Mengintip Masjid Raya di Tengah Hutan Banjarmasin

Wikipedia
Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin
Rep: Heri Purwata Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Sejuk terasa saat memasuki kompleks Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pohon-pohon besar berjajar di kanan kiri masjid di jantung Kota Banjarmasin.

"Selain yang sudah jadi di sebelah timur, kita juga sedang mengembangkan tanaman hutan kota baru,'' kata Ketua Takmir Masjid Raya Sabilal Muhtadin, KH Rusdiansyah Asnawi, yang didampingi Kepala Seksi Kebersihan dan Keamanan, HM Idris Riyadi HAR, kepada Republika.co.id.

Berbeda dari hutan umumnya, pohon yang ditanam adalah pohon yang menghasilkan seperti rambutan, mangga, sawo, dan buah-buahan yang langka. Pepohonan itu sudah mulai subur.

Di bawah pohon dipasang paving block sehingga pada hari Jumat para jamaah bisa memarkir kendaraannya di bawah pohon rindang. Hutan kota di lingkungan masjid ini sangat menyenangkan jamaah, apalagi  Sungai Martapura yang mengitari masjid menambah asri rumah Allah SWT ini.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- KH Rusdiansyah menjelaskan, masjid ini digagas H Maksid, mantan gubernur Kalimantan Selatan bersama H Hassan Basry dan M Yusi yang keduanya mantan Pangdam X/Lambung Mangkurat, serta ulama, dan  tokoh masyarakat pada 1964. Rencana semula, masjid didirikan di atas tanah bekas Hotel Banjar.

Namun, tanah bekas hotel itu dinilai sangat sempit, sehingga atas saran Amir Machmud (waktu itu Pangdam X) dan H Aberani Sulaiman (waktu itu gubernur Kalsel), lokasi masjid dipindahkan ke asrama tentara Pulau Tatas.

"Ada tiga pertimbangan pemindahan, pertama, lokasi pertama terlalu sempit. Kedua, Pulau Tatas sebagai asrama tentara sudah tidak sesuai lagi terletak di pusat kota. Ketiga, keberadaan masjid di tengah kota diharapkan menambah keindahan dan keserasian kota," kata Rusdiansyah.

Selain ketiga alasan tersebut, lanjutnya, tempat tersebut sangat tepat bila ditinjau dari sudut sejarah. Pulau Tatas ini merupakan Fort Tatas atau Benteng milik Belanda setelah melakukan penyerangan ke Banjarmasin pada 1545 dan 1606 Masehi.

Pulau ini dikuasai Belanda karena wilayah ini merupakan pusat lalu lintas perdagangan, pemerintahan, perekonomian, dan industri pembuatan kapal. Pulau Tatas ini memiliki luas kurang lebih 10,5 hektare.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Setelah menetapkan lokasi, panitia pembangunan masjid mengundang arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk merancang bangunan.  Kemudian, dilakukan peletakan batu pertama oleh H Aberani Sulaiman dan Amirmachmud yang disaksikan para ulama, tokoh masyarakat, dan warga Banjarmasin.

Pembangunan yang baru berjalan satu tahun terhenti, akibat meletusnya peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965. "Sebab, para pejabat yang menjadi penggerak pembangunan masjid pindah tempat bertugas," katanya.

Masyarakat Banjarmasin terus berusaha untuk mewujudkan masjid ini. Pada kepemimpinan Gubernur Subarjo, pembangunan masjid ditinjau kembali dan tahun 1974 dilanjutkan.

Kali ini pembangunan dipercayakan kepada PT Griya Cipta Sarana sebagai perencana. Sedangkan Barat Metalwork and Engeenering PT (Pesero), sebagai pelaksananya.  Desain interiornya diserahkan kepada PT Decenta Bandung.

"Pembangunan ini ditarget selesai 10 tahun. Untuk pertama kali masjid digunakan pada Hari Raya Idul Adha 1399 H atau 31 Oktober 1979," ujarnya.

Meskipun sudah digunakan, namun waktu itu belum seluruh bangunan masjid selesai, sehingga warga Banjarmasin berusaha untuk menyempurnakan. Bangunan yang belum selesai, di antaranya, menara, halaman masjid, dan jalan-jalan sekeliling masjid.

Untuk penyempurnaan, panitia pembangunan masjid mendapat bantuan kubah emas dari Presiden Soeharto senilai Rp 61,6 juta. Sedangkan bantuan dari Amirmachmud, Menteri Dalam Negeri sebesar Rp 90 juta untuk merampungkan menara.

 
Berita Terpopuler