Warga Tolak Wacana Jalan Berbayar di Pasteur

Republika/Rakhmawaty La'lang
ERP
Rep: c26 Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wacana diberlakukannya kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar di Jalan Pasteur menuai banyak penolakan. Sejumlah warga baik dari Bandung maupun daerah luar keberatan dengan rencana tersebut.

Salah satu warga Bandung yang berprofesi sebagai karyawan di perusahaan swasta, Syifa Fauziah (24) mengatakan penerapan jalan berbayar bukanlah solusi mengatasi kemacetan. Syifa yakin jika diterapkan justru kemacetan akan beralih ke jalan lain di sekitarnya.

"Jalan berbayar nggak bakal efektif. Pasti macet pindah ke jalan alternatif lain karena pengguna kendaraan juga malas bayar," kata Syifa kepada Republika.co.id, Ahad (20/12).

Apalagi, ujar dia, ada lajur yang gratis. Pasti masyarakat lebih memilih lewat lajur tersebut. Mengingat tarif yang diumumkan sekitar Rp 20 ribu.

Roni (29), warga Kabupaten Bandung mengaku tak setuju bila nantinya aturan tersebut diberlakukan. Roni mengatakan dirinya harus melewati jalan tersebut untuk bekerja di kota.

Dengan aturan tersebut, katanya, tentu merasa dirugikan apalagi harus membayar Rp 20 ribu saat melewati jalan utama itu. "Tentu ini memberatkan warga yang memiliki kendaraan. Masa lewat saja harus bayar 20 ribu," ujarnya.

Seorang warga Jakarta, Nurcholis (33) mengaku keberatan jika jalan berbayar akan diterapkan. Pasalnya ia sering berlibur ke Kota Bandung bersama keluarganya.

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak relevan. Apalagi itu bukan jalur tol. Ia keberatan karena sudah harus bayar di dalam tol. Namun begitu keluar tol harus bayar lagi.

Salah seorang pengemudi taksi, Indra mengatakan aturan itu justru akan merugikannya. Sebab otomatis tarif itu akan dibebankan kepada penumpangnya. Dikhawatirkan penumpangnya akan semakin minim.

 
Berita Terpopuler