shahih Muslim hadis nomor 1190).

Mengomentari kalimat 'yang serupa' dalam hadis tersebut, Imam Nawawi menjelaskan maknanya sebagai berikut:
Pertama, Maknanya adalah Allah SWT akan membangunkan untuknya sebuah rumah. Adapun gambaran tentang luasnya rumah atau yang lainnya di surga nanti, maka telah diketahui bahwa sesungguhnya hal itu termasuk di antara kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam hati seorang pun dari manusia.

Kedua, maknanya adalah bahwasanya kelebihan rumah yang dibangunkan oleh Allah tersebut melebihi rumah-rumah yang ada di surga, sebagaimana utamanya masjid dibandingkan segala rumah yang ada di dunia. (Jilid III hlm 491).

Jilid keempat menyajikan bab masjid dan tempat-tempat shalat, bab shalat musafir, shalat Jumat, shalat dua hari raya, shalat istisqa, shalat kusuf, dan janaiz (jenazah).

 
Berita Terpopuler