Soeharto, 'The Most Dangerous Man' Adi Sasono di Mata Putri AM Fatwa

Dok.Pribadi
Almarhum Adi Sasono dan Dian Islamiati AM Fatwa
Red: Muhammad Subarkah

Saya datang terlambat janji ketemuan Om Adi (Adi Sasono--Red) di kantornya di Jalan Sudirman.

"Lupa jalan Jakarta ya Dian?
'Iya Om. Itu jawaban jujur. Nah jawaban ngeles, sopir terlambat karena ban gembos. Tapi dua jawaban itu bener, saya gak bohong.
Om Adi terkekeh mendengarjawaban saya.

'
'Ah bisa saja. Mestinya kamu jadi politisi, karena selalu punya back-up banyak jawaban menjawab pertanyaan orang...ha..ha..ha.'Seneng rasanya melihat beliau tertawa renyah".

''Gimana sehatan Om?'

'Saya kena kanker..sudah stadium...,'' jawabnya.

saya tidak banyak mendengar ocehan Om Adi soal sakitnya tapi lebih melihat bahasa tubuh. Tampak Om Adi sudah mulai pada tahapan 'accepting' bukan lagi 'denial'.

''Saya sudah kompak janjian dengan istri saya,'' tukasnya.

'
'Kompak apa Om, baju seragam panitia kondangan pengantin?' tanya saya polos.

"Ha..ha..ha..bukan..saya sudah beli kapling tanah kuburan. Jadi kalau saya meninggal bisa jejer sama istri saya. Tante kan juga kena kanker payudara. Kami berdua sudah siap-siap mati,' ujarnya getir.

Mak jleb....kalimat terakhir serasa menohok dada. Nyeri di ulu hati.

"Halaaah Om kok ngomong mati sih. Saya juga kena kanker, sampai sekarang saya gak mati-mati tuh. Bulan ini saya ulang-alik Melbourne - Jakarta 4kali lho, enggak sakit tuh..cuman agak capek aja..dan yang penting.. I am still alive!' Matanya tampak mulai berbinar dan bersemangat.

"Wah hebat..rahasianya apa?

'
'Rahasianya kita harus happy...kita punya sesuatu yang selalu kita looking forward, sehingga kita bersemangat setiap bangun pagi....semangat hidup itu ibarat Naga. Kanker itu anggap aja ulat bulu. Dikepret sisiknya Naga, ulat bulu langsung tepar.

'
'Ha..ha..ha..bener juga. Saya pengen makan enak-enak sekarang Dian.'

'Wah bagus itu Om.'
'Pokoknya sebelum meninggal..saya..,'

Cepat saya potong perkataannya, "lha kok ngomong soal mati lagi sih...ini saya bawakan empek-empek. Kemarin dari Palembang saya dikasih Gubernur Alex Nurdin oleh-oleh. Kebanyakan kalau saya bawa ke Australia.

'
'Orang bule suka empek-empek?'
' tanya Om Adi,

"Bukan suka..doyan banget!" Jawab saya.

Saya selalu belokkan topik kalau Om Adi bicara soal kematian. Tapi sebenarnya wajar, bagi siapapun yang terkena kanker ajal terasa menanti di tikungan setiap saat...we never know..sayapun mengalaminya.

Persahabatan antara Om Adi dan ayah saya adalah contoh persahabatan sejati yang indah. Saya ingat malam itu adalah malam lebaran. Tidak ada yang khusus bagi kami, toh kami tidak punya uang untuk menyiapkan santapan istimewa lebaran dan baju baru. Ayah dalam penjara menjadi tahanan politik rezim Soeharto. Bersekolahpun masih untung, kawan-kawan ayah chip-in membantu sekolah saya dengan sembunyi-sembunyi.

Saat takbir bersahutan, malam itu Om Adi nongol membawa bingkisan lebaran. Kami sekeluarga seperti mendapat durian runtuh, apalagi mama, bahagia sekali. Kunjungan yang terduga. Jarang kami mendapat kunjungan pejabat tinggi, saat itu Om Adi adalah menteri jaman presiden Habibie. Ia merangkul saya dengan erat, hangatnya terasa menyelimuti sendi-sendi tulang dan pembuluh darah. Sebelum pulang Om Adi menyisipkan amplop ke tangan mama.

"Ini untuk lebaran buat Dian dan adik-adiknya. Salam buat Fatwa kalau besok ke LP Cipinang," kata Om Adi.

Saya tidak pernah melupakan peristiwa ini. Om Adi seringkali nongol datang ke rumah hanya untuk menyapa istri dan anak-anak sahabatnya. Seorang kawan sejati, hadir saat kami membutuhkan.

Dalam percakapan November tahun lalu Om Adi bercerita banyak: 
" Berjuang melawan rezim Soeharto itu gak bisa frontal karena he'too strong...makanya bapakmu masuk penjara..ha..ha..ha...Perubahan harus dilakukan dari dalam, itu yang dilakukan pak Habibie. Orang baik harus masuk sistem, kita atur napas pelan-pelan lalu bersama-sama merubah sistem. Kamu jangan terlalu lama juga di Australia..masuklah ke sistem dan membangun Indonesia."

Om Adi tidak bisa menyembunyikan kekaguman beliau terhadap Pak Habibie sebagai negarawan sejati. Banyak value yang membuatnya belajar soal demokrasi.

"Pak Habibie itu softwarenya Jawa karena ibunya Jawa. Gorontalo itu cuman chasing doang. Dan beliau besar dalam budaya liberal Jerman. Maka dalam rapat kabinet selalu panas saat menentukan soal Timor-Timur.'
'

"Orang Timor- timur harus berterima kasih kepada pak Habibie. Saya 8x ke Timor-timur sebelum referendum. Memang tentara kita konyol dari sisi HAM, ini yang menganggu nurani saya dan siapapun yang berjuang soal demokrasi. Tapi Australia juga curang. Hanya saja kecurangan itu kalaupun 20 persen, Indonesia tetap kalah. Makanya Pak Habibie memutuskan untuk melepas," lanjut Om Adi.

Banyak hal yan punya nilai sejarah serta filosofi hidup dalam pembicaraan terahir dengan Om Adi. Mulai soal pelepasan tahanan politik, restorasi peristiwa 98, cerita dibalik pelepasan Timtim, bagaimana menjaga kehormatan, mikul nduwur mendhem njero, dan menjaga dinamika demokrasi. Untung saya sempet merekam perbincangan kami walaupun hanya 44 menit

Hari ini saya mendengar rekaman percakapan itu sembari mewek-mewek seolah-olah beliau ada di samping saya.

Eh pas kita lagi mewek-mewek gini, jangan-jangan Om Adi malah toast-toast-an bahagia ketemu dengan kawan-kawan lain yang sudah lebih dulu 'pergi'.

Ikut senanglah kalau Om Adi bisa kongkow bareng sama 'Apa' Utomo Danandjaya, Om Ekky Syahrudin, Cak Nur dan Om Imad di atas sana. Doakan juga kami dapat meneruskan legacymu membangun Indonesia menjadi lebih baik.

Selamat jalan Om Adi ...I love you 💕
Your pain has ended now..barangkali ini jalan terbaik. Beristirahatlah dengan tenang di atas sana. You will be missed by many of us....and of course, your legacy will challenge and inspire generations of activists.

Melbourne, 14 Agustus 2016

 
Berita Terpopuler