Rabu 16 Apr 2014 16:57 WIB

Quick Count Hanya Berorientasi Hasil

Rep: ira sasmita/ Red: Muhammad Hafil
Jimly Ashiddiqie
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Jimly Ashiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqie mengatakan, hitung cepat (quick count) memiliki dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatifnya, peserta pemilu dan masyarakta tidak memperhatikan proses dan hanya berorientasi pada hasil.

"Yang penting hasil, result oriented. Proses ndak penting karena hasilnya dianggap sudah ketahuan, orang melupakan proses," kata Jimly di kantor DKPP, Jakarta, Rabu (16/4).

Akibatnya, partai politik cenderung kasak-kusuk membahas koalisi ketimbang mengawal proses rekapitulasi penghitungan suara yang masih dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Sekarang seakan-akan semua orang bilang, kita syukuri pemilu ini, alhamdulillah. Sehingga orang enggak peduli lagi pada proses," ujarnya.

Padahal, lanjut dia, setelah pemungutan suara semua peserta pemilu terutama caleg tengah berjuang mati-mtian. Untuk memastikan dirinya mendapatkan hasil yang diinginkan, yakni kursi di dewan legislatif. Semua cara diupayakan untuk mewujudkan keinginan tersebut, hingga cara yang berpotensi melanggar aturan pemilu.

Jika proses penghitungan tidak diperhatikan, mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengkhawatirkan tragedi pemilu yang lebih parah akan terjadi. "Kemungkinan hasil pemilu bisa berubah. Berubah di tengah jalan," kata dia.

Karena itu, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu harus menguatkan dan mengefektifkan kerja jajarannya hingga ke bawah. Roda organisasi harus digenjot agar kemungkinan perubahan dan kecurangan saat penghitungan suara tidak terjadi. Apa lagi, jika modus kecurangan justru dilakukan oleh oknum penyelenggara sendiri.

Fungsi kepemimpinan, menurutnya menjadi kunci. Meski jajaran di bawah yang bekerja, pimpinan mulai dari kabupaten/kota, provinsi hingga pusat harus bertanggung jawab.

"Sekarang hampir 500 ketua KPU seluruh Indonesia, jangan mau enak-enaknya saja, hak diambil, kewajiban tidak. Sekarang saatnya tanggung jawab ketua itu dibutuhkan untuk membina anak buah, bagi yang tidak bersedia jangan jadi ketua," tegas Jimly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement