Rabu 15 Jul 2015 06:31 WIB

Regenerasi Petani Lambat, Program Pangan Bisa Terancam

Rep: C31/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani menanam padi di tepian Sungai Batanghari yang surut akibat kemarau di Teluk Kenali, Telanaipura, Jambi, Selasa (7/7).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Petani menanam padi di tepian Sungai Batanghari yang surut akibat kemarau di Teluk Kenali, Telanaipura, Jambi, Selasa (7/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menyebutkan proses regenerasi petani cenderung lambat. Generasi muda lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian karena memberikan kepastian pendapatan hidup.

“62 persen petani saat ini berusia lebih dari 45 tahun,” ujar Said Abdullah saat dihubungi ROL, Rabu (15/7).  Hal ini disebabkan pemerintah hanya pada peningkatan produksi sementara kesejahteraan petani (terkait kebijakan perlindungan harga dan pasca panen) diabaikan.

“Jadi wajar jika banyak generasi muda yang bekerja di pabrik,” kata Said. Ia juga menjelaskan situasi ini tentu membahayakan karena bagaimanapun hebatnya program pemerintah terkait pertanian tidak akan berjalan apabila tidak ada petani.

Saat ini saja, ia mengatakan, serapan tenaga kerja di sektor pertanian terus turun dari 38 juta di tahun 2003 menjadi 35 juta di tahun 2013. Jumlah keluarga petani juga berkurang sebanyak lima juta dalam 10 tahun terakhir.

Melihat hal itu, Said menyarankan agar pemerintah melakukan kebijakan dari yang berfokus di hulu (seperti input produksi terkait dengan subsidi pupuk dan lain-lain) bergerak ke kebijakan hilir (seperti pasca pangan terkait pengaturan harga dan pasar yang menguntungkan petani).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement