Jurusan Bahasa Indonesia Terancam Dihapus dari Universitas Australia

Mahasiswa internasional di Universitas Canberra (supplied) dam Sedara Peou. (foto : AustraliaPlus)
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Meskipun Indonesia merupakan tetangga terdekat Australua, namun data menunjukkan minat pelajar Australia mempelajari Bahasa Indonesia sangat rendah. Seorang pakar memperkirakan kajian mengenai Indonesia kemungkinan akan sama sekali dihapuskan dari perguruan tinggi di Australia dalam kurun waktu satu dekade mendatang.

Terbitnya peringatan bepergian atau travel warning ke Indonesia oleh pemerintah Australia pascatragedi Bom Bali telah membuat banyak sekolah-sekolah di Australia enggan mengirimkan pelajar mereka ke Indonesia. Diturunkannya peringatan bepergian ke Indonesia pada 2012, diharapkan dapat memperbaiki kondisi ini, namun tampaknya minat pelajar Australia untuk belajar mengenai Indonesia tidak begitu berpengaruh.
 
Professor Tim Lindsey, seorang pakar hukum Indonesia di Universitas Melbourne yang juga fasih berbahasa Indonesia mengatakan travel warning ini menjadi salah satu penyebab utama kejatuhan kajian mengenai Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan di Australia.
 
"Jika anak-anak kita tidak bisa mendapatkan kesempatan bersentuhan langsung untuk mempelajari bahasa asing, maka itu akan membatasi kemampuan mereka dan travel warning itu memang keputusan yang masuk akal, saya kira, karena orang tua dan anak-anak dihadapi hal seperti itu, maka kemampuan mereka mempelajari bahasa asing juga akan melemah," katanya.
 
"Jadi, kondisi semacam inilah yang menyebabkan terjadinya kejatuhan yang besar dari pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, dan secara alami juga hal itu berlangsung di perguruan tinggi kita," katanya.
 
Linda Keat, seorang guru Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Mullumbimby di NSW utara, mengatakan murid-muridnya adalah termasuk yang pertama di Australia kembali mempelajari Bahasa Indonesia begitu pemerintah menurunkan status travel warning tersebut. Dia mengatakan sekolahnya berencana mengirim sekelompok siswa kembali ke Indonesia tahun ini.
 
"Saat ini sulit sekali mempertahankan program Belajar Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah karena larangan bepergian itu, jadi kami memang mengalami kesulitan," katanya.
 

Profesor Lindsey mengatakan dia sangat kecewa melihat sedikit sekali pelajar Australia yang mempelajari Bahasa Indonesia sekarang ini. "Kajian Indonesia di Australia cukup kuat pada 1970-an, namun sejak saat itu karena sejumlah alasan terus menurun secara signifikan," katanya.
 
"Tampaknya ada semacam kaitan ironi yang aneh antara fakta kalau selama periode dimana Indonesia semakin membuka diri dan lebih demokratis pasca kejatuhan Soeharto, sebaliknya jumlah pelajar di Australia yang berminat untuk mempelajari tentang Indonesia justru menurun," katanya.
 
"Dan faktanya, lebih banyak siswa kelas 12 yang mempelajari tentang Bahasa Indonesia di seluruh Australia pada 1970-an ketimbang sekarang, dan ini jumlah yang pasti, selain itu fakta lain menunjukan populasi warga Australia ketika itu jauh lebih sedikit,"
 
Profesor Lindsey mengatakan jika kondisi ini terus menurun, Bahasa Indonesia tidak akan menjadi pilihan lagi di Universitas di Australia dalam beberapa dekade mendatang. "Jadi kita melihat jumlah sekolah yang mengajarkan Bahasa Indonesia turun secara dramatis dalam kurun waktu 15 tahun sekali, dan tren ini juga berlangsung di perguruan tinggi meski dengan tingkat yang sedikit lambat," katanya.
 
"Dan cukup banyak juga universitas di Australia yang saat ini telah menutup pengajaran Bahasa Indonesia dan saat ini kita berada pada posisi dimana Jerman lebih banyak memiliki universitas yang mengajarkan Bahasa Indonesia ketimbang Australia.
 
"Australia merupakan satu-satunya negara dengan tradisi Barat di Asia, namun demikian Australia menempati urutan terendah diantara semua negara OECD dalam hal pengusaan keterampilan bahasa kedua. Dan jika kecenderungan ini terus berlanjut kemungkinan kita akan berakhir dengan sedikit sekali pengajar bahasa Asia kecuali hanya bagi anak-anak dari latar belakang Asia atau memiliki konteks Asia."
 
"Sepertinya akibat dari kegagalan dari kebijakan," kata Lindsey.
 
Profesor Lindsey mengatakan dia menyambut baik dimulainya kembali siswa menengah atas yang bepergian ke Indonesia, tetapi ia menyarankan diperlukan langkah-langkah lebih untuk membalikkan penurunan minat terhadap Bahasa Indonesia ini.
 
"Sepertinya semacam kegagalan kebijakan utama yang kita harus miliki di abad Asia, yang terletak di Asia, dan melihat runtuhnya kapasitas melek-Asia di luar orang asal Asia. Demikian adanya, benar atau salah, kita memang menghadapi situasi penurunan keaksaraan Asia baik dari segi bahasa maupun kajian mengenai Asia. Jika itu dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan, maka pada akhirnya kita perlu melihat pemerintah menginvestasikan dana lebih banyak untuk memberikan subsidi pengajara bahasa Asia dan studi Asia di sekolah-sekolah," katanya.

 
Berita Terpopuler